~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#124 Fateless


Judul Buku : Fateless
Penulis : Imre Kertész
Halaman : 423
Penerbit : Bentang Pustaka

Pada bulan Oktober ini, hasil polling BBI menetapkan bahwa untuk posting bareng adalah review buku-buku dari para pemenang Nobel Sastra. Kebetulan, saya mendapat pinjaman buku karya pemenang Nobel Sastra tahun 2002, Imre Kertész. Imre mendapatkan hadiah Nobel atas novel pertamanya yang berjudul Sorstalanság (Fateless) yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1975.  Buku yang juga masuk dalam daftar 1001 buku yang harus dibaca sebelum meninggal ini bercerita tentang pengalaman seorang anak berkebangsaan Hungaria (tetapi memiliki darah Yahudi) di masa Holocaust (pemerintahan Nazi). Tetapi, tidak seperti buku-buku dengan tema holocaust lainnya, buku ini justru melihat sisi lain dari masa kekejaman Nazi tersebut.


Dalam buku ini, yang menjadi tokoh utama adalah George Koves. Pemuda berusia 14-15 tahun ini menceritakan pengalamannya sejak dia pertama kali menghadapi kenyataan bahwa dia harus menggunakan "bintang kuning" (tanda pengenal bagi orang Yahudi), ayahnya yang harus ikut dalam kamp konsentrasi, sampai ketika dia sendiri masuk ke dalam kamp konsentrasi tersebut. Pembantaian massal, penyiksaan, dan pelecehan terhadap hak asasi manusia berlangsung di hadapannya. Tapi dari sudut pandang George semua itu adalah sebuah dunia yang wajar. Menurut George kesedihan dan kegembiraan, peristiwa demi peristiwa masing-masing punya hak yang sama untuk hadir dalam kehidupan manusia.

Ketika dia mendapat informasi bahwa nomor-nomor yang dituliskan pada kulit orang-orang di kamp adalah nomor telepon surga, George menerima hal itu walaupun dengan perasaan heran. Atau ketika dia diberitahu bahwa bangunan bercerobong yang mengeluarkan aroma "sup kental" itu adalah krematorium untuk orang-orang yang terkena penyakit tertentu, George hanya berpikir, "epidemi apa yang terjadi di tempat ini sehingga membutuhkan begitu banyak ruangan bercerobong?". Tidur beralaskan jerami dan kain kanvas tua bisa membuat George bermimpi indah (bahkan menyebutnya sebagai masa keemasan). Dan ketika di satu waktu George mengalami penyakit kulit yang menyebabka dia harus dipindahkan dari kamp ke rumah sakit , dia malah mengatakan
aku ingin sekali bisa hidup lebih lama di kamp konsentrasi yang indah ini!
 George tinggal di kamp konsentrasi selama kurang lebih satu tahun lamanya. George beruntung (atau malah sial baginya) bisa dapat pulang dan menemukan kembali keluarga besarnya. Ketika dia diwawancarai oleh sebuah surat kabar yang "menuntut" dia untuk menceritakan kekejaman yang terjadi di kamp, George malah bersikukuh bahwa apa yang dialaminya itu adalah hal yang biasa.

Walaupun novel ini dituliskan dalam gaya bernarasi yang sedikit membosankan karena kurangnya dialog, tetapi melihat kamp konsentrasi dalam pandangan yang berbeda memberikan pengalaman baru bagi saya.  Melalui buku ini saya juga belajar bahwa apapun cara pandang kita, meski itu berbeda dengan orang kebanyakan, hal itu bukanlah masalah. Tidak heran jika penulisnya mendapatkan hadiah Nobel, sesuai dengan kutipan berikut ini

The Nobel Prize in Literature 2002 was awarded to Imre Kertész "for writing that upholds the fragile experience of the individual against the barbaric arbitrariness of history".

Fateless sendiri sudah pernah difilmkan pada tahun 2005 dengan judul yang sama, dimana Imre Kertész yang menulis screenplay-nya. Filmnya menjadi special presentation di beberapa ajang film internasional antara lain Berlin Film Festival 2005, Toronto International Film Festival, Chicago International Film Festival 2005, dan  AFI Los Angeles Film Festival 2005.

