~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#13 Ms. Complaint's Therapy


Judul Buku : Ms. Complaint’s Therapy
Penulis : Ms. C!
Halaman : 254
Penerbit : B-First

Saya sudah lupa kapan pertama kali saya membaca postingan Ms.C! di blognya. Tapi yang pasti dari pertama kali baca itu, saya jatuh cinta pada tulisannya, dan memutuskan untuk langganan via feed reader. Jadi saya selalu tahu kalau ada postingan terbaru dari Ms.C! Setiap kali habis membaca satu postingan, saya seringkali tertawa. Kenapa? Saya menertawakan diri sendiri.  Saya selalu merasa, “gila… saya juga ngerasain itu”. Dan saya bersyukur  ada seorang Ms.C! yang menuliskannya. Saya merasa terwakili oleh tulisan Ms.C!

Seperti yang tercantum di halaman belakang buku ini, semua cerita di dalamnya adalah pengalaman pribadi Ms.C! Dan hampir semua pengalaman yang tertulis berpotensi besar membuat stress.  Ms.C! menemukan jalan keluar untuk mengatasi stress-nya dengan cara yang baik yaitu  dengan menuliskannya. Unspoken thoughts get you nowhere. If you can’t speak out, then write it out.  (Walaupun setelah membaca isi tulisannya saya yakin Ms.C! adalah seorang extrovert).

Dan...  ketika Ms.C! mengumumkan akan menerbitkan buku dari blognya itu, saya menyatakan diri pasti akan membelinya. Walaupun isinya sebagian besar diambil dari tulisan di blognya, setidaknya saya tidak perlu lagi membongkar arsip blognya untuk mencari satu tulisan tertentu, cukup dengan membuka-buka halaman bukunya. Ms. C! mengundang saya dan beberapa orang dalam jumlah terbatas untuk hadir dalam acara peluncuran perdana bukunya itu pada tanggal 11 November 2011 (bertepatan dengan ulang tahun Ms. C!), tapi sayangnya saya tidak bisa datang di acara tersebut karena terkendala jarak yang jauh. Akhirnya saya memesan pre-order di Mizan.Com dan mendapatkan buku bertanda-tangan Ms.C!. Surprise-nya lagi, di dalam daftar acknowledgment ada nama saya sebagai komentator setia di blognya. Ha!

Jadi apa isi bukunya?

Pernah merasa salah pakai baju alias saltum ketika bekerja di kantor? Anda harus membaca Dress for Success

Atau punya partner yang sering lupa mengerjakan tugasnya? Ada tipsnya di Iu Inu Uni Nuni

Ayo ngaku, siapa yang SIM-nya dapat dari hasil nembak? Ms.C! juga cerita tentang itu di SIM Nembak

Masih penasaran pengen makan sup sirip hiu? Baca dulu Say “NO” to Shark Fin Soup!

Ms.C! juga cerita soal Pijat ++, Liburan berantakan, dan keberatannya selalu dimintai oleh-oleh.

Saya menjamin, setelah anda membaca buku ini minimal stress anda sedikit berkurang. Anda akan tertawa, merenung, dan lega seperti yang saya alami. Jadi buku ini juga menjadi Stress Therapy.

Soal gambar sampul. Pas pertama kali gambarnya keluar di blog saya cumin bisa melihat gambar cabe, dan bertanya-tanya apa yang berhubungan sama cabe ya? Apa karena tulisannya rada "pedas" kayak cabe? Baru setelah bukunya ada di tangan, barulah saya memperhatikan gambarnya dengan seksama. Ternyata gambar mulut seorang wanita yang mengigit sebuah cabe. Ah… ga meleset lah dari dugaan saya semula.


PS. Buku ini adalah penutup 2011 Reading Challenge di Goodreads dan menjadi buku ke 160 yang saya baca pada tahun 2011. Yeah, Mission Complete!!

#12 After (Setelah Malam Itu)


Judul Buku : After (Setelah Malam Itu)
Penulis : Amy Efaw
Halaman : 456
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


Jennifer Davenport, seorang gadis 16 tahun, menyadari bahwa dia hamil dengan adanya tonjolan kecil di perutnya. Jennifer kemudian kabur dari rumahnya, melahirkan seorang anak, membesarkan anak tersebut seorang diri. Mengorbankan masa mudanya, tidak lanjut sekolah (walaupun sempat lulus SMA persamaan). Harus bekerja di dua tempat untuk bisa bertahan hidup. Lama kemudian, Jennifer bahkan tidak memiliki hubungan percintaan yang bisa bertahan lama, hingga harus berganti-ganti pacar.

Anaknya, Devon Sky Davenport, tumbuh sebagai anak yang mandiri, cerdas, dan berbakat. Dia mampu mengikuti kelas lanjutan di sekolahnya padahal dia sendiri masih kelas sepuluh (kelas 1 SMA). Kiper sepakbola yang cemerlang, pekerja paruh waktu sebagai baby sitter yang terpercaya. Tidak ada yang menyangka Devon akan mengalami hari-hari buruk setelah Malam Itu.

Pada Malam Itu, Devon melahirkan seorang bayi yang “dinamakan” ITU. Devon membuang bayinya ke tong sampah, dan tinggal di rumah dengan rasa sakit dan hampir kehilangan kesadaran. Devon tidak menyadari bahwa plasenta bayi yang masih tertinggal dalam dirinya membuatnya hampir mati dan akhirnya tertangkap oleh polisi, dengan dakwaan pembunuhan berencana.

Devon akhirnya dimasukkan ke dalam penjara remaja Reman Hall, di Pod Delapan. Bersama 14 remaja wanita lainnya di sana, Devon menjalani delapan hari sebagai seorang tahanan. Padahal Devon sendiri tidak tahu mengapa dia ditahan. Di sana Devon bertemu dengan Dominique “Dom” Barcellona, pengacaranya, dan dr. Nicole Bacon, seorang psikiater yang membantu Devon menyadari apa yang sudah diperbuatnya.

