~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#211 Catatan Musim


Judul Buku : Catatan Musim
Penulis : Tyas Effendi
Halaman : 280
Penerbit : Gagas Media

Ini adalah kisah dua orang yang selalu menantikan hujan di kota Bogor pada sore hari. Karena adanya hujan itu, Tya dan Gema berdua bisa berteduh di sebuah shelter di seberang Gereja Katedral Bogor. Keduanya menanti dengan hingga lonceng gereja berbunyi dan mereka berdua pulang ke rumah masing-masing. Tya dengan novelnya, Gema dengan kanvas atau buku sketsanya. Pertemuan sederhana yang membawa kesan bagi keduanya, hingga akhirnya mereka saling berkenalan.

Tya mengamati Gema yang selalu datang ke shelter itu dengan tertatih. Menurut Gema, kaki kirinya sakit karena ada luka akibat serpihan kayu. Keduanya tidak menyangka luka itu membawa perubahan besar dalam hidup mereka,khususnya bagi Gema. Luka itu berubah menjadi sel-sel kanker, Ca epidermoid (kanker kulit). Akibatnya kaki Gema harus diamputasi. Sejak itu Gema selalu menghindari Tya, dan akhirnya memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke Perancis. Kepergian Gema, membawa luka di hati Tya. Tya menyadari dia mencintai Gema. Akhirnya Tya mencari cara untuk menyusul Gema ke Perancis. Sebuah beasiswa membuat Tya bisa berangkat ke Perancis. Namun pertemuannya dengan Gema tidak semudah yang dia bayangkan. Butuh waktu kurang lebih 2 bulan sehingga akhirnya mereka bertemu. Apakah pertemuan itu membawa akhir kisah yang bahagia untuk keduanya? Tentu saja ceritanya tidak berakhir di situ. Masih ada banyak peristiwa yang terjadi antara keduanya.

Novel ini adalah pilihan terakhir saya dalam paket #UnforgotTEN dari Gagas Media. Saya memilihnya karena buku lainnya sudah pernah saya baca. Melihat rating bintang 3 di Goodreads, saya berharap novel ini bisa saya nikmati. Kenyataannya, saya tidak bisa mengatakan kalau saya menyukai novel ini.

Pertama, saya pernah tinggal di Bogor dan saya tahu persis letak Gereja Katedral Bogor. Kalau dalam novel ini digambarkan Tya sering berteduh sepulang dari kampus di shelter depan gereja. Setahu saya, di sekitar tempat itu tidak ada kampus, apalagi yang mempunyai jurusan Sastra Inggris seperti jurusan yang diambil oleh Tya.

Kedua, soal luka di kaki Gema yang akhirnya menjadi kanker. Saya sempat berpikir, apa iya Gema sebegitu bodohnya sampai tidak mau memeriksakan kakinya yang sudah luka beberapa waktu lamanya. Kemudian lukanya menjadi sel-sel kanker. Sudah berapa lama luka borok itu ada sampai bisa menjadi sel kanker? Lanjut... oleh dokter dalam novel ini, kaki Gema langsung divonis harus diamputasi agar sel kanker tidak menyebar. Okey..sampai di sini saya mesti bertanya pada seorang teman yang berprofesi sebagai dokter. Menurut dia, itu bisa terjadi kalau sel kanker memang sudah ada pada kaki Gema sebelum lukanya ada. Sudahlah... ini hanya fiksi kan? Toh penulisnya sendiri mengatakan, "novel fiksi sama saja dengan kehidupan yang tak pernah ada di dunia nyata (hal. 89).

Ketiga, masih seputar amputasi kaki Gema. Saya akan mengutip kejadian setelah kaki Gema diamputasi.



Dengan susah payah, aku mencoba bangun. Dadaku mendadak sesak mendapati ujung celana bagian kiri itu terjuntai bebas. Kosong. Perawat itu menyiramkan cairan NaCl pada kasa penutup lukanya.


Bagaimana perawat bisa menyiram cairan ke kasa penutup luka, sementara kakinya yang luka "tersembunyi" di dalam celana yang menjuntai? Harusnya celananya digulung sampai di atas bekas operasi, bukan? Itu adalah salah satu kalimat yang membingungkan. Masih ada kalimat-kalimat lain yang sama membingungkannya, tapi tidak perlu saya tuliskan.

Keempat, ada tokoh ketiga bernama Agam. Dalam novel ini diceritakan Agam itu tetangga Tya sejak kecil. Keduanya punya kebiasaan minum teh herbal. Ketika Agam harus pindah ke kota lain, kebiasaan mereka berganti dengan saling mengirimkan cangkir teh. Kebiasaan itu terus berlanjut pada saat Tya berada di Perancis. Tiba-tiba, Agam muncul di Perancis, menyatakan cintanya pada Tya dan mengajaknya menikah. Hm.. mungkin ini bisa kita sebut fenomena cangkir teh... Cangkir teh bisa menjadi ajang mencari jodoh.

Meski ceritanya seharusnya sarat dengan emosi kesedihan dan luka akibat kehilangan, saya malah merasakan semuanya datar. Ada bagian yang seharusnya diceritakan dengan detail, malah terlewat. Sebaliknya, ada hal yang mungkin sekedar informasi saja, tetapi malah dituliskan secara detail. Untungnya saya masih bertahan untuk mengetahui akhir dari cerita ini. Sekarang saya malah penasaran dengan novel terbaru dari Tyas, Life After You. Ada yang ngasih buntelan? :mrgreen:

2 stars


Postingan ini ditulis untuk #UnforgotTEN Project No.4


banner
2 comments on "#211 Catatan Musim"
  1. Thanks ya review nya jadi tahu :D

    ReplyDelete
  2. ini juga buku terakhir yang aku pilih. camar biru udah pasti, trus sisanya keliatan ga yang menarik :(

    ReplyDelete