Imre Kertész


Lahir di Budapest pada 9 November 1929. Karena dalam tubuhnya mengalir darah Yahudi, dia dideportasi ke Auschwitz lalu ke Buchenwald, dan dibebaskan pada tahun 1945. Sekembalinya ke Hungaria, dia bekerja pada sebuah surat kabar Budapest, Vilagossag, pada 1948 namun dipecat pada 1951 ketika perusahaan itu menganut ideologi partai. Setelah dua tahun menjalani dinas militer, dia mencari nafkah sebagai penulis lepas dan penerjemah karya para pengarang Jerman seperti Nietzsche, Hofmannsthal, Schintzler, Freud, Roth, Wittgenstein dan Canetti yang semuanya memiliki pengaruh dalam karya-karyanya sendiri.

pada 1975, novel pertamanya, Sorstalanság (Fateless, 1992) dipublikasikan. Karya ini didasarkan pada pengalamannya di Auschwitz, Buchenwald dan Zeitz. Bagaimanapun juga, Kertész menyatakan bahwa dia menggunakan gaya novel autobiografis, tetapi karya itu sendiri bukanlah autobiografi. Awalnya tidak ada yang mau menerbitkan Sorstalanság, dan ketika diterbitkan hanya mendapatkan sambutan dingin. Sebenarnya novel ini mempunyai kelanjutannya pada dua buku berikutnya yaitu A kudarc (Fiasco, 1988) dan Kaddis a meg nem szuletettett gyermekert (Kaddish dor a Child not Born, 1997).

Setelah kericuhan politik di Hungaria pada 1989, Kertész malah sering tampil di depan publik. Penghargaan Nobel di bidang Sastra pada tahun 2002. Selain itu dia juga dianugerhai The Bradenburger Literaturpreis (1995), The Leipziger buchpreis zur Europaischen Verstandigung 91997) dan The WELT-Literaturpreis (2000).


Terima kasih untuk @chrissst yang sudah meminjamkan bukunya :)

Bangga Menjadi Blogger Buku

Saya mengenal dunia blog sejak tahun 2006. Waktu itu masih bikin blog di Friendster. Isinya macam-macam, kayak nulis di buku harian. Tahun 2008, saya pindah ke Wordpress. Isinya (masih) macam-macam. Kadang curhat, kadang review film, kadang review buku. Karena blog, saya jadi punya banyak teman di dunia maya yang kemudian jadi teman di dunia nyata :) Pokoknya merasa gaul deh karena jadi blogger.

Menjadi blogger, salah satu "kewajibannya" adalah blogwalking. Lewat blogwalking, saya jadi tahu kalao ada jejaring sosial bernama Goodreads, yang dikhususkan untuk hal-hal perbukuan. Sempat bikin account di tahun 2009, trus dihapus karena terbengkalai juga. Tapi ketika makin rajin mengikuti postingan di blognya mbak Fanda dan Mia, akhirnya saya memutuskan mengaktifkan kembali account Goodreads.

"Main-main" di Goodreads itu menyenangkan. Salah satunya, saya jadi bisa tahu saya sudah baca apa saja. Berhubung hobby saya yang masih menetap dari kecil sampai sekarang itu membaca, saya jadi serasa ketemu satu dunia yang mengakomodasi hobby saya ini. Dari Goodreads, ketemu dengan yang namanya Blogger Buku Indonesia dari daftar yang dibuat oleh mas Tanzil. Satu per satu link-nya saya buka, dan saya semakin takjub. Ada ya orang yang betah bikin blog isinya review buku... Ketika mau mendaftarkan diri, ternyata syaratnya harus punya blog (khusus tentang)  buku. Pengen sih.. tapi ntar ga keurus gimana? Atau kalau postingannya malas-malasan gimana?

Pertengahan tahun 2011, akhirnya saya meniatkan untuk membuat satu blog buku, biar bisa bergabung dengan Blogger Buku Indonesia. Motivasi lain bikin blog buku supaya saya belajar menulis review, biar habis membaca satu buku itu ada kenang-kenangannya. Semalaman saya mengumpulkan review-review buku dari blog pribadi dan dipindahkan ke blog buku itu. Setelah jadi, saya mendaftar dan keterima menjadi anggota ke-100 (pada daftar link-nya). Wuih... senang banget saat itu bisa keterima.