Devon adalah salah satu contoh kasus “bayi tong sampah” yang terjadi di Amerika Serikat. Kasus ini seringkali melibatkan wanita-wanita usia sekolah yang menyangkali diri mereka. Penyangkalan seperti apa yang mereka lakukan? Dr.  Bacon, tokoh dalam buku ini, menjelaskan bahwa Devon adalah remaja yang lahir dari keluarga broken home. Dalam pengembangan jati diri seorang anak perempuan, seringkali tertanam pemikiran bahwa si anak tidak mau seperti ibunya. Anak perempuan harus lebih baik dari ibunya. Itupun yang tertanam dalam diri Devon. Dia berusaha lebih baik dari ibunya yang putus sekolah gara-gara hamil. Devon menganggap apa yang dialami ibunya adalah sangat buruk sehingga dia tidak mau berlaku seperti itu.

Akan tetapi, ketika Devon jatuh dalam “kesalahan” yang sama, pikiran Devon mengambil alih dirinya. Dia menyangkal perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Devon menyangkal telah melakukan hubungan seksual dengan seorang laki-laki, menyangkal telah hamil akibat hubungan tersbut, dan terlebih lagi menyangkal bahwa seorang bayi telah lahir pada Malam Itu. Kelahiran bayi yang adalah puncak dari penyangkalan diri Devon, membuat Devon memilih untuk “menghilangkan” bayi itu demi tetap hidup dalam kemandirian dan kesuksesannya.  Devon bahkan tidak menyebutnya bayi, tapi ITU. Seperti sebuah benda yang tidak bernyawa. Devon melupakan semua kejadian yang dia alami, walaupun pemikiran-pemikiran itu seringkali datang tanpa diduga. Penyangkalan diri Devon membuat Dom kesulitan dalam mengumpulkan fakta untuk membela Devon.

Setelah membaca buku ini, saya berpikir bahwa seringkali kita pun melakukan penyangkalan terhadap diri sendiri ketika sesuatu terjadi di luar rencana dan membuat zona nyaman kita terganggu. Perilaku penyangkalan diri itu bisa saja seperti Devon, berpura-pura bahwa hal tersebut tidak pernah terjadi, dan memaksa akal sehat kita untuk “tetap” berpikir normal. Satu-satunya cara menghilangkan penyangkalan itu adalah memaafkan diri sendiri. Itulah inti dari buku ini, penyangkalan diri dan memaafkan diri sendiri.

Saya menyukai quote yang digunakan oleh penulis di awal buku ini, yang diambil dari salah satu ayat di dalam Alkitab.
“Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya?” (Yesaya 49:15)
 Bahwa Devon, sekeras apapun usahanya melupakan bayinya, akhirnya dia mengaku bersalah atas perbuatannya.

Terlepas dari empat bintang yang saya berikan pada buku ini, sebagai cetakan pertama tentu saja masih ada kekurangan dari buku ini yang saya jumpai. Masih ada beberapa typo di dalam buku ini, juga penulisan status tahanan yang mungkin terlewat saat diterjemahkan. Misalnya di halaman 252 ada kalimat,
Aku butuh sukarelawan untuk membersihkan jendela. Poin dobel. Dan tawarannya terbuka untuk siapapun, bukan hanya status Privilege dan Honor.

Padahal di halaman-halaman sebelumnya telah dijelaskan ada status regular, teladan, dan terhormat. Mungkin dua status terakhir itu yang dimaksud dalam kalimat di atas.

Kemudian gambar gadis pada sampul buku untuk edisi terjemahan Indonesia ini, kita bisa lihat gadis itu berambut coklat ikal sedang menumpukan kepalanya di dinding seperti putus asa. Saya menganggap gadis itu adalah Devon. Tetapi di dalam bukunya Devon digambarkan sebagai gadis berambut hitam lurus. Mungkin gambar sampul aslinya lebih pas, dimana digambarkan seorang gadis berambut hitam dengan postur tubuh sempurna bersandar di dinding, sementara bayangannya dapat dilihat perut gadis itu sedikit buncit.

Overall…, saya merekomendasikan buku ini untuk dikoleksi.


#11 Talk About Hape


Judul Buku : Talk About Hape
Penulis : Benny & Mice
Halaman : 106
Penerbit : Nalar


Benny & Mice. Duo komikus ini adalah komikus Indonesia favorit saya. Saya nyaris tidak pernah melewatkan membaca komik mereka di koran Kompas setiap hari Minggu. Bahkan ketika saya kesulitan mendapatkan korannya, tidak jarang saya bergegas mengakses internet untuk membaca Kompas Minggu demi Kartun Benny & Mice.

Saya punya beberapa koleksi buku komik mereka sebelum mereka berpisah. Ada Jakarta Luar Dalem, Jakarta Atas Bawah, Lost in Bali 1 & 2, 100 Tokoh  yang Mewanai Jakarta, dan Talk About Hape. Di antara beberapa buku itu yang paling saya sukai adalah Talk About Hape.

Ini sebenarnya buku lama. Saya saja membelinya pada bulan April 2008. Setelah bertengger lama di sudut rak buku saya, semalam saya mencoba membacanya lagi. Dan... masih saja terasa sangat lucu seperti ketika pertama kali membacanya.

