~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#314 Papua Berkisah


Judul Buku : Papua Berkisah
Penulis : Swastika Nohara
Halaman : 212
Penerbit : Loveable

Eva Maria Tibul, gadis Papua yang lahir dan besar di Jakarta. Kulitnya yang gelap adalah ciri Papua yang tertinggal di dirinya di usianya 21 tahun. Rambutnya sudah dipermak sedemikian rupa sehingga tidak lagi kribo, melainkan lurus terurai. Saking cintanya pada identitas Jakarta, Eva tergabung dalam Jak Angels (sebutan fans perempuan Jakmania).

Kisah Eva diawali dengan peristiwa meninggalnya ibunya akibat penyakit demam berdarah. Di saat terakhir, Eva sempat mendengar ibunya menyebut nama "Maria". Menurut ayahnya, itu adalah nama dari neneknya Eva (ibunya ibu Eva). Saulus, sang ayah, berpendapat bahwa maksud Lisa, ibu Eva, menyebutkan nama itu karena Lisa pernah berjanji akan pulang ke Wamena. Saulus dan Lisa dahulu kabur dari Wamena agar bisa menikah. Mereka meninggalkan Papua menuju ke Pulau Jawa untuk hidup bersama. Sampai Lisa meninggal, mereka belum pernah kembali ke Papua.

Saulus kemudian mengambil keputusan untuk kembali ke Papua. Pekerjaannya sebagai supir taksi di Ibu Kota sudah membuatnya lelah. Dia ingin kedua anaknya, Martinus dan Eva, bisa mengenal kembali akar mereka di tanah Papua. Tekad Saulus sudah bulat, dia pun memaksa Eva untuk ikut dengannya. Eva yang merasa akar-nya ada di Jakarta tentu saja keberatan. Tapi dia tidak bisa membantah ayahnya. Diam-diam Eva menyusun rencana untuk ikut ke Papua, namun akan kembali ke Jakarta tanpa sepengetahuan ayahnya.

Maka dimulailah perjalanan panjang Saulus dan Eva dari Jakarta menuju Papua. Menaiki taksi yang sudah menjadi milik Saulus, mereka menuju ke Surabaya tempat tinggal Martinus. Perjalanan sepanjang pantura melewati kota Semarang, dimana Saulus singgah untuk menyapa kawan lamanya. Di perjalanan itu pula, Saulus dan Eva ditipu oleh seorang pemuda yang berpura-pura memberikan kebaikan kepada mereka. Namun nasib baik masih bersama mereka, hingga Saulus dan Eva bisa melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Di Surabaya, Saulus meminta Martinus dan keluarganya (Martinus memiliki istri dan 2 orang anak) untuk ikut bersama mereka ke Papua. Jelas saja, Martinus dan istrinya menolak. Namun keduanya berjanji akan berkunjung ke Papua di masa liburan sekolah.

Dari Surabaya Saulus dan Eva naik kapal laut menuju ke Jayapura. Perjalanan dengan kapal memakan waktu enam hari lamanya. Saya jadi teringat pada saat awal pertama kali datang ke Pulau Jawa, dari Makassar menuju Surabaya memakan waktu satu hari satu malam naik kapal laut. Dan rasanya tersika banget, apalagi kalau ombaknya tinggi. Saya jadi tidak suka naik kapal laut, perahu atau apapun transportasi air lainnya. Saya membayangkan Eva yang baru pertama kali naik kapal laut ternyata bisa menikmati perjalanannya. Dia bahkan mendapat kenalan seorang pemuda yang katanya manajer artis terkenal di Jakarta.

Perjalanan yang ditempuh oleh Saulus dan Eva bukan hanya secara fisik semata. Keduanya juga mengalami perjalanan batin, antara ayah dan anak, antara seorang pria yang rindu kampung halamannya dengan seorang gadis yang tidak mengenal tempat tujuannya. Saulus dan Eva mencoba membangun komunikasi dua arah, saling memahami, saling mencoba lebih jauh mengenal satu sama lain. Dalam novel ini, komunikasi mereka digambarkan cukup rumit. Saulus dengan dialek dan bahasa Papua-nya, Eva dengan dialek Jakarta. Dua anak manusia yang sebenarnya memiliki darah dan akar yang sama, tapi jauh berbeda.

Karakter Saulus yang keras dan suka memaksakan kehendaknya (egois) sebenarnya menurun pada Eva. Meski terkadang saya jadi kesal dengan tokoh Saulus, tapi di sisi lain bisa dipahami konflik batin yang dialaminya. Baru saja kehilangan istri yang dicintainya, dia harus menghadapi keluarganya yang entah masih menerimanya atau tidak. Anak-anaknya sendiri yang diharapkan bisa berada di pihaknya tidak seperti yang dibayangkannya. Menariknya novel ini adalah konsistensi Saulus dalam menggunakan bahasa Papua, meski berbicara dengan orang dari suku lain. Saya yang berasal dari Timur, sedikit banyak sudah terbiasa membaca tatanan bahasa Papua yang tidak mengenal urutan SPOK. Malah hal ini menjadi hiburan tersendiri buat saya ketika membacanya.

Dari segi penulisan, sebagai novel debut, saya cukup menikmati novel ini (terlepas dari ending-nya yang ah...sudahlah :) ). Ada banyak typo yang bertebaran, termasuk penggunaan nama yang salah (di hal.19 seharusnya Eva, tapi tertulis Lisa; dan hal.84 tertulis warnet padahal yang dicari Eva adalah wartel). Kemudian ada bagian dimana POV yang digunakan untuk Eva berganti seenaknya antara POV1 dan POV3 sehingga membuat saya terganggu.

Terlepas dari itu, saya merekomendasikan novel ini untuk dibaca dan dinikmati.  Sengaja saya memilih novel ini untuk Baca & Posting Bareng BBI dengan tema travelling, dengan harapan kita bisa mengenal budaya Papua yang dikisahkan lewat Saulus.

3 stars


3 comments on "#314 Papua Berkisah"
  1. Settingnya wamena, des? Aduh pengen baca, kangen sama wamena

    ReplyDelete
  2. Wah, sayang ya, bagus begitu ceritanya kudu ada dosa dosa typo. Tapi emang menjengkelkan kalo PoV tiba tiba banting setir yaaa...

    ReplyDelete