Senangnya ga berhenti setelah keterima itu. Kenalan dengan teman-teman yang punya hobby sama, ikut Secret Santa, dapat buku gratis, dapat pinjaman buku, ikut event-event giveaway (walaupun jarang menang :D ). Susahnya ya cuman satu aja... harus disiplin dalam menulis review.

Trus kenapa saya bangga menjadi seorang Blogger Buku? Tanpa mengecilkan arti dari blogger lainnya, menurut saya seorang blogger buku itu pasti orang yang istimewa. Membaca buku... siapa saja pasti bisa. Tapi menuliskan kembali isi sebuah buku (tanpa spoiler) itu tidak mudah. Dan tidak banyak orang yang mau meluangkan waktunya untuk itu. Kebanggaan saya yang lain adalah saya jadi punya identitas. Saya bukan sekedar blogger. Saya bisa menghasilkan sesuatu dari hobby saya. Dan yang terutama, saya mendapatkan "rumah" dan "keluarga" yang sama-sama mencintai buku di seluruh Indonesia.


Dan benar saja, setelah punya dua blog, saya jadi lebih sering meng-update blog buku dibandingkan blog pribadi tadi. Saya memang ga bisa mendua... hihi


*postingan ini dibuat dalam rangka Hari Blogger Nasional (27 Oktober)

#123 Pushing The Limits


Judul Buku : Pushing The Limits
Penulis : Katie McGarry
Halaman : 416 (ebook)
Penerbit : Harlequin Teen

Hidup Echo Emerson tidak pernah normal sejak kematian kakaknya. Ayahnya berselingkuh dengan pengasuhnya.  Ibunya yang menderita penyakit bipolar sehingga harus mengandalkan pengaruh obat untuk membuatnya tetap sadar. Puncaknya ketika dia terbangun di rumah sakit dengan sekujur tubuh penuh luka-luka, sementara dia tidak mengingat apa yang terjadi pada malam "itu". Yang tersisa hanyalah bekas-bekas luka parut di lengannya, dan larangan untuk menemui ibunya. Tidak ada yang tersisa. Ayahnya melarangnya untuk meneruskan bakat melukisnya (salah satu bakat yang diwariskan oleh ibunya, selain mata hijau dan rambut ikal merah). Echo menutup dirinya, dan meninggalkan sahabat serta pacarnya.

Noah Hutchins mengalami masa yang sulit dimulai ketika rumah tempat tinggalnya terbakar, dan menewaskan kedua orang tuanya. Bersama kedua adiknya, Jacob dan Tyler mereka arus hidup di bawah pengawasan orang tua asuh. Tetapi kemudian mereka dipisahkan ketika Noah melakukan pemukulan terhadap orang tua asuhnya, dan dianggap tidak mampu mengasuh adik-adiknya. Jacob dan Tyler kemudian diasuh oleh keluarga lain. Sekarang tujuan hidup Noah hanya satu, mengambil adik-adiknya dan mengasuh mereka kembali.

Keduanya kemudian dipertemukan oleh Mrs. Collins, pengawas sosial di sekolah mereka. Karena Noah tidak lulus dalam beberapa mata pelajaran, Echo diminta menjadi tutornya. Sebagai imbalannya, Echo akan mendapatkan sejumlah uang yang ingin digunakannya untuk memperbaiki mobil kakaknya. Sejak pertemuan pertama, baik Echo maupun Noah mulai tertarik satu sama lain. Hanya saja Noah yang kasar membuat Echo segera menjauh.

Konflik yang dihadapi Echo dan Noah serupa tapi tak sama. Kedua ingin hidup normal dan memiliki keluarga yang utuh. Echo menghadapi masalah dimana kakaknya dan ibunya meninggalkannya, sementara ayahnya lebh mengutamakan istri barunya. Sedangkan Noah menghadapi masalah untuk mendapatkan hak asuh kedua adiknya. Di sisi lain Echo ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya pada malam "itu", sementara Noah ingin mengetahui tentang keluarga yang saat ini mengasuh adiknya.