Hape atau handphone atau telepon seluler atau telepon genggam. Saat buku ini dikeluarkan mungkin masih tergolong barang mewah. Tapi saat ini, hampir setiap orang yang sudah bisa membaca mempunyai hape. Produknya pun beragam mulai dari hape biasa sampai hape pintar atau smartphone. Mulai dari yang hanya bisa GPRS sampai HSDPA.  Mulai dari nada dering monophonic (masih ada ga sih?) sampai yang pake fitur video. Dari yang hanya bisa SMSan dan nelpon, sampai yang bisa internetan dan ngirim email. Komplit.

Tapi dalam buku ini, Benny & Mice lebih menyoroti kelakuan orang-orang yang bersinggungan  hape tersebut. Entah pemiliknya ataupun para provider. Misalnya saja, mereka mengangkat topik orang yang bela-belain ga punya apa-apa demi membeli hape mahal dan pulsanya supaya tetap eksis. Atau sms-sms ucapan selamat hari raya yang di-forward dari satu orang ke orang lain (sampai balik lagi ke pengirim pertama). Pokoknya baca buku ini pasti sambil ketawa dan bilang (dalam hati) "gue banget deh...".

Sayangnya, Benny & Mice sudah "bercerai".  Walau demikian, karya mereka (masing-masing) masih bisa dinikmati. Benny bahkan akan mengeluarkan buku terbaru dengan tokoh Tiga Manula. Bukunya sudah bisa dipesan di sini, atau follow twitternya di @TigaManula. Kalau yang hapenya pake provider  Telkomsel, bisa menukarkan Telkomsel Poin-nya dengan buku ini. 200 poin dapat satu buku gratis. Ada 1000 buku untuk penukaran ini. Saya sendiri sudah memastikan diri sebagai salah satunya. Dan..ohya, ini bukan postingan berbayar ya.. hanya berbagi info saja :)


#10 : Recipes for a Perfect Marriage (Resep Perkawinan Sempurna)


Judul Buku : Recipes for a Perfect Marriage (Resep Perkawinan Sempurna)
Penulis : Kate Kerrigan
Halaman : 402 (+6)
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Kata orang, tidak ada yang namanya perkawinan sempurna.  Yang sebenarnya tidak ada, adalah perkawinan yang mudah.

Sebaris kalimat pada sampul belakang buku tersebut, sanggup membuatku penasaran dan segera mencari buku ini. Kebetulan, lagi dijual dengan harga murah di Vixxio, karena sudah dikategorikan buku bekas oleh mbak Fanda. Jadilah saya mengorder buku ini ke mbak Fanda. Biarpun buku bekas, tapi buku ini terawat baik, sudah disampul plastik pula. Terbukti, mbak Fanda memang pencinta buku :)

Adalah Tressa Nolan, seorang penulis kuliner asal Irlandia yang terkenal di New York. Dia menikah dengan Dan, penjaga apartemennya. Setelah berbulan madu, Tressa menyadari bahwa dia tidak mencintai Dan. Dia bahkan merasa bahwa pernikahannya dengan Dan adalah sebuah kesalahan.

Dua generasi sebelumnya, Bernadine, nenek dari Tressa jatuh cinta pada Michael. Akan tetapi dia tidak dapat menikahi pujaan hatinya karena tak mampu membayar mahar pernikahannya. Akhirnya, seorang pria bernama James Nolan yang mau menikahinya tanpa bayaran mahar. Bernadine menikah dengan James, setelah dia merasa terjebak oleh kesepakatan James dan orangtuanya. Meski telah menikah dengan James, Bernadine masih menyimpan rasa cintanya kepada Michael. James bukannya tidak tahu, tapi dia menyimpan semuanya sendiri.

Kembali ke Tressa. Tressa yang sudah merasa “salah” dengan pernikahannya, hanya mampu melihat sisi negative dari pernikahannya tersebut. Ketika dia bertemu dengan keluarga besar Dan, Tressa tidak merasa diterima. Pikiran-pikiran negatif  Tressa sangat mempengaruhi pembaca (termasuk saya), dan membuat saya berpikir mengapa Tressa sebegitu bencinya dengan pernikahannya. Dalam dilema pernikahan yang tidak sempurna (karena tidak ada cinta -- walaupun Dan sangat mencintai Tressa), Tressa bertemu dengan mantannya, Ronan. Tressa hampir saja berselingkuh dengan Ronan. Dan dengan dalih ingin jujur pada Dan, Tressa menceritakan tentang perselingkuhannya yang tidak jadi itu. Dan marah besar lalu pergi meninggalkan Tressa. Di sinilah konflik rumah tangga mulai dirasakan Tressa. Dalam kebingungannya, Tressa menyadari bahwa dia mencintai Dan.

Bernadine melahirkan seorang anak perempuan untuk James, bernama Niamh. Niamh (ibu Tressa) tumbuh menjadi seorang putri yang selalu bertengkar dengan Bernadine. James sangat menyayangi Niamh. James berharap dengan adanya Niamh, Bernadine bisa melupakan Michael. Ternyata tidak. Bernadine bahkan meninggalkan James untuk bertemu dengan Michael. Belakangan Bernadine tahu, Michael mengkhianati cintanya.

Lalu dimana resepnya? Di dalam buku ini ada dua macam resep yang bias kita jumpai. Yang satu adalah resep masakan turun temurun yang diwariskan oleh Bernadine kepada Tressa. Ada selai Goosberry, sampai pada semur Irlandia. Resep kedua adalah resep tentang pernikahan itu sendiri mulai dari “kecocokan” sampai ke “kebijaksanaan”. Dan tentunya dalam ceritanya, kita bisa mendapat resep-resep pernikahan yang tersirat.

Satu resep pernikahan dari buku ini adalah tentang “komitmen”. Kate menulis :
Kita bisa membuat komitmen atas cinta, tapi kita tidak bisa mencintai tanpa komitmen
 Bagi saya, suatu pernikahan adalah bentuk komitmen. Dalam perjalanan pernikahan itu sendiri rasa cinta bisa saja berkurang, tapi kesetiaan penuh pada komitmen itu yang patut dipertahankan.

