~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#282 Sean Griswold's Head


Judul Buku : Sean Griswold's Head
Penulis : Lindsey Leavitt
Halaman : 288 (ebook)
Penerbit : Bloomsbury Publishing PLC

Payton Gritas mendapati kenyataan bahwa ayahnya yang selama ini menjadi kebanggaannya ternyata menderita penyakit Multiple Sclerosis (MS). Memang belum parah, tapi beberapa gejala yang diperlihatkan ayahnya membuat kehidupan keluarga Gritas berubah. Tapi masalahnya, semua anggota keluarga berusaha merahasiakan hal tersebut dari si bungsu, Payton. Payton marah besar ketika mengetahuinya dan memulai aksi mogok bicara.

Sebenarnya Payton merasa dianggap sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Selain mogok bicara, Payton keluar dari tim basket (olahraga yang digemarinya bersama ayahnya). Aksi mogok bicaranya di rumah ternyata berbuntut ke sekolah. Ibunya menghubungi seorang konselor di sekolahnya mengenai hal itu. Payton dipanggil oleh konselor dan diminta melakukan suatu tugas. Payton harus menemukan suatu focus object untuk mengalihkan pikirannya dari penyakit ayahnya. Setelah mencari-cari, Payton pun menetapkan kepala Sean Griswold sebagai focus object-nya.

Kenapa Sean Griswold? Sean seringkali duduk di depan kursi Payton di kelas. Selama ini Payton tidak pernah memperhatikan Sean. Ketika dia menjadikan kepala Sean sebagai objek, Payton pun mulai menyusun jurnal investigasi. Ternyata ada banyak hal menarik yang bisa dipelajarinya pada diri Sean (bukan hanya kepalanya). Payton akhirnya tahu Sean saat ini sedang fokus untuk mengikuti triathlon. Sean juga yang mengenalkannya kepada olahraga baru, bersepeda. Payton mendapati dirinya mulai menyukai Sean. Ketika Sean mengajaknya untuk serius berolahraga sepeda, dan memintanya mengikuti suatu turnamen dimana dia bisa menggalang dana untuk penelitian tentang MS (penyakit ayahnya), Payton merasa tertantang.

Di sisi lain, Payton masih hidup dalam denial. Hubungannya dengan keluarganya belum membaik. Saat membaca novel ini saya merasa agak sebal dengan Payton yang terkesan egois. Hanya karena dia tidak diberitahu tentang kondisi ayahnya, dia marah besar. Alih-alih menikmati waktu bersama dengan keluarganya saat ayahnya masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari, Payton malah menghindar. Bahkan teguran dari sahabatnya (yang kehilangan ayahnya) pun tidak diindahkannya. Dia malah memutuskan persahabatannya.

Tapi mungkin inilah sisi kehidupan remaja yang ingin ditampilkan oleh penulis. Tidak semua orang bisa menerima hal yang tidak diinginkannya dengan mudah. Payton salah satunya, mencoba menerima kenyataan ayahnya suatu saat akan mengalami disfungsi organ, dan dia takut akan kehilangan sosok yang membanggakan dalam hidupnya. Untunglah ada kepala milik Sean yang bisa mengubah pandangannya.

Lantas romance-nya di mana? Memang nggak mendominasi isi cerita, tapi adalah bagian dimana Sean dan Payton saling flirtingAnd they are so cute. Silahkan dibaca sendiri ya untuk mencari tahu... :)

4 stars
Be First to Post Comment !
Post a Comment