Awal membaca buku ini saya sedikit pesimis ceritanya biasa-biasa saja. Seorang gadis jatuh cinta pada bad boy, keluarga berantakan, masalah popularitas di sekolah. Tetapi di tengah-tengah buku ini saya mendapati bahwa konfliknya tidak sesederhana itu. Buku ini bercerita soal menentukan pilihan, termasuk ketika menghadapi persoalan di dalam keluarga. Ada egoisme, penghianatan, kejujuran yang menyakitkan, bahkan ketika harus melepaskan impian demi orang yang disayangi. Saya mendapati mata saya berkaca-kaca saat Jacob mengatakan bahwa Noah adalah pahlawannya (lebih hebat daripada Batman) atau ketika Echo mengetahui bahwa ayahnya selalu menempatkannya di posisi kedua pada saat dia benar-benar hanya mengandalkan ayahnya. Perasaan saya teraduk-aduk dan ada banyak pertanyaan "mengapa", yang dijawab oleh Katie Mcgarry satu per satu hingga di akhir cerita.



#122 Take A Bow


Judul : Take A Bow
Penulis : Elizabeth Eulberg
Halaman : 288 (ebook)
Penerbit : Point


"My life has been one big audition.”
 Inilah yang dihadapi oleh empat orang remaja: Carter, Sophie, Emme dan Ethan. Keempatnya bertemu saat menghadapi audisi untuk menjadi siswa di New York High School of the Creative and Performing Arts (CPA). Carter, yang adalah seorang artis tidak mengalami kesulitan masuk ke dalam departemen drama. Begitu juga dengan Ethan yang dijuluki "the choosen one" diterima dalam departemen komposisi musik. Sophie, artis cilik Brooklyn, dengan mudah masuk ke dalam departemen vokal berkat lagu ciptaan Emme. Emme sendiri memilih masuk ke departemen komposisi musik dengan alasan dia harus mendampingi Sophie mencapai impiannya.

Keempatnya mulai menjalani kehidupan remaja mereka sekaligus mencapai impian mereka dalam dunia seni. Di antara keempatnya, Sophie adalah yang paling berambisi. Dia sudah punya rencana besar untuk masa depannya, menjadi seorang artis besar. Untuk itu dia harus mendapatkan semua kesempatan di CPA, agar dia bisa dilirik oleh para pencari bakat. Apapun dilakukannya untuk impiannya itu, termasuk menjadi pacar Carter demi "mencuri" sedikit ketenaran Carter sebagai batu loncatan. Juga memanfaatkan Emme menciptakan lagu-lagu untuknya, karena dia tahu lagu-lagu milik Emme selalu memberikan penampilan terbaik untuknya.

Emme sendiri adalah seorang gadis yang kurang percaya diri. Dia selalu memilih berada di belakang layar, menjadi pendukung ketenaran sahabatnya, Sophie. Tapi berhubung mereka berada di departemen yang berbeda, Emme harus mencari teman. Dia mendekati Ethan, dan dalam sekejap dia juga berkenalan dengan Jack dan Ben. Keempatnya membentuk band bernama Teenage Kicks. Bersama band ini, Emme menemukan eksistensi dirinya.

Ethan "the choosen one" tidak pernah kesulitan dalam menghadapi setiap audisi. Di band-nya dia juga menjadi front-man yang dipercayai oleh teman-temannya karena suaranya yang indah. Sayangnya untuk membuat lagu-lagu yang bagus dia seringkali melukai dirinya sendiri dengan cara mabuk-mabukan dan berselingkuh. Di satu titik, semua anggota band Teenage Kicks mulai gerah dengan tingkah laku Ethan. Hingga Emme, yang dikenal penyabar, meledak di hadapan Ethan. Walaupun Ethan akhirnya berubah, tapi ada jarak yang tercipta antara Emme dan Ethan.

Konflik mulai muncul ketika mereka berada di kelas senior. Sebentar lagi ada beberapa penampilan dan audisi yang harus mereka lakukan. Dan hanya orang-orang terpilih yang akan tampil di acara-acara tersebut. Belum lagi tugas akhir dan audisi masuk ke universitas, juga persoalan pribadi masing-masing yang menambah beban. Carter yang mulai jenuh dengan dunia aktingnya, Sophie yang belum juga mendapatkan "big spotlight", Ethan dan Emme yang harus menghadapi konflik di antara mereka.