Ada satu bagian dimana dalam buku ini diceritakan Bernadine ingin melahirkan seorang anak lagi, tapi Tuhan tidak memberikan kesempatan itu lagi.
Barangkali rahasia paling kelam yang pernah kusimpan adalah juga yang sama sekali tidak bermaksud apa-apa. Jauh di dalam hatiku, aku merindukan mempunyai anak laki-laki. Barangkali karena aku membayangkan cinta yang kurasakan untuk anak laki-lakiku akan berbeda dari cinta yang pernah kurasakan. Barangkali aku akan menamainya Michael dan akan kutumpahkan seluruh mimpi-mimpiku kepadanya.
Aku tidak akan pernah tahu.
Berbulan-bulan aku menunggu, merasa yakin aku telah mengendalikan takdirku sendiri sebelumnya, dengan hamil sesuai tuntutan, dan merasa pasti bahwa aku bisa melakukannya lagi. Ketika bulan-bulan berganti tahun, dan satu tahun menjadi dua, keputusasaanku semakin dalam. Setiap kali datang bulan, aku merasakan kekecewaan yang amat sangat, menggelegak bagaikan kawah dingin sampai ke relung-relung perutku, seolah-olah anak yang tidak kukandung ini telah direnggutkan dan diambil dariku. Setiap bulan yang berlalu senantiasa diiringi perasaan terguncang seperti habis kecurian, amarah karena merasa dikhianati, dan kepedihan yang timbul akibat kehilangan.
Lambat laun barulah aku menyadari bahwa sejak dulu pun bukan aku yang mengendalikan tubuhku sendiri seperti yang kukira selama ini. Bukan aku yang “memberikan “ Niamh pada James. Tuhan yang memberikannya.

Jleb. Kalimat demi kalimat di atas benar-benar menusuk ke dalam hatiku saat membacanya. Saya bahkan harus membacanya dua kali untuk mencerna sekali lagi kalimat tersebut. Saya berpikir apakah Kate pernah berada dalam posisi itu sehingga dia menggambarkannya sedemikian tepatnya. Karena itulah yang saya rasakan selama 3 tahun ini. Dan akhirnya, seperti Bernadine, saya sadar bukan saya yang mengendalikan tubuhku, tapi Tuhan.

Ini adalah buku tentang pernikahan kedua setelah Lies at the Altar karya Dr. Robin L. Smith yang menurut saya jujur menceritakan sebuah pernikahan. Bahwa pernikahan bukan hanya soal manisnya saja, tapi ada juga kepedihan di sana. Buku ini wajib dibaca untuk pasangan yang mau menikah ataupun telah menikah.

Ohya, kalau anda melihat jumlah halaman di atas ada bagian dalam kurung sebanyak 6 halaman, Kate menyediakan beberapa halaman kosong untuk ditulis oleh pembaca. Pembaca boleh menulis resep-resep pribadinya tentang pernikahan mereka sendiri. Menarik juga.


#9 Nguping Jakarta


Judul Buku : Nguping Jakarta
Penulis : Kuping Kanan
Halaman : 224
Penerbit : B-First


Ayo angkat tangan yang belum tahu Nguping Jakarta? Ha? Masih ada juga? Waduh…

Langsung aja ke situsnya. Tuh... klik di gambarnya.

Kenapa? Nggak connect? Lagi hujan ya? Biasalah... Indonesia, koneksi internet tergantung cuaca

Ke toko buku aja. Cari buku ini.

Nggak sempat? Atau ga ada toko buku di kotamu? Tuh... klik toko buku online di samping.

Eits... siap-siap sakit perut ya. Trus biasanya yang baca paling minim senyum-senyum, paling maksimal disangka gila gara-gara ketawa ngakak sendirian. Asal jangan pas malam Jumat aja... ntar tetangga pada kabur.

Singkatnya buku ini wajib dibaca!

Sekian dan terima transferan.


#8 Tuesday With Morrie


Judul Buku : Tuesday With Morrie
Penulis : Mitch Albom
Halaman : 209
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


Seberapa dari kita yang pernah kuliah dan bersahabat karib dengan dosennya? Seberapa dari kita berani menghadapi kematian?

Mitch Albom dalam bukunya Tuesday With Morrie (Selasa Bersama Morrie) meceritakan tentang dosennya yang juga menjadi sahabatnya. Bukan hanya itu, tapi mereka bersama-sama membicarakan tentang hidup dan kematian. Tentunya tidak semua kita mau membicarakan kematian, bahkan sebagian masayarakat menganggap itu hal yang tabu dibicarakan.

Mitch adalah seorang yang sibuk dengan pekerjaannya. Suatu ketika, tanpa sengaja dia melihat mantan dosennya muncul di salah satu acara televisi.  Walaupun dengan rasa ragu, Mitch menemui dosennya itu di rumahnya. Sang dosen, Morrie, mengidap penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), sebuah penyakit yang menyerang syaraf. Kelumpuhan yang dialami oleh Morrie menjalar mulai dari ujung kakinya, sampai ke ujung kepalanya.

Morrie menyadari ajalnya tidak lama lagi.  Morrie dan Mitch saling berjanji untuk bertemu setiap hari Selasa. Mereka bercakap-cakap (tepatnya Morrie bercerita, Mitch mendengarkan) tentang dunia, mengasihani diri sendiri, penyesalan diri, kematian, keluarga, emosi, ketakutan menjadi tua, uang, cinta abadi, perkawinan,budaya, maaf, hari baik, dan perpisahan. Morrie memang meninggal di akhir buku ini, tapi hidup Mitch tidak sama lagi setelahnya.

