~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#56 The Wind In The Willows


Judul Buku : The Wind In The Willows 
Penulis : Kenneth Graham
Halaman : 134
Penerbit : Mahda Books

The Wind In The Willows menceritakan tentang persahabatan yang terjalin antara empat hewan, yaitu Moly si Tikus Air, Ratty si Tikus Tanah, Tuan Luak dan Toady si Katak. Keempatnya memiliki karakter yang berbeda-beda. Moly selalu dipenuhi rasa ingin tahu, Ratty senang bertualang di sungai dekat rumahnya,  Toady selalu ceroboh dan tidak sabaran, sementara Tuan Luak pendiam namun bijaksana.

Cerita ini diawali dengan kisah Moly yang meninggalkan rumahnya yang kecil dan gelap di suatu musim semi yang indah. Di atas permukaan, dia bertemu dengan Ratty yang kemudian mengajaknya bertualang menggunakan perahu. Ratty mengenalkan kehidupan di tepi sungai kepada Moly. Ada begitu banyak hal yang baru diketahui oleh Moly. Moly yang dulunya merasa rumahnya di dalam tanah terasa menyenangkan, ternyata menjumpai pengalaman yang lebih menyenangkan sejak berkenalan dengan Ratty. Sejak saat itu, Moly pun tinggal di rumah Ratty.

Di musim panas, Moly ingin sekali bertemu dengan si Katak. Ratty pun mengantarkan Moly ke Puri Katak, tempat tinggal Toady si Katak. Sesampainya di sana, ternyata Toady ingin mencoba bertualang menggunakan kereta gipsi miliknya, dan mengajak Moly dan Ratty untuk ikut serta. Ratty menyetujui permintaan Toady hanya supaya Toady tidak sendirian. Menurutnya Toady sangat berbahaya jika ditinggalkan sendirian. Lagipula, perjalanan bersama Toady biasanya tidak akan berlangsung lama. Benar saja, ketika dalam perjalanan mereka bertemu dengan tut-tut si mobil balap. Perhatian Toady langsung beralih ke mobil balap tersebut, dan hal tersebut membuat kereta gipsi mereka mengalami kecelakaan.

Sifat Moly yang selalu ingin tahu juga membuatnya ingin sekali menjumpai Tuan Luak. Moly pun mengajak Ratty, tapi kali Ratty menolak.  Pada suatu musim dingin, Moly nekat menuju ke Hutan Rimba untuk menjumpai Tuan Luak. Ternyata Hutan Rimba memang menakutkan. Ada banyak suara-suara aneh. Moly sangat ketakutan. Untungnya Ratty segera datang menjemputnya. Dalam perjalanan pulang, tanpa sengaja mereka menemukan rumah Tuan Luak yang sudah tertutup salju. Beruntung bagi mereka, Tuan Luak menerima mereka dan menjamu mereka di rumahnya yang besar dan hangat.

Ketika Moly dan Ratty berjalan kembali ke rumah mereka, tanpa sengaja Moly mengenali kembali rumah yang pernah ditinggalkannya dulu. Moly ingin berhenti, tapi Ratty ingin cepat-cepat pulang ke rumahnya. Satu pelajaran moral yang saya peroleh lewat Moly adalah bahwa kemanapun kita pergi, rumah kita akan menjadi tempat kita kembali pulang. Dan pulang ke rumah sendiri itu, walaupun rumah kita kecil dan sederhana, rasanya sangat menyenangkan.
Aku tahu… rumahku kecil dan suram.. tidak seperti… tempatmu yang nyaman … atau Puri Katak yang indah…atau rumah Luak yang besar…tapi itu rumahku sendiri. (Moly – hal 51)


Namun sungguh melegakan dia punya tempat untuk pulang, rumahnya sendiri, hal-hal yang pasti membuatnya merasa diterima. Sungai adalah tempat bertualang. Di sini adalah rumahnya (Hal 57)

Petualangan Molly dan Ratty terus berlanjut. Suatu waktu mereka harus mencari Portly anak berang-berang yang hilang. Dalam perjalanan mereka mencari Portly, mereka mendengar ada suara seperti nyanyian surgawi. Ternyata suara itu berasal dari Pelindung Makhluk-Makhluk Kecil yang digambarkan sebagai sosok yang kokoh, besar, memiliki tanduk melengkung, dan senyuman yang indah. Mereka terpana melihat sosok itu, tapi bukan dengan rasa ketakutan melainkan rasa kedamaian. Mungkin begitulah rasanya jika kita “bertemu” dengan Pelindung kita. Tidak ada rasa takut, hanya damai. Dan seringkali, Pelindung itu bisa dijumpai dalam hening dan diam.

Berbeda dengan Moly dan Ratty yang menjumpai sosok Pelindung, Toady justru masuk penjara akibat ulahnya mencuri Tut-tut mobil balap. Walaupun sudah dibantu oleh anak sipir penjara untuk lolos, perjalanannya pulang ke rumah sering menjumpai hambatan. Bahkan ketika sampai di rumahnya ternyata dia harus menjumpai kenyataan bahwa rumahnya sudah ditempati oleh para Rase dan Cerpelai. Syukurlah Tuan Luak, Moly dan Ratty mau membantu Toady merebut rumahnya kembali.

The Wind in The Willows sebenarnya adalah cerita fabel untuk anak-anak, akan tetapi kisahnya tidaklah sederhana. Saya sendiri mengalami kesulitan dalam mencerna ceritanya yang menurut saya tidak mengalir. Buku ini sendiri dikategorikan dalam kategori “klasik fantasy”. Wah… untuk membaca buku fantasy saja saya harus mengerahkan pikiran, apalagi cerita klasik. Ketika saya membaca cerita ini untuk kedua kalinya barulah saya mulai memahami kisah empat sahabat ini. Untungnya buku tidak tebal, hurufnya enak dibaca, ilustrasinya indah. Saya juga suka dengan syair-syair yang ada di dalamnya. Rima-nya benar-benar pas. Buku ini juga tampak elit dengan hardcover dan pita pembatas buku. Sangat layak untuk dikoleksi. Tiga bintang untuk The Wind in The Willows.


2 comments on "#56 The Wind In The Willows"
  1. Huaaa.. Ngga sempet ngejar baca bareng buku ini.. Ceritanya bagus ya, beli ah buat dibacain ke si kecil, hehe :)

    ReplyDelete
  2. aku juga suka dengan tampilan hardcover dari buku ini #berharapawet

    tema sentral persahabatan yang bikin buku ini layak untuk dikoleksi, gimana gak seneng klo punya sahabat kayakn Ratty :D

    ReplyDelete