Saya menyukai naik-turunnya konflik dalam buku ini dan bagaimana masing-masing menyelesaikan konflik tersebut. Uniknya, karena diceritakan dalam sudut pandang empat orang yang berbeda (Carter, Sophie, Emme dan Ethan) menambah kekayaan rasa dari buku ini. Meskipun demikian, kehadiran para tokoh pendukung tidak lantas kehilangan arti. Saya paling suka dengan anggota band Teenage Kicks, Jack yang sangat percaya diri, lucu, dan selalu menjadi ice breaker di tengah teman-temannya.

Buku ini bukan hanya sekedar cerita remaja biasa, dari buku ini saya belajar mengenai mengejar mimpi, persahabatan, pengkhianatan, dan kepercayaan diri. Saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca oleh semua remaja. Ohya... jangan kuatir, buku ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Bentang Belia.




#121 Fifty Shades of Freed



Judul Buku : Fifty Shades of Freed
Penulis : E.L. James
Halaman : 448 (ebook)
Penerbit : The Writer's Coffee Shop Publishing House

Setelah buku kedua selesai saya baca, saya melanjutkan membaca buku ketiga sekaligus yang terakhir dari trilogi Fifty Shades yang fenomenal ini. Sebenarnya lebih ke penasaran saja bagaimana hubungan Christian dan Ana pasca pernikahan, yang diceritakan di buku ketiga ini.

Diawali dengan honeymoon  yang mewah di Eropa, sepertinya cinta antara Christian dan Ana semakin mantap saja.  Ada banyak "I love you", "yours, dan  "mine" yang bertebaran di buku ini. Padahal sebenarnya Christian masih menyimpan banyak rahasia dari Ana, disamping Christian masih belum bisa menerima kalau dia dicintai oleh orang-orang di sekitarnya, termasuk oleh Ana. Jadi Christian itu menganggap Ana sebagai miliknya, dan kalau dia ditinggalkan Ana dia jadi ga bisa ngapa-ngapain, tapi ga bisa yakin kalo Ana cinta sama dia. Aneh kan? Biarpun Ana sudah bersumpah kalau dia tidak akan meninggalkan Christian apapun yang terjadi.

Dan setelah menikah, Christian makin posesif saja. Apalagi ketika dia mendengar kabar ada kebakaran yang disengaja di kantornya, Christian makin meningkatkan keamanan untuk Ana. Nggak tanggung-tanggung, Ana harus dikawal oleh pengawal yang dipilih langsung oleh Christian. Dan bukan hanya Ana, semua keluarga Greys mendapatkan perlakuan yang sama, sampai-sampai Mia dan Grace (ibunya Christian) jadi kesal. Christian berbuat demikian karena si pelaku pembakaran, Jack Hyde (mantan bos-nya Ana) menyimpan file khusus di komputernya yang menyangkut keselamatan keluarga Greys.

Di tempat kerjanya, Ana mendapatkan promosi naik pangkat menggantikan Jack Hyde. Sebenarnya Christian ga mau Ana kerja, tapi Ana ngotot mau kerja sebagai impiannya. Jadinya Christian membeli penerbitan tempat Ana kerja, dan berencana membuatnya menjadi Greys Publisher, yang nantinya akan dipimpin oleh Ana. Ana shock.. merasa Christian terlalu ikut campur dalam kariernya. Sempat bertengkar, tapi akhirnya berdamai juga (ehm.. di dalam kamar).

Ngomong-ngomong soal adegan kamar, di buku ketiga ini paling hot menurut saya. Dan lebih banyak (lagi) vanilla-nya. Kalaupun ada adegan BDSM, itu karena Ana yang minta, ataupun karena Christian mau "menghukum" Ana karena ga mau mendengar apa yang dia minta. Saking seringnya ber-adegan kamar (eh.. ga hanya di kamar aja sih.. di yacht dan di dalam mobil juga), Ana sampai lupa kalau jadwal suntikan pencegah kehamilannya udah lewat. Seandainya ga bertemu dengan Dr. Greene, dia ga bakalan tahu kalau dia hamil.