Saya pernah membaca buku Mitch Albom, The Five people You Meet In Heaven. Setelah saya membaca buku itu, saya berpikir ulang tentang siapa kira-kira orang yang telah mempengaruhi hidup saya. Karena menurut Mitch, mereka yang mempengaruhi hidup anda, kemungkinan besar akan anda jumpai di surga. Salah satu “orang” dalam hidup saya itu adalah dosen saya. Beliau seorang wanita yang sukses dalam dunia penelitian gen dan molekuler. Beliau mengajarkan kepada saya pertama kali menjadi seorang peneliti, dan beliaulah yang membawa saya ke dunia kerja. Ketika saya membaca buku Tuesday With Morrie ini, kembali saya mengingat beliau. Satu bagian dalam perjalanan hidup saya telah diajarkan olehnya.

Saya bukan penikmat non-fiksi, tapi buku ini menjadi salah satu buku favorite saya.



PS. Dear Irfan, terima kasih untuk kiriman bukunya. Kamu benar, buku ini menjadi salah satu favorite saya.

#7 Traveler's Tale, Belok Kanan : Barcelona!


Judul Buku : Traveler’s Tale, Belok Kanan Barcelona
Penulis : Adhitya Mulya, Ninit Yunita, Alaya Setya & Iman Hidajat 
Halaman : 230
Penerbit : Gagas Media


Empat orang dengan empat perjalanan yang dilatarbelakangi oleh cinta segiempat.
Farah, Jusuf, Retno, dan Francis. Masing-masing bercerita secara bergantian mengenai perjalanan mereka hingga sampai ke Barcelona. Awal perjalanan ini adalah karena undangan pernikahan Francis, walaupun akhirnya pernikahan yang terjadi bukan oleh Francis (hehe.. spoiler).

Menarik menyimak cara bercerita keempat tokoh ini.
Farah menggunakan kata ganti “gue”, Jusuf dengan “gua”, Retno dengan “saya”, dan Francis dengan “aku”.

Btw, saya mendapat buku cetakan kelima tahun 2008, setelah cukup lama mencari di toko buku (akhirnya nemu di Jogja). Ndilalah, suami juga ternyata punya buku ini (hasil ngembat dari temannya). Jadinya yang satu mau dijual aja. Ada beberapa hal dalam buku ini yang serasa hilang. Misalnya pada bagian Farah bercerita saat sepatunya putus di bandara.

Tapi gue benar-benar ga kecewa ataupun menyesal. Sepatu itu nyaman, dan bisa dipakai dalam berbagai kesempatan. Teman sejawat akan bilang,  “Lovely weather today!”  Dan gua akan me-reply…, Hal 66

Ini kan Farah yang bercerita, kok tiba-tiba ada karakter Jusuf (gua). Trus Farah mereply dengan ucapan apa?

Kemudian pada hal 137, footnote no 13 ga ada penjelasannya. Bicara soal footnote, terkadang penjelasannya agak ga penting sih… tapi mungkin itulah yang mendukung ke”konyol”an novel ini.

Penempatan textbox (how-to-travel) yang seringkali “muncul tiba-tiba” di tengah cerita, agak mengganggu sih buat saya. Ada satu novel, Negeri van Oranje, yang juga menggunakan textbox seperti ini.Tapi penempatannya yang di akhir bab justru lebih baik 

So far… Ceritanya menghibur, dan tentu saja pesan travelling-nya benar-benar nyata. Sepertinya kalo cita-cita backpacker ke Eropa tersampai, saya akan membawa buku ini jadi panduan 🙂 Dan ohya, saya paling suka sama karakter Jusuf. Paling menderita soalnya, tapi endingnya dia yang paling berbahagia dari keempatnya..hehe


#6 Heart Block : Biarkan Cinta Menemukanmu


Judul Buku : Heart Block : Biarkan Cinta Menemukanmu
Penulis : Okke Sepatumerah
Halaman : 316
Penerbit : Gagas Media

Begitu Okke Sepatumerah mengumumkan tentang penerbitan novel terbarunya, buku ini langsung masuk ke dalam daftar-buku-yang-harus-dibeli. Tentu saja, selain melengkapi koleksi novel karya Okke di rak buku-ku, tulisan Okke nyaris tidak pernah terlewatkan oleh saya. Kali ini, saya beli langsung dari Okke, lengkap dengan tandatangannya.

Rasa penasaran saya tertahan cukup lama. Satu bulan. Ini gara-gara jasa ekspedisi yang digunakan untuk mengirimkan buku ini dari Bandung tidak bisa menemukan alamat saya. Rasa penasaran itu juga yang membuat saya memberanikan diri terus “mengejar” Okke lewat segala media sampai buku itu sampai di tangan saya (maaf ya mbak..). Begitu bukunya datang, ternyata ada banyak kesibukan yang membuat novel itu harus menunggu untuk dibaca. Dan akhirnya, siang tadi saya betul-betul membulatkan niat “menenggelamkan” diri di Heartblock. Terbayar sudah rasa penasaran saya.

Heartblock bercerita tentang seorang penulis muda, Senja, yang mengalami masalah writer’s block saat dia harus melaksanakan pekerjaannya sebagai seorang full-writer. Permasalahannya adalah saat itu Senja digambarkan berada di puncak karier. Ketika dia mencoba menepi dari segala kesibukan, dia bertemu dengan sosok pria nyaris sempurna, Genta, pelukis yang juga memiliki masalah sama. Chemistry terjadi di antara keduanya, dan tiba-tiba mereka berdua menemukan kembali “muse” untuk menyelesaikan pekerjaan masing-masing. Pekerjaan selesai, tapi tidak dengan hati mereka.

Btw, komentator anonymous di blog 40 days project-nya Senja kok ya berasa itu Genta ya?

