~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#134 Sing You Home


Judul Buku : Sing You Home
Penulis : Jodi Picoult
Halaman : 376 (ebook)
Penerbit : Atria Books

Ini adalah novel ke-6 dari Jodi Picoult yang saya baca. Dan bagi saya, sekali lagi Jodi Picoult menggunakan kemampuannya meramu sebuah cerita sedemikian rupa. Kali ini, Jodi mengangkat tema GLBT (Gay, Lesbian, Bisexual and Transgender), IVF (In Vitro Fertilization) dan musik dalam novel berjudul Sing You Home. Novel ini diterbitkan pada tahun 2011, dan tentu saja berlatar belakang situasi di Amerika. Satu hal yang menarik adalah novel ini disertai dengan album MP3 (dapat diunduh di sini), karena ada bagian-bagian tertentu di dalam novel ini yang dikhususkan untuk lagu-lagu tersebut. Lirik lagunya ditulis oleh Jodi Picoult dan dinyanyikan oleh Ellen Wilber. Tapi novel ini masih tetap bisa dibaca tanpa harus mendengarkan lagunya.

Kisah dalam novel ini diceritakan secara bergantian dari sudut pandang tiga tokoh utama Zoe, Max dan Vanessa. Zoe (seorang music therapist) dan Max (seorang pengusaha landscapper) adalah sepasang suami istri yang menghadapi masalah infetilitas. Padahal Zoe ingin sekali mempunyai seorang anak.  Setelah empat tahun menikah tanpa dikaruniai seorang anak, mereka akhirnya memilih untuk melakukan IVF. Selama lima tahun berikutnya, Zoe mengalami dua kali keguguran dan yang terakhir bayinya meninggal dalam kandungan saat berusia 7 bulan. Zoe dan Max sangat sedih dan kecewa atas apa yang mereka alami. Tapi keinginan Zoe untuk mempunyai anak sudah berubah menjadi obsesi. Dengan tiga embrio beku yang tersisa, Zoe ingin sekali lagi menjalani proses IVF walaupun kondisi kesehatannya kurang mendukung. Tapi tidak demikian halnya dengan Max. Dalam lima tahun proses tersebut, Max merasa dirinya sudah berada di luar pernikahan mereka. Max melihat dirinya tidak lebih dari sekedar genetic material untuk mewujudkan obsesi Zoe. Saat Zoe berusaha bangkit dari kesedihannya, Max justru melayangkan surat cerai untuk Zoe.

Kehidupan mereka setelah perpisahan itu sendiri tidak mudah bagi kedua pihak. Max yang tinggal bersama kakak dan iparnya, kembali pada kebiasaan lamanya sebelum dia menikahi Zoe, mabuk-mabukan dengan minuman alkohol. Zoe sendiri terpuruk dalam kesedihannya. Kehidupan mereka berubah ketika masing-masing mereka berjumpa dengan seseorang. Max berjumpa dengan Pastor Clive yang mengenalkannya pada Yesus, sementara Zoe bertemu dengan Vanessa, yang membuatnya jatuh cinta dan menyadari bahwa dirinya adalah seorang lesbian. Zoe dan Vanessa menikah, sementara Max menjadi seorang Kristiani yang taat pada apa yang tertulis di Alkitab melalui ajaran Pastor Clive.

Selanjutnya bisa ditebak, antara Zoe dan Max terjadi konflik. Max tidak bisa menerima Zoe menjadi seorang lesbian. Beberapa kali Max berusaha meyakinkan Zoe dengan cara mendoakan atau memberikan pamflet yang berisi pandangan kristen mengenai GLBT. Zoe dan Vanessa sendiri adalah atheis, yang memandang kebebasan tidak memilih agama tertentu sama derajatnya dengan percaya kepada Yesus. Puncaknya terjadi ketika Zoe ingin menggunakan tiga embrio yang tersisa untuk ditransferkan pada Vanessa. Tapi Zoe harus meminta persetujuan Max yang jelas