Yup.. si Ana hamil. Meskipun Ana belum menginginkan anak seperti halnya Christian (dan mereka pernah ngomongin soal itu), Ana tetap mau mempertahankan bayinya. Tapi begitu dia ngasih tahu Christian, Christian marah besar. Dia sampai memaki Ana dan bilang kalau Ana ga becus karena mengingat jadwal suntikan aja ga sanggup. Christian ngamuk-ngamuk sampai mabuk (padahal Christian benci mabuk).

Urusan dengan Jack Hyde ternyata masih berlanjut. Karena ga bisa mendekati Ana, Jack Hyde menculik Mia, saudaranya Christian dan memeras Ana untuk menyediakan uang sebesar lima juta dollar dalam waktu 2 jam atau si Mia diperkosa dan dibunuh. Karena masih marahan dengan Christian (dan tentu saja ga mau mencelakakan Christian), Ana memilih bertindak sendiri. Walaupun Mia selamat, Ana mengalami luka parah karena dipukuli dan ditendang oleh Jack Hyde. Trus gimana dong dengan bayinya? Gimana juga dengan keluarganya? Apakah dia harus meninggalkan Christian yang tidak mau menerima anaknya sendiri? Hehe... ga mau spoiler ah.. baca saja sendiri :D

Yang pasti buku ketiga ini jauh lebih manis daripada buku sebelumnya. Sesuai judulnya yang Fifty Shades of Freed, ada banyak hal yang terbuka di buku ini, termasuk rahasia masa lalu Christian yang membuatnya menjadi dominan, control freak, dan posesif.



Bicara soal covernya, ternyata buku ketiga ini ada yang diterbitkan dengan cover berbeda (bukan gambar borgol seperti di atas), yaitu dengan gambar liontin kunci. Kalau yang borgol, mungkin masih mau memperlihatkan sisi dominant dari Christian (disamping dalam buku ini setiap Christian dan Ana beradegan BDSM selalu melibatkan tangan/kaki yang terikat, entah oleh borgol atau tali).  Sementara yang bergambar kunci, itu adalah hadiah ulang tahun Ana dari Christian, sebuah gelang dengan liontin bermacam-macam yang masing-masing menggambarkan lokasi/peristiwa penting dalam kisah cinta mereka. Nah kunci itu kalo kata Christian adalah "a key to my heart and my soul" #eaaa... (btw, ada juga liontin ice cream cone yang katanya itu artinya ice cream vanilla -- tahu kan maksudnya?? :D ).

Saya ngasih (lagi-lagi) bintang tiga untuk buku ketiga ini. Ada adegan terakhir di bagian epilog yang memperlihatkan sisi Christian yang lain, yang melengkapi semua Fifty Shades of Greys.



#120 Fifty Shades of Darker


Judul Buku : Fifty Shades of Darker
Penulis : E. L. James
Halaman : 395 (ebook)
Penerbit : The Writer's Coffee Shop Publishing


Penasaran dengan kelanjutan kisah Ana Steele dan Christian Grey di Fifty Shades of Grey, saya lanjut membaca buku kedua, Fifty Shades of Darker. Walaupun sempat tertunda kurang lebih dua bulan, akhirnya saya bisa selesai membacanya di weekend kali ini. Dan hasilnya… lumayan. Ada rasa yang berbeda dari buku pertama.

Jadi di akhir buku pertama, Ana memutuskan untuk meninggalkan Christian, karena merasa tidak bisa menjalani apa yang diminta Christian. Yah, soalnya Ana jatuh cinta sama Mr. Grey ini, tapi Mr. Grey kan maunya Dom-Sub aja. Jadinya mereka berpisah. Tiga hari kemudian, Ana menjalani hari pertama bekerja di sebuah penerbitan seperti impiannya. Sepulang dari kerja, masih merindukan Christian, Ana menerima paket berupa buket mawar putih dalam sebuah kotak dari Christian. Bukan hanya itu, Ana juga menerima email dari Christian (masih dengan signature CEO, Grey Enterprises Holdings Inc.), yang berisi ajakan untuk menghadiri pameran foto Jose. Dan si Ana mau aja ditemani sama Christian.

Dengan menaiki Charlie Tango, helikopter milik Christian, mereka berdua pergi ke pamerannya Jose. Di sana, ada foto-foto Ana dalam ukuran besar. Terdorong oleh rasa cemburunya, Christian memborong semua foto-foto itu. Dan di akhir acara "jalan-jalan" itu, Ana dan Christian berdamai setelah saling mengakui bahwa mereka masih saling menyukai.