Terlepas dari beberapa kesalahan pengetikan, novel ini bisa dijadikan referensi bagi penulis pemula atau yang ingin berkarir sebagai seorang penulis. Di dalam novel ini tentu saja tidak ada alamat penerbit atau editor ternama, tapi tips-tips tentang menulis cukup tersirat dengan jelas. Apalagi Senja menuliskan khusus mengenai writer’s block pada bagian epilog.

Saya suka dengan kalimat yang diucapkan oleh Genta di dalam novel ini,

“…ini kerjaanku, kalau udah begini, yang namanya mati ide atau nggak mood itu udah nggak ada-kalau nggak, ya nggak makan” (hal.217).

“ketika kamu menjadikan apa pun sebagai profesi, nggak ada waktu untuk mood nggak mendukung atau kehilangan inspirasi” (hal.211).

Bukan hanya menulis, semua hal, ketika sudah masuk daerah profesionalitas, mood tidak berlaku lagi. Sebagai manusia, tentu ada waktu kita merasa lelah, tetapi hal itu tidak menjadi alasan untuk berhenti dan berpaling. Sebagai makhluk yang dilimpahi akal dan hikmat, bisa saja kita menggunakan jalan memutar. Butuh waktu memang, tapi ada tujuan yang harus dicapai.

Heartblock secara keseluruhan masih terasa “Okke banget”. Seperti halnya tokoh Damai pada novel Istoria da Paz (Perempuan dalam Perjalanan) (2008), novel kelima Okke, visualisasi saya terhadap tokoh utama Heartblock, Senja, tidak bisa lepas dari sosok Okke sendiri. Senja yang penulis, Senja yang asisten dosen, Senja yang suka Golden Retriever, Senja yang juga menulis novel adaptasi skenario film. Mungkin Okke memang ingin menggambarkan dirinya, seperti halnya Senja menggambarkan dirinya pada tokoh Kirana di dalam novel yang dibuat oleh Senja.

Anyway, satu quote penutup di novel Heartblock, juga akan saya kutip untuk menutup postingan ini.

“There is no rule on how to write. Sometimes it comes easily and perfectly; sometimes it’s like drilling rock and then blasting it out with charges” (Ernest Hemingway)


#5 Embroideries (Bordir)


Judul Buku : Embroideries (Bordir)
Penulis : Marjane Satrapi
Halaman : 136
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

“Perempuan kalau ngumpul dengan sesamanya perempuan (kabarnya) suka menggosip.”

Mau setuju atau tidak dengan pernyataan di atas, kenyataannya memang sering dijumpai di masyarakat. Demikian juga halnya dengan para wanita Iran dalam novel graphis karangan Marjane Satrapi. Marjane Satrapi menceritakan tentang sekelompok wanita yang terdiri atas neneknya, ibunya, dan teman-teman ibunya yang “ngerumpi” sambil minum teh selepas makan siang. Obrolan mereka tentang perkawinan usia muda, hubungan suami-istri, perselingkuhan, sampai operasi plastik. Semuanya tersaji santai bahkan terkesan lucu.

Pada sampul plastik segel novel graphis ini tertulis “Bacaan Dewasa“. Memang isinya cukup vulgar, dan tentunya tidak cocok dibaca oleh anak-anak, walaupun wujudnya seperti komik. Gambarnya juga tidak sebagus komik Candy-candy atau Topeng Kaca.

Saya sudah lama ingin membaca buku ini sejak membaca reviewnya di beberapa blog buku dan di goodreads. Sewaktu ke Bursa Buku Murah di Makassar minggu lalu, ada buku ini dengan dibandrol harga Rp 15.000 saja, saya langsung memasukkan ke dalam keranjang belanjaan. Bukunya lumayan tebal, tapi ternyata halamannya tidak banyak. Ternyata kertas yang digunakan mungkin lebih dari 80 gram.

Ohya, mengenai judulnya “Bordir“, baru bisa ketahuan maknanya di akhir cerita. Saya tidak mau bilang tulis di sini. Tapi yang pasti masih berhubungan dengan wanita dewasa 


#4 Life on the Refrigerator Door


Judul Buku : Life on the Refrigerator Door
Penulis : Alice Kuipers
Halaman : 240
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


Saya pertama kali melihat review buku ini (Kehidupan di Pintu Kulkas) di Goodreads.com. Buku ini memang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama, dan dikategorikan sebagai teenlit. Kemudian saya mencari ebooknya di library.nu, gudangnya ebook. Saya akhirnya menemukan versi berbahasa Inggris.

Buku ini unik, karena tidak seperti novel-novel teenlit lainnya, buku ini tersusun atas memo-memo yang ditempelkan di pintu kulkas oleh seorang ibu dan anak perempuannya. Si anak, Claire dan ibunya nyaris tidak pernah bertemu dalam sehari, sehingga untuk berkomunikasi mereka saling menempelkan memo di pintu kulkas. Isinya bermacam-macam, mulai dari daftar belanjaan, pesan singkat, bahkan sampai curhat via memo. Tidak semua isi memonya manis, terkadang ada pertengkaran antara Claire dan ibunya.

Imajinasi pembaca sangat diharapkan ketika membaca buku ini, karena memo-memo yang singkat itu terkadang tidak saling berhubungan secara tersurat. Tapi saya berani menjamin setiap memo itu punya “nyawa” yang saling berkaitan. Ohya, memo ini hanya ditulis oleh 2 orang saja, Claire dan ibunya. Walaupun demikian tokoh-tokoh lain tetap terasa karakternya via memo tersebut.

Saya menghabiskan 2 jam saja membaca e-book ini, tapi di akhir 2 jam itu air mata saya tidak berhenti mengalir. Saya benar-benar terbawa emosi ketika membacanya. Life on the Refrigerator Door punya situs tersendiri. Di sana kita bisa menulis memo-memo dan “menempelkannya” untuk penulisnya, Alice Kuipers.


