~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#353 Sepeda Merah #1


Judul Buku : Sepeda Merah #1 : Yahwari 
Penulis : Kim Dong Hwa
Halaman : 144
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Setelah membaca serial Warna karya Kim Dong Hwa, saya jadi tertarik untuk membaca Sepeda Merah. GPU sendiri sudah menerjemahkan dua seri-nya. Untuk buku #1 ini, cukup lama saya cari-cari sampai akhirnya seorang teman menemukannya di sebuah online shop di Medan. Karena memang berniat mengoleksi, maka saya langsung membelinya. 

Novel graphis Sepeda Merah ini bercerita tentang seorang tukang pos di Yahwari yang mengantarkan surat dengan sepedanya yang berwarna merah. Setiap hari dia melewati jalan yang sama, sampai-sampai dia menghapalkan rumah-rumah penduduk dengan ciri-ciri yang ada . Misalnya rumah putih dengan pohon poplar, rumah kuning dalam kehijauan dan masih banyak lagi. Saking hapalnya, setiap dia mengalami imsonia di malam hari, cukup dengan mengulangi perjalanannya dia bisa tertidur dengan cepat.

Tapi kisahnya bukan hanya tentang si tukang pos saja. Ada juga kisah para ayah dan ibu. Ada kisah anak kecil yang menunggu si tukang pos yang akan memberinya permen jika dia jenuh. Ada kisah seorang nenek tua yang menghitung keriput di wajahnya. Atau seorang janda dan duda yang akhirnya "dijodohkan" oleh si tukang pos.

Membaca Sepeda Merah membuat saya teringat pada masa-masa dimana saya sering menantikan kedatangan pak pos. Benar-benar tukang pos, bukan kurir ekspedisi :) Ada rasa yang berbeda ketika saya menerima sepucuk surat dari pak pos. Membaca tulisan tangan di atas lembaran kertas berhias juga punya kesan tersendiri.

Saya juga teringat masa dimana saya dan beberapa teman juga pernah menjadi "pak pos". Sewaktu SMA, saya tinggal di asrama sekolah yang jaraknya dari kota terdekat kurang lebih 10 km. Waktu itu belum ada hape, telpon saja masih jarang (hanya ada satu di ruang kepala sekolah). Pak pos hanya datang seminggu sekali mengantarkan surat-surat buat guru-guru dan para siswa yang tinggal di asrama. Biasanya setiap hari Minggu, ketika saya dan beberapa teman pergi ke kota untuk gereja, kami akan membawa surat-surat dari teman-teman di asrama untuk diantarkan ke rumah pak pos. Di sana, pak pos akan memberikan surat-surat buat penghuni asrama kepada kami. Membawa kabar dalam sepucuk surat untuk teman-teman itu rasanya seperti orang penting lho. Soalnya sepulang gereja, pasti teman-teman sudah menunggu surat yang kami bawa. Jadi... kami pun selalu ditunggu :D

Sekarang pak pos sudah jarang mengantarkan surat. Lebih sering ngantar paket pos. Ohya, saya masih lebih suka menggunakan jasa pos untuk pengiriman ke luar kota dibandingkan ekspedisi lainnya. Soalnya hanya pak pos yang mau mengantarkan paket sampai ke pelosok. Bahkan pak pos di kampungku sana sudah kenal dengan keluarga kami. Misalnya saya ngirim paket ke rumah, tapi pas di rumah ga ada orang, pak posnya berinisiatif mengantarkan ke rumah nenek atau ke sekolah tempat kakakku bekerja. Ekspedisi lain mana mau kayak gitu.

Hwaa...jadi ngelantur karena bernostalgia. Lanjut lagi ah ke buku #2.

5 stars
1 comment on "#353 Sepeda Merah #1"
  1. Wah pak pos di rumah udah akrab dong sama keluarga. Bahkan sampe tahu rumah nenek gitu.. *amazed*

    Btw, aku ga punya kenangan manis sama tukang pos nih. Sejak suka ngirim2 paket uda langsung pake ekspedisi, soalnya pelayanan pos dulu ngeselin jadinya malah yg keinget pengalaman menyebalkan

    ReplyDelete