~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#285 London : Angel


Judul Buku : London : Angel
Penulis : Windry Ramadhina
Halaman : 330
Penerbit : Gagas Media

Persinggahan terakhir dari serial STPC adalah London. Sengaja saya menyimpan karya penulis favorit saya ini sebagai penutup. Save the best for last. Kali ini perjalanan di London dipandu oleh Windry Ramadhina dalam nuansa sendu hujan gerimis.

Gilang memutuskan untuk pergi ke London mengejar cintanya, Ning. Setelah bersahabat sepuluh tahun lebih lamanya, Gilang memutuskan bahwa dia sudah bosan menjadi sahabat Ning. Empat tahun yang lalu dia melepas kepergian Ning ke London, tanpa sempat mengungkapkan isi hatinya. Kali ini waktu lima hari cutinya dia manfaatkan untuk mengubah statusnya di mata Ning. Ingin memberi kejutan pada Ning, Gilang tidak mengabarkan kedatangannya. Yang ada dia kecewa, Ning tidak berada di apartemennya karena sedang tugas keluar kota. Tiga hari dari waktunya yang terbatas tanpa Ning membuat Gilang memutuskan untuk mencoba menikmati London.

Saat sedang berdiri di depan London Eye, dia bertemu dengan seorang gadis bermata biru cerah dengan rambut coklat ikal dan kulit putih bersih. Persis seperti Goldilocks di cerita klasik Inggris. Gadis itu muncul saat hujan gerimis dengan menawarkan payung berwarna merah. Jika bukan karena gadis Goldilocks, Gilang mungkin tidak akan pernah menikmati pemandangan London dari atas London Eye. Sayangnya, ketika hujan mulai reda, gadis itupun menghilang dan meninggalkan Gilang bersama payung merahnya. Saat membaca bagian ini, saya sudah menduga, si Goldilocks bukannlah gadis biasa. Dugaan saya benar, dia hanya muncul di saat hujan gerimis, dan menghilang ketika hujan reda. Apakah dia malaikat yang turun saat hujan seperti yang diungkapkan oleh legenda masyarakat di London?

Lantas bagaimana dengan Ning? Ning muncul di hari ketiga. Dia sangat gembira melihat sahabatnya datang di London. Ning menemani Gilang menyusuri beberapa objek wisata di London, berbagi cerita dan tawa. Rindu yang dirasakan Gilang bersambut, namun Gilang tidak lega jika dia belum mengungkapkan isi hatinya. Sayangnya waktu selalu tidak berpihak padanya. Hingga Ning membawanya ke sebuah galeri, dia melihat ada cinta di wajah Ning. Apakah cinta itu untuknya?

Yang menarik dari novel London ini bukan hanya perjuangan Gilang semata. Ada kisah tentang Mr. Lowesley (seorang pengunjung tetap di penginapan tempat Gilang tinggal) dan Madam Madge (si pemilik penginapan). Kisahnya hampir sama dengan Gilang dan Ning. Dahulu Mr. Lowesley dan Madam Madge adalah sahabat, hingga Madam Madge menikah dengan pria lain. Saat itu ketiganya masih bersahabat. Tapi ketika suami Madam Madge meninggal dunia, hidup Madam Madge pun berubah suram. Mr. Lowesley dengan caranya ingin menunjukkan cintanya pada sahabatnya itu. Pesan-pesan di antara novel-novel sastra atau sekedar ulah yang membuatnya bisa bercakap-cakap dengan Madam Madge setiap hari.

Saat mulai membaca novel ini, saya berharap London bisa menjadi saksi saat Gilang mendapatkan cintanya. Harapan saya terpenuhi, yang kemudian sesaat berikutnya ada kejadian yang membuatnya pudar. Namun semuanya dihadirkan dengan manis. Ketika Gilang meninggalkan London, dia pulang dengan membawa harapan baru. Ada memori indah yang dijumpainya di London. Saya pun ikut senang bisa mengakhiri perjalanan STPC ini di kota London.

4 stars
Be First to Post Comment !
Post a Comment