~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#151 Masa Elir


Judul Buku : Masa Elir
Penulis : Hans J. Gumulia
Halaman : 283
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Masa Elir merupakan buku kedua dari Trilogi Elir. Sudah cukup lama sejak saya membaca buku pertama, Takdir Elir. Kalau di buku pertama kita berkenalan dengan kelima tokoh Pahlawan Elir (Rozmerga, Liarra, Sigmar, Althor dan Xaliber), maka di buku kedua ini kita akan melihat kisah perjalanan mereka yang terlempar ke masa lalu demi menyelamatkan Benua Elir.

Jadi dikisahkan di akhir buku pertama bahwa kelima orang tersebut bertemu dengan membawa masing-masing senjatanya (kecuali Rozmerga yang belum menemukan senjata pusaka-nya). Sigmar memiliki belati Sylia, Liarra dengan busur panah Valuminaire, Althor dengan pedang besar Valdin, serta Xaliber dengan tombak Krieger. Ketika keempat senjata itu dipersatukan, kelimanya kemudian terlempar ke masa lalu, dan berhadapan dengan fakta bahwa mereka harus mengalahkan Gottfried untuk mendapatkan senjata kelima.

Perjalanan mereka tidak mudah, tentu saja. Selain harus menyamarkan diri agar tidak terlihat seperti dari masa depan, mereka juga harus mempersiapkan dan menemukan jalan untuk bertarung  dengan Gottfried. Soal bertarung, baik Rozmerga, Althor dan Xaliber tidak menemukan masalah, karena sedari kecil mereka sudah dipersiapkan menjadi kesatria. Liarra yang seorang frameless berdarah murni juga tidak mengalami kesulitan untuk beradaptasi. Satu-satunya yang merasakah ada masalah dalam bertarung adalah Sigmar. Bukan saja senjatanya yang hanya berupa belati, tetapi dia harus menerima tempaan keras dari keempat temannya.

Kalau di buku pertama saya suka dengan Liarra yang mampu menguasai alam, di buku kedua saya justru menyukai Sigmar yang lucu dan sedikit polos. Walaupun berdarah setengah frameless tetapi darah manusianya yang lebih dominan membuat Sigmar sering bertindak ceroboh dan mengeluarkan kata-kata tanpa berpikir. Tapi otak Sigmar yang cerdas itu yang membuat mereka nantinya menemukan jalan menuju Gottfried.

Dalam perjalanan mereka, kelima Pahlawan Elir ini berusaha sebaik mungkin agar tidak mengubah sejarah di masa depan. Dan berbekal apa yang mereka ketahui di masa depan itulah mereka mencoba mengulangi sejarah yang sudah tertulis. Hanya saja ada bagian dari sejarah itu yang terlupakan, dan ternyata memegang peranan penting dalam keberhasilan mereka di masa lalu ini. Apakah kelimanya berhasil mengalahkan Gottfired dan membuka kunci menuju masa depan? Lantas senjata apa yang sudah dipersiapkan untuk Rozmerga?

Jika dibandingkan dengan buku pertama, maka saya akan menambahkan satu bintang lagi untuk kisah di buku kedua ini. Selain ada begitu banyak peristiwa yang semakin memperjelas latar belakang kelima tokoh utama, interaksi antar kelima Pahlawan Elir ini yang membuat saya menikmati buku ini. Rozmerga yang selalu sinis pada tingkah laku Sigmar ternyata bisa juga menerima pendapat Sigmar di saat-saat penting. Althor yang selalu dianggap sebagai pemimpin di antara mereka, bisa tersipu-sipu malu ketika diminta merawat Liarra yang terluka. Sementara Xaliber yang pendiam dan nyaris tanpa ekspresi ternyata adalah seorang yang bijaksana ketika dihadapkan pada sejarah masa lalunya. Di balik fakta bahwa mereka adalah pahlawan penting bagi Elir, mereka berlima adalah sosok yang bisa terpuruk, terluka, bahkan bagi frameless seperti Rozmerga dan Liarra juga tidak selamanya akan tampil kuat. Kelimanya belajar menyisihkan ego masing-masing dan mempercayakan diri kepada teman-temannya dalam satu tim. Saya semakin penasaran dengan kelanjutan perjalanan kelima Pahlawan Elir ini, dan bagaimana nasib mereka jika perjalanan itu sudah selesai. Semoga buku ketiga tidak lama terbitnya. Ohya, di buku pertama covernya kan Sigmar dan Liarra, trus di buku kedua ini ada Althor dan Xaliber. Kira-kira di buku ketiga nanti Rozmerga sama siapa ya? :D



Be First to Post Comment !
Post a Comment