Yang berbeda dari buku pertama, di buku kedua ini Christian lebih vanilla dan menolak sama sekali untuk berperan dalam Dom-Sub lagi. Kali ini Christian tidak menganggap Ana sebagai Sub-nya. Dia mengakui, ketika Ana memutuskan untuk meninggalkan dia, dia merasa sangat kehilangan. Jika Ana tidak bisa menjadi Sub-nya Christian lagi, maka Christian pun tidak mau lagi bertindak sebagai Dominant. Bahkan Christian menolak menggunakan Red Room of Pain (padahal Ana justru pengen lagi :) ).

Yang menjadi masalah dalam hubungan Christian-Ana kali ini adalah kehadiran Leila, salah satu ex-sub-nya Christian, dan Elena, si Mr. Robinson yang dulunya mengajarkan Dom-Sub lifestyle kepada Christian. Leila yang masih mencintai Christian mengincar Ana, ga terima kenapa Christian memperlakukan Ana berbeda daripada Sub yang lain. Hal serupa juga dipertanyakan oleh Elena, yang menganggap ga mungkin Christian bisa berubah dan memiliki kekasih. Cara Christian menghadapi kedua wanita dari masa lalunya itu yang membuat Ana cemburu dan mempertanyakan keseriusan Christian dalam hubungan mereka.

Yang masih sama dengan buku pertama, pada buku kedua ini Ana masih ditemani oleh the subconscious  dan the inner goddess-nya, masih sering ngumpat pake holy dan crap, masih malas makan dan terus menerus disuruh makan oleh Christian, masih gigit-gigit bibir yang bikin Christian horny.  Christian masih saja memanjakan Ana dengan barang-barang mewah, masih terus kirim-kirim email dengan signature khasnya. Dan tentu saja... masih penuh dengan adegan kipas :D

Di buku kedua ini, juga terungkap kenapa Christian menyukai wanita berambut brunette untuk dijadikan Sub, mengapa Christian ga mau disentuh oleh Ana, dan mengapa Christian menjuluki dirinya Fifty Shades. Well... sedikit spoiler, buku kedua ini lebih manis dan tidak sesadis buku pertama.  Tiga bintang untuk Fifty Shades of Darker.



#119 Di Antara Dua Hati


Judul Buku : Di Antara Dua Hati
Penulis : Emily Giffin
Halaman : 448
Penerbit : Esensi (Erlangga Grup)

Melihat judulnya, bisa ditebak buku bercover sederhana tapi manis ini akan bercerita tentang seseorang yang mendua. Dan setelah membacanya, memang ada dua wanita dalam hidup seorang dokter ahli bedah plastik bernama Nick Russo. Mereka adalah Tessa Russo, istrinya dan Valerie Anderson, ibu dari pasiennya.

Nick dan Tessa telah mempunyai dua orang anak, Ruby dan Frank. Sejak kelahiran Frank, Tessa semakin sulit menjalani hari-harinya sebagai seorang pengajar Bahasa Inggris dan sebagai seorang istri sekaligus ibu. Untuk itu Tessa berhenti bekerja. Nick tidak keberatan, apapun itu demi kebahagiaan Tessa. Maka dimulailah hari-hari Tessa sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi segala hal di rumahnya. Mulai dari makanan hingga ke sekolah anak-anaknya. Tessa pun berusaha memahami pekerjaan Nick yang selalu meminta perhatian lebih, bahkan di tengah acara makan malam merayakan hari jadi pernikahan mereka. Di saat itulah Nick bertemu dengan Valerie Anderson.

Charlie, anak Valerie, menderita luka bakar tingkat tiga pada bagian wajah dan tangan kirinya. Sebagai ahli bedah, sudah menjadi tugas Nick menolong anak itu. Tetapi tanpa disadari oleh Nick, dia semakin dekat dengan Charlie, dan kemudian menjadi dekat dengan ibu anak itu. Meskipun Valerie adalah seorang wanita single parent yang terlihat kuat, ternyata dia menjadi lemah ketika harus menghadapi kejadian yang menimpa anaknya seorang diri.

