~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#500 Sintren


Judul Buku : Sintren
Penulis : Dianing Widya Yudhistira
Halaman : 295
Penerbit : Grasindo


Saraswati, lahir dalam keluarga miskin. Marto, bapaknya, hanya bisa bekerja serabutan. Terakhir dia bekerja sebagai penarik becak. Sementara Sinur, ibunya, bekerja sebagai buruh ikan asin pada seorang juragan kaya di kota Batang, Pekalongan. Setiap hari Sinur ingin agar putri satu-satunya itu membantunya bekerja. Sementara Saras yang duduk di bangku kelas 5 SD hanya ingin bersekolah. Jika saja bisa, dia ingin bisa bersekolah sampai kuliah.

Suatu hari Saras terpaksa menemani ibunya bekerja menjemur ikan asin. Juragan Wargo pemilik usaha pengeringan ikan tempat Sinur bekerja melihat kecantikan Saras, dan ingin menikahkan Saras dengan anaknya, Kirman. Tentu saja Sinur bahagia mendengar rencana itu. Meski Marto tidak menyetujui keinginan istrinya, ketika Juragan Wargo datang untuk melamar Saras, akhirnya Marto dan Sinur menerima lamaran itu. Sayangnya, ada orang yang tidak suka dengan perjodohan ini. Wartini, yang emaknya meninggal pasca ditabrak oleh Kirman, dengan segala cara membatalkan perjodohan itu. Kirman tak jadi menikahi Saras. Sinur yang kepalang malu dan kecea, akhirnya berhenti bekerja.

Ketika seorang kawan lamanya datang menemui Sinur untuk meminta bantuan dicarikan anak gadis yang akan dijadikan Sintren, tidak ragu-ragu Sinur mengajukan anaknya. Saras yang mengetahui bahwa honor Sintren bisa digunakan untuk membiayai sekolahnya, langsung setuju. Yang penting dia bisa bersekolah. Saras harus melewati ujian untuk menjadi Sintren. Di antara sekian banyak anak gadis yang dipanggil menjadi Sintren, hanya Saras yang lolos. Maka dimulailah perjalanan Saras menjadi seorang Sintren.

Sintren adalah sebuah kesenian rakyat yang dinilai memiliki unsur mistis. Seorang anak gadis perawan, yang selanjutnya disebut sintren, akan dimasukkan ke dalam kurungan ayam. Seorang pawang mulai membaca mantra diiringi gending. Ketika kurungan dibuka, sintren yang sudah berpakaian lengkap dan berkacamata hitam akan mulai menari. Penonton yang mau menari bersama sintren, harus melemparkan sapu tangan ke sintren. Setelah selesai menari, sintren akan mengedarkan tampah untuk diisi uang oleh penonton. Selanjutnya sintren masuk kembali ke dalam kurungan. Kesenian ini terkenal di pesisir pantai utara pulau Jawa. Tidak sembarangan gadis yang bisa menjadi sintren. Seperti Saras, ada ujian yang harus dilaluinya.

Novel ini mengangkat sisi kehidupan rakyat yang hidup di bawah garis kesejahteraan di pesisir pantai utara. Novel ini memperlihatkan bagaimana kemiskinan membuat seorang ibu merelakan anaknya menjadi seorang Sintren. Meski akhirnya Sinur menyesali perbuatannya, dia tidak bisa memutar kembali keadaan. Apalagi Saras bisa membantu perekonomian keluarga dengan menjadi Sintren. Sayangnya, tidak semua orang menyukai hal itu. Diceritakan banyak pria yang terpesona oleh kecantikan Saras, bahkan ada yang menjadi gila karenanya. Kemudian banyak pula wanita, termasuk para istri, yang mengalami kekecewaan karena lelaki mereka mengejar-ngejar Saras.

Sebelum membaca buku ini, saya belum tahu bahwa ada budaya di Indonesia yang bernama Sintren. Novel ini membuka wawasan saya. Istimewanya, novel ini menceritakan apa yang dialami Saras ketika dia menjadi Sintren, ketika dia berada dalam keadaan tidak sadar. Pembaca bisa mengetahui alam takhayul yang dialami Saras. Gaya bercerita yang mengalir dengan cepat membuat pembaca tidak akan bosan saat membaca novel ini. 

Sesungguhnya, prosa seperti ini seharusnya mengambil tempat penting dalam literatur di Indonesia. Tapi sepertinya, novel ini tidak begitu populer ya... Padahal novel seperti inilah yang membuat budaya Sintren tetap hidup, meski suatu saat nanti kita tidak akan menjumpai lagi pertunjukan Sintren di Indonesia.




1 comment on "#500 Sintren"
  1. waaah tokoh utamanya sama dengan nama saya! hehehe. sepertinya menarik ya karena dibahas juga apa yg dilihat sintren saat enggak sadar. salam kenal anw :)

    ReplyDelete