#3 Satin Merah


Judul Buku : Satin Merah
Penulis : Brahmanto Anindito & Rie Yanti
Halaman : 314
Penerbit : Gagas Media


Nadya, gadis SMA kelas 12, berniat mendalami Sastra Sunda sebagai bahan untuk membuat makalah sebagai salah satu syarat Lomba Siswa Teladan se-Bandung Raya. Untuk itu dia menghubungi beberapa sastrawan Sunda guna berguru kepada mereka.  Tekad Nandya untuk memenangkan lomba ini semata-mata agar semua orang mengakuinya. “Aku cuma ingin jadi signifikan”, ambisi Nandya (yang juga menjadi tagline dari novel ini).

Sastrawan pertama yang dijumpai adalah Yahya Soemantri.  Sastrawan yang mempunyai wawasan luas, kaya pengalaman, dan kemampuan berdeskripsi yang kuat. Sayangnya, Yahya seorang suka mengkritik tanpa mau dikritik, nyaris tidak berperasaan.

Sastrawan kedua adalah Didi Sumpena Pamungkas.  Daya analisanya yang kuat membuat sastrawan ini menggeluti dunia kriminalitas.

Sastrawan ketiga, Nining Tresna Munandar, penulis komersial yang selalu mengutamakan cinta sebagai nafas setiap tulisannya.

Sastrawan keempat Hilmi Harun. Pemburu lomba menulis, kreatif dan kritikus yang aktif.

Keempat sastrawan itu merupakan “alat” bagi Nandya untuk mewujudkan ambisinya.  Nandya berusaha menyerap semua emosi positif dari keempat sastrawan itu. Tetapi tentu saja, ada sisi lain dari mereka yang memancarkan emosi negatif. Emosi negatif yang semakin menyuntik ambisi Nandya. Emosi negatif yang mendorong Nandya melakukan sesuatu lebih dari sekedar berguru. Kematian.

Saya tertarik dengan novel ini setelah membaca resensi dari Mbak Nike. Selanjutnya, saya sampai ke situs salah satu penulisnya, Rie Yanti, yang menceritakan bibit lahirnya novel ini. Mungkin karena genre-nya thriller, saya memutuskan harus membeli buku ini. Sempat tertunda beberapa waktu untuk membaca buku ini setelah membelinya 3 Feb kemarin. Hasil akhir, 4 bintang buat buku ini.

2 bintang pertama, masing-masing untuk penulisnya. Salut sekali, buku ini lahir dari “pertemuan online”. Dan masing-masing mengambil peran dalam lahirnya buku ini. Rie untuk literatur sunda, dan Brahmanto untuk suntikan thriller dan detektifnya. Bintang ke 3, novel ini bukan sekedar novel. Seorang (yang mengaku) penulis wajib membaca buku ini. Setelah Heartblock -nya Okke Sepatumerah, baru buku ini yang saya temukan mau berbagi tentang bagaimana menjadi seorang penulis. Bahkan tips self-publishing diulas dalam novel ini. Bintang 4, walaupun novel, banyak informasi tentang teknologi blog yang bisa didapat dari buku ini. Untuk ceritanya sendiri, tidak membosankan bagi saya. Dengan beberapa kalimat berbahasa Sunda yang bisa dipahami, membuat saya sedikit mengalami rasa rindu pada Bogor 


#2 Landorundun


Judul Buku : Landorundun
Penulis : Rampa’ Maega
Halaman : 248
Penerbit : Sendika


Cerita Landorundun pertama kali saya dengar dari mulut Ne’ Papa’ (kakek saya). Itupun waktu saya masih kecil. Saat ini kisah itu tinggal samar-samar di ingatan saya. Begitu mengetahui ada Novel Landorundun yang dipromosikan lewat facebook saya langsung memesannya. Tidak banyak novel yang mengangkat budaya Toraja, apalagi cerita rakyatnya. Bahkan bisa dikatakan inilah novel pertama yang saya baca dengan latar belakang budaya Toraja. Apalagi, saya yang mengaku suku Toraja, tidak banyak tahu tentang cerita rakyat Toraja.

Novel ini datang 2 minggu setelah pemesanan, lengkap dengan Kaos Landorundun berwarna hitam, dan tanda tangan Rampa’ Maega, pengarangnya. (Thanks a lot, RaMa..)

Ada dua “cerita” dalam novel ini yang dikisahkan bergantian dari satu bab ke bab lain. Yang pertama adalah cerita tentang Landorundun yang asli (cerita rakyat), dan yang kedua adalah cerita tentang Kinaa Landorundun. Kedua cerita ini saling mendukung, sehingga tidaklah membingungkan pada saat membacanya.

Landorundun sendiri berasal dari dua kata Lando yang artinya panjang, dan Rundun yang artinya rambut. Cerita rakyat Landorundun sendiri memang mengisahkan tentang seorang perempuan cantik berambut sangat panjang (17 depa 300 jengkal panjangnya).  Rambut panjang milik Landorundun ini akhirnya membawa dia ke pertemuan dengan seorang bangsawan kaya dari Bugis bernama Bendurana. Kisah cinta mereka juga unik, karena melibatkan perjuangan yang berat yang harus dilakukan oleh Bendurana.

Hal yang menarik di dalam novel ini adalah penjelasan mengenai beberapa budaya Toraja, misalnya acara adat Rambu Solo’ (upacara kematian), Rambu Tuka’ (upacara kelahiran, pesta sukacita) , Mangrara Banua (masuk rumah baru), dan sebagainya. Beberapa bahasa Toraja dan dialek (logat) Toraja juga dituliskan di sana. Belum lagi pantun-pantun yang bergaya Toraja.  Beberapa lokasi di Toraja juga diangkat di sana. Hanya saja, karena saya Toraja-nya bukan di Rantepao (tapi Makale), jadinya kurang familiar dengan lokasi itu (belum pernah ke sana, hanya dengar namanya saja).

