~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#322 Dua Belas Pasang Mata


Judul Buku : Dua Belas Pasang Mata (Nijushi No Hitomi)
Penulis : Sakae Tsuboi
Halaman : 248
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Baca dan Posting Bareng BBI untuk bulan Juni salah satunya mengambil tema Sastra Asia. Saya mencoba membaca buku berjudul Dua Belas Pasang Mata yang diterbitkan oleh GPU. Sebenarnya buku ini pernah juga diterbitkan oleh penerbit Pantja Simpati pada tahun 1989. Di Jepang sendiri, buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1952.


Dua belas pasang mata bercerita tentang seorang wanita muda yang menjadi guru sekolah dasar cabang di sebuah tanjung yang adalah desa petani dan nelayan yang miskin. Kala itu masih jaman perang, kehidupan masyarakat di desa itu sangat sederhana. Anak-anak diwajibkan oleh pemerintah untuk bersekolah, meski pelaksanaannya tidaklah semudah aturan tersebut dikeluarkan. Karena letak desa yang terpencil, anak-anak kelas 1 sampai 4 akan bersekolah di sekolah cabang yang ada di desa itu. Setelah naik kelas 5, barulah mereka akan bersekolah di sekolah utama yang berjarak 5 km dari desa tersebut. Di sekolah cabang, anak-anak diajar oleh dua orang guru. Seorang Bapak Guru dan seorang Ibu Guru. Biasanya yang menjadi Ibu Guru adalah wanita muda yang belum berpengalaman.

Miss Oishi adalah Ibu Guru baru yang ditugaskan di desa tersebut. Karena rumahnya cukup jauh dari desa itu, ketika akan mengajar dia mengendarai sepeda dan berpakaian ala wanita barat. Penduduk desa yang melihatnya dengan gaya yang tidak biasa (waktu itu wanita hanya mengenakan kimono) mulai mencibirnya dan mengatakan Ibu Guru itu sombong. Namun berbeda dengan dua belas anak yang akan diajar oleh Miss Oishi, mereka sangat antusias menerima Ibu Guru yang unik di mata mereka ini.

Hingga suatu kali, Miss Oishi mengalami kecelakaan yang menyebabkan urat tumit-nya putus. Selama beberapa waktu Miss Oishi tidak bisa mengajar. Dua belas anak muridnya menjadi sedih. Mereka diam-diam mengunjungi Miss Oishi di Desa Pinus, kediaman Miss Oishi. Miss Oishi sangat terharu melihat kedatangan anak-anak didiknya. Dia memutuskan untuk membuat foto kenangan bersama murid-muridnya. Ternyata tidak lama kemudian, Kepala Sekolah memutuskan untuk memindahkan Miss Oishi dari sekolah cabang. Meski sedih akan berpisah, Miss Oishi berusaha membesarkan hati anak didiknya dengan lagu-lagu. Ternyata Miss Oishi tidak berpisah lama dengan para murid dari tanjung. Ketika anak-anak ini naik kelas 5, Miss Oishi-lah yang menjadi wali murid mereka.

Kisah guru yang mengabdi di desa miskin ini bukan seputar saat-saat di sekolah saja. Miss Oishi berusaha memahami karakter masing-masing muridnya, begitu juga dengan kesulitan yang mereka hadapi. Umumnya anak-anak ini harus membantu orang tuanya di rumah. Salah satu kisah mengharukan ketika Matsue, seorang murid perempuan, tidak bisa melanjutkan sekolah karena ibunya meninggal, sementara dia harus mengasuh adik-adiknya yang masih kecil. Padahal Matsue sendiri masih terbilang kecil (karena masih SD). Gambaran kemiskinan lainnya dimunculkan dalam kisah dimana banyak dari murid-murid ini tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang lanjutan karena harus bekerja membantu orang tua mereka. Meski demikian, hubungan antara Miss Oishi dan murid-muridnya tidak berhenti. Berpuluh tahun kemudian, Mrs. Oishi kembali bertemu dengan beberapa dari dua belas anak didiknya, bahkan mengajar anak-anak mereka.

Ketika membaca buku ini, saya sempat bingung dengan alurnya yang terkesan melompat-lompat. Ada kalanya akhir kisah di satu bab dibuat menggantung, yang kemudian berlanjut lagi di pertengahan bab berikutnya. Dialog yang minim dan deskripsi yang panjang juga membuat saya memberi ekstra perhatian pada buku ini. Satu yang saya suka dari buku ini adalah sampulnya yang bertekstur dan ada efek glitter-nya. :)

Sakae Tsuboi, penulis buku ini mendapatkan banyak penghargaan atas karya-karyanya. Novel ini juga telah diadaptasi menjadi film pada tahun 1954, dan menjadi TV Drama pada tahun 2013. Berminat untuk menonton filmnya?

3 stars



6 comments on "#322 Dua Belas Pasang Mata"
  1. wah, mengingatkan kita pada laskar pelangi ya.. atau dengan totochan

    ReplyDelete
  2. Kabarnya Laskar Pelangi itu terinspirari dari buku ini Mbak Desty. Tapi aku lupa apa emang buku ini atau buku lain, yang jelas buku karangan penulis Jepang dan temanya tentang guru yg mengajar di tempat terpencil

    ReplyDelete
  3. Iya ya, menurut saya Laskar pelangi mirip ini sama Tottochan :)

    ReplyDelete
  4. suka cerita2 model begini, salut sama guru2 apalagi di daerah terpencil.. jadi penasaran sama buku ini..

    ReplyDelete