~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#521 Misteri Bilik Korek Api


Judul Buku : Misteri Bilik Korek Api
Penulis : Ruwi Meita
Halaman : 240
Penerbit : Grasindo


Sunday ditemukan oleh Bu Martha di kota Ambon saat kerusuhan melanda kota itu. Sunday dibawa ke Klaten dan dibesarkan di panti asuhan. Setelah SMA, Sunday dipercaya oleh pengelola panti asuhan untuk membantu menjaga beberapa adik-adik yang masih kecil. Ketika Bu Martha menemukan sebuah rumah di Jogja, dia memindahkan sebagian anak-anak ke Jogja. Sunday dibawa serta, karena Sunday bersekolah di Jogja. Di antara beberapa anak yang ikut serta ke Jogja, salah satunya adalah Emola.

Emola adalah anak yang unik. Dia jarang bicara dan suka menyendiri. Karena sama-sama berasal dari Ambon, ibu Martha meminta Sunday untuk lebih dekat kepada Emola. Emola sering terlihat memegang bandul kalung yang digunakannya. Anak-anak lainnya tidak begitu menyukai Emola karena tidak mau bergaul dengan mereka.

Misteri mulai terasa ketika mereka menemukan satu bilik khusus di balik wallpaper di kamar baru mereka. Bilik korek api. Bilik itu memang dipenuhi dengan kotak korek api dan juga replika yang terbuat dari korek api. Rupanya pemilik sebelumnya adalah seorang filumeni (pengoleksi korek api). Di dalam bilik itu juga terdapat buku dongeng tentang gadis korek api. Kalau Sunday dan kelima adiknya senang dengan bilik rahasia itu, berbeda dengan Emola. Emola merasakan ada bahaya di dalam bilik itu. 

Diceritakan dari sudut pandang Sunday dan Emola, kisah ini saling melengkapi. Kalau Sunday menceritakan apa yang bisa dilihat di dunia nyata, Emola melihatnya dari dunia berbeda. Di mata Emola dunia ini dipenuhi binatang-binatang, sehingga terkadang dia tidak bisa membedakan mana yang nyata atau tidak. Emola yang menggunakan bahasa dan dialeh Ambon saat bercerita seperti cenayang dengan kekuatan mata batin yang hebat. Bagian kisah Emola ini yang membuat saya bergidik saat membacanya, dan ingin segera pindah ke bagiannya Sunday. Setidaknya ada Nugi yang so sweet yang membuat bagian Sunday lebih berwarna. Apalagi saya membacanya di malam hari... serem rasanya. Mau berhenti kok nggak bisa juga. 

Selain filumenis, saya tertarik dengan arsitektur rumah jengki yang digambarkan di dalam novel ini. Saat mencari gambar yang mana sih yang dimaksud rumah jengki, saya teringat kalau di sekitaran Stadion Mandala Krida Jogja, memang ada beberapa rumah tua Belanda. Padahal menurut penjelasan Nugi, rumah jengki ini adalah bentuk perlawanan terhadap kolonial Belanda lewat arsitektur. Keren deh...risetnya sampai ke situ.



Be First to Post Comment !
Post a Comment