Insting Tessa mengatakan ada yang salah dengan suaminya. Ketika suaminya mulai lebih sering menarik diri. Bahkan saat Nick tidak punya waktu untuk melihat formulir pendaftaran sekolah anak mereka, tapi masih sempat untuk makan malam di kedai burger hingga pulang larut malam dan melewatkan waktu untuk anak-anaknya. Ketika dia menemukan SMS dari seseorang di BlackBerry suaminya, insting itu semakin menguat. Hanya saja Tessa meyakinkan dirinya bahwa Nick tidak mungkin berselingkuh darinya.

Cerita dengan tema perselingkuhan seperti ini sudah seringkali diangkat dalam buku maupun film, tapi jarang sekali menampilkan dua sisi dari perselingkuhan itu secara bersama-sama. Di buku ini, perselingkuhan Nick dikisahkan melalui sudut pandang Tessa dan Valerie secara bergantian (yang cukup adil menurut saya, walaupun saya agak "berat" ke Tessa). Dari tuturan kedua orang ini, saya bisa melihat bahwa Nick Russo yang digambarkan sebagai ahli bedah ternama, tampan, dan hebat ini mengalami kebimbangan menentukan sikapnya di antara dua hati milik Tessa dan Valerie.  Kisah yang menghangatkan hati sekaligus memberikan pelajaran penting untuk saya.

“It always takes two. For relationships to work, for them to break apart, for them to be fixed.”
 Seperti nasihat ayah Tessa, bahwa pernikahan itu lucu, rumit dan misterius. Tidak seharusnya suatu pernikahan didefinisikan dari satu perbuatan saja. Bahkan jika itu adalah perbuatan terburuk sekalipun.



#118 The Naked Traveler 4


Judul Buku : The Naked Traveler 4
Penulis : Trinity
Halaman : 272
Penerbit : B-First

Setelah mengoleksi buku The Naked Traveler 1-3, plus langganan postingan blognya mbak Trinity, saya harus punya buku The Naked Traveler (TNT) 4 ini. Makanya saya bela-belain PO, demi mendapatkan buku TNT 4 yang ditanda tangani oleh mbak Trinity langsung.  Masih sama dengan buku TNT sebelumnya, TNT 4 juga adalah kumpulan kisah perjalanan mbak Trinity keliling Indonesia dan keliling dunia. Tapi TNT 4 bukan hanya berisi kisah belaka, ada juga tips-tips untuk melakukan perjalanan.

Yang saya suka dari ceritanya mbak Trinity adalah kejujurannya. Yang jelek dibilang jelek, yang bagus dibilang bagus. Berbeda dengan buku-buku bertema travelling lainnya yang biasanya hanya menceritakan sisi bagusnya saja. Contohnya di cerita pertama Disiksa Kurisi, mbak Trinity menceritakan penderitaannya untuk menikmati indahnya kepulauan Raja Ampat. Untuk mencapai tempat itu, dia harus naik kapal kargo pengangkut kendaraan yang dipakai untuk "mengangkut" penumpang. Bukan hanya satu dua orang penumpang, tapi puluhan bahkan mungkin ratusan penumpang. Kebayanglah sesaknya, apalagi yang jualan makanan terbatas dan perjalanan ditempuh dalam waktu 15 jam. Atau juga pada cerita perjalanan ke Dayak, dimana mbak Trinity Dipalak Anak Kecil hanya untuk bisa berfoto bersama :)

Di antara banyak cerita dalam buku TNT 4, saya paling suka dengan cerita Reuni Bersama Tezar. Soalnya si Tezar ini pernah diceritakan di TNT 2 dan di buku Duo Hippo Dinamis. Kalau dulunya Tezar itu "miskin keparat", sekarang dia sudah jadi artis. Tapi bersama Tezar, tetap saja nyerempet ke ganja :mrgreen:

Walaupun sebagian kisah dalam buku ini sudah pernah diterbitkan di blognya, tapi buku ini tetap sangat layak untuk dikoleksi, bahkan (bagi saya) bisa jadi panduan jalan-jalan yang asyik. Dan seperti biasa, sehabis membaca TNT bawaannya selalu pengen travelling. Hmm.. sudah kena "virus" Trinity nih :)