Untuk kisah Landorundun ini saya nyaris memberi bintang 5. Tapi ada satu hal yang membuat bintangnya jadi berkurang jadi hanya bintang 4. Akhir cerita tentang Kinaa Landorundun dan Ben(durana) yang ternyata masih bersaudara masih bisa diterima. Tapi ketika muncul “Landorundun ketiga”, endingnya terkesan dipaksakan. Belum lagi paragraf terakhir yang ceritanya seakan dipotong dengan terpaksa. Ohya, satu pertanyaan saya adalah, bagaimana seorang Bendurana yang berasal dari Bugis mampu berbahasa Toraja dengan baik bahkan bisa berbalas pantun (londe) dengan Landorundun? Padahal bahasa Toraja dan Bugis jauh bedanya.

Ada satu “kebiasaan” saya saat membaca sebuah novel. Sebelum membaca novel itu, saya berusaha mencari tahu latar belakang penulisnya. Biasanya saya search di internet. Syukur-syukur kalo mendapatkan blog dari penulisnya. Dari blognya, kita bisa lebih mengenal siapa sebenarnya si penulis, bagaimana kehidupan sehari-hari, atau paling tidak bagaimana cara dia menuturkan cerita di luar novel. Terkadang sering saya menemukan bahwa penulis memasukkan “kehidupannya” sebagai latar belakang karakter tokoh utama di dalam novelnya.

Begitu juga dengan Rama dan Ben(durana). Di dalam novel dikisahkan Ben adalah seorang pemuda yang berusaha menuliskan kembali cerita rakyat Landorundun di dalam blognya. Sebagai tagline blognya Ben menuliskannya seperti ini :

Ini adalah sebuah tembuni. Setiap tulisan mewakili satu sel penyusunnya yang telah terserak ke penjuru-penjuru bumi. Melahirkan perjalanan-perjalanan aksara untuk memungutinya satu persatu yang 9semoga) kelask akan menyatukannya kembali. Dan setiap perkalanan adalah pencarian untuk sebuah nama : Landorundun. (Hal 18)

Bandingkan dengan tagline dari blog milik Rama

Ini adalah sebuah tembuni. Setiap tulisan mewakili penggalan kisah hidup (dalam urutan acak) yang menginspirasi atau paling tidak berkesan. Ibarat merunut setiap sel demi sel penyusun tembuni yang telah terurai habis dimakan mikroorganisme. Setiap perjalanan dan pencarian yang telah, sedang dan akan terjadi adalah usaha untuk menyatukannya menjadi utuh kembali.

Ben adalah Rama dan Rama ialah Ben.

Anyway.. saya sangat merekomendasikan novel ini untuk dibaca jika anda tertarik untuk mengenal budaya Toraja. Ohya, kalau mau membelinya silahkan dipesan di sini. Trailernya juga ada di sini.

Good job, RaMa…


#1 Hairless


Judul buku : Hairless
Penulis : Ranti Hannah
Halaman : 308
Penerbit : Gagas Media

Tahun 2008, ketika saya sedang mengikuti diklat fungsional peneliti, salah satu tugas yang diberikan oleh pemateri adalah membuat karya tulis tentang kanker payudara. Untuk itu, kami diminta untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang kanker payudara.
Informasi yang sudah saya kumpulkan itu masih ada tersimpan dalam satu folder di laptop saya. Walaupun isinya agak “mengerikan”, tapi informasi di dalamnya sangat berharga. Informasi itu mungkin akan berguna di masa akan datang, entah untuk diri saya sendiri atau mungkin orang di sekitar saya.
Kali ini, informasi tentang kanker payudara datang lagi kepada saya dalam bentuk buku. Awal melihat buku ini adalah di websitenya Kutukutubuku. Kemudian beberapa teman juga mereviewnya di Goodreads, dan akhirnya membuat saya tertarik untuk membelinya. Dan tentu saja hasilnya tidak mengecewakan.
Ranti Hannah, penulis buku ini, ada survivor kanker payudara. Yang membuatnya menjadi “spesial” adalah karena dia mengalami kanker itu di usianya yang masih muda (hal yang jarang dijumpai pada penderita kaker payudara). Apalagi dia baru saja melahirkan seorang bayi perempuan, yang mana membutuhkan ASI dari ibunya. Ranti menceritakan ketakutannya dengan gamblang. Juga ketika dia mempersiapkan keluarganya untuk bersama-sama melawan kanker payudara tersebut.
Buku ini bukan sekedar memoar biasa. Di dalamnya sarat dengan pengetahuan tentang kanker payudara, lengkap dengan gambar-gambarnya (walaupun gambarnya kurang jelas). Beberapa istilah kedokteran dan genetika juga tertulis di sana disertai penjelasannya. Kalimat-kalimat bahasa Inggrisnya pun bisa dipahami. Ranti yang juga seorang dokter berhasil menjelaskannya dengan baik. Actually, she’ll be good as a lecturer.
Btw, selain Ranti, salah satu tokoh yang saya kagumi di dalam buku ini adalah Pandu, suaminya. He’s a great husband. Bagaimana Pandu menerima kejadian demi kejadian yang menimpa istrinya dengan kebesaran hati, membuat saya terharu. Tentu tidak mudah bagi seorang suami mendampingi istrinya yang kehilangan payudara, botak, dan berjuang untuk menghadapi kanker. While Ranti is cancer survivor, Pandu is life survivor.