~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#12 After (Setelah Malam Itu)


Judul Buku : After (Setelah Malam Itu)
Penulis : Amy Efaw
Halaman : 456
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


Jennifer Davenport, seorang gadis 16 tahun, menyadari bahwa dia hamil dengan adanya tonjolan kecil di perutnya. Jennifer kemudian kabur dari rumahnya, melahirkan seorang anak, membesarkan anak tersebut seorang diri. Mengorbankan masa mudanya, tidak lanjut sekolah (walaupun sempat lulus SMA persamaan). Harus bekerja di dua tempat untuk bisa bertahan hidup. Lama kemudian, Jennifer bahkan tidak memiliki hubungan percintaan yang bisa bertahan lama, hingga harus berganti-ganti pacar.

Anaknya, Devon Sky Davenport, tumbuh sebagai anak yang mandiri, cerdas, dan berbakat. Dia mampu mengikuti kelas lanjutan di sekolahnya padahal dia sendiri masih kelas sepuluh (kelas 1 SMA). Kiper sepakbola yang cemerlang, pekerja paruh waktu sebagai baby sitter yang terpercaya. Tidak ada yang menyangka Devon akan mengalami hari-hari buruk setelah Malam Itu.

Pada Malam Itu, Devon melahirkan seorang bayi yang “dinamakan” ITU. Devon membuang bayinya ke tong sampah, dan tinggal di rumah dengan rasa sakit dan hampir kehilangan kesadaran. Devon tidak menyadari bahwa plasenta bayi yang masih tertinggal dalam dirinya membuatnya hampir mati dan akhirnya tertangkap oleh polisi, dengan dakwaan pembunuhan berencana.

Devon akhirnya dimasukkan ke dalam penjara remaja Reman Hall, di Pod Delapan. Bersama 14 remaja wanita lainnya di sana, Devon menjalani delapan hari sebagai seorang tahanan. Padahal Devon sendiri tidak tahu mengapa dia ditahan. Di sana Devon bertemu dengan Dominique “Dom” Barcellona, pengacaranya, dan dr. Nicole Bacon, seorang psikiater yang membantu Devon menyadari apa yang sudah diperbuatnya.

Devon adalah salah satu contoh kasus “bayi tong sampah” yang terjadi di Amerika Serikat. Kasus ini seringkali melibatkan wanita-wanita usia sekolah yang menyangkali diri mereka. Penyangkalan seperti apa yang mereka lakukan? Dr.  Bacon, tokoh dalam buku ini, menjelaskan bahwa Devon adalah remaja yang lahir dari keluarga broken home. Dalam pengembangan jati diri seorang anak perempuan, seringkali tertanam pemikiran bahwa si anak tidak mau seperti ibunya. Anak perempuan harus lebih baik dari ibunya. Itupun yang tertanam dalam diri Devon. Dia berusaha lebih baik dari ibunya yang putus sekolah gara-gara hamil. Devon menganggap apa yang dialami ibunya adalah sangat buruk sehingga dia tidak mau berlaku seperti itu.

Akan tetapi, ketika Devon jatuh dalam “kesalahan” yang sama, pikiran Devon mengambil alih dirinya. Dia menyangkal perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Devon menyangkal telah melakukan hubungan seksual dengan seorang laki-laki, menyangkal telah hamil akibat hubungan tersbut, dan terlebih lagi menyangkal bahwa seorang bayi telah lahir pada Malam Itu. Kelahiran bayi yang adalah puncak dari penyangkalan diri Devon, membuat Devon memilih untuk “menghilangkan” bayi itu demi tetap hidup dalam kemandirian dan kesuksesannya.  Devon bahkan tidak menyebutnya bayi, tapi ITU. Seperti sebuah benda yang tidak bernyawa. Devon melupakan semua kejadian yang dia alami, walaupun pemikiran-pemikiran itu seringkali datang tanpa diduga. Penyangkalan diri Devon membuat Dom kesulitan dalam mengumpulkan fakta untuk membela Devon.

Setelah membaca buku ini, saya berpikir bahwa seringkali kita pun melakukan penyangkalan terhadap diri sendiri ketika sesuatu terjadi di luar rencana dan membuat zona nyaman kita terganggu. Perilaku penyangkalan diri itu bisa saja seperti Devon, berpura-pura bahwa hal tersebut tidak pernah terjadi, dan memaksa akal sehat kita untuk “tetap” berpikir normal. Satu-satunya cara menghilangkan penyangkalan itu adalah memaafkan diri sendiri. Itulah inti dari buku ini, penyangkalan diri dan memaafkan diri sendiri.

Saya menyukai quote yang digunakan oleh penulis di awal buku ini, yang diambil dari salah satu ayat di dalam Alkitab.
“Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya?” (Yesaya 49:15)
 Bahwa Devon, sekeras apapun usahanya melupakan bayinya, akhirnya dia mengaku bersalah atas perbuatannya.

Terlepas dari empat bintang yang saya berikan pada buku ini, sebagai cetakan pertama tentu saja masih ada kekurangan dari buku ini yang saya jumpai. Masih ada beberapa typo di dalam buku ini, juga penulisan status tahanan yang mungkin terlewat saat diterjemahkan. Misalnya di halaman 252 ada kalimat,
Aku butuh sukarelawan untuk membersihkan jendela. Poin dobel. Dan tawarannya terbuka untuk siapapun, bukan hanya status Privilege dan Honor.

Padahal di halaman-halaman sebelumnya telah dijelaskan ada status regular, teladan, dan terhormat. Mungkin dua status terakhir itu yang dimaksud dalam kalimat di atas.

Kemudian gambar gadis pada sampul buku untuk edisi terjemahan Indonesia ini, kita bisa lihat gadis itu berambut coklat ikal sedang menumpukan kepalanya di dinding seperti putus asa. Saya menganggap gadis itu adalah Devon. Tetapi di dalam bukunya Devon digambarkan sebagai gadis berambut hitam lurus. Mungkin gambar sampul aslinya lebih pas, dimana digambarkan seorang gadis berambut hitam dengan postur tubuh sempurna bersandar di dinding, sementara bayangannya dapat dilihat perut gadis itu sedikit buncit.

Overall…, saya merekomendasikan buku ini untuk dikoleksi.


6 comments on "#12 After (Setelah Malam Itu)"
  1. bagus kaaan bukunya... hehe :D

    Btw, ih aku ga ngeh sama typo yang itu. :P
    endingnya bagus yah. :)

    ReplyDelete
  2. kayanya ada unsur psikologi juga di dalamnya ya?

    ReplyDelete
  3. Ya.. saya senang Devon mengaku bersalah. Artinya dia tidak lagi menyangkal dirinya dan mau memaafkan dirinya sendiri

    ReplyDelete
  4. benar... dan gampang dimengerti karena masuk dalam alur ceritanya

    ReplyDelete
  5. aku suka banget buku ini, masalah cover ak nggak terlalu merhatiin warna rambut, hehe. tapi dari segi ekspresi cover cocok banget dengan Devon :)

    ReplyDelete
  6. jadi kpengen baca bukunya,, td liat d gramed tp cmn dilirik doang dikirain novel misteri hehe.....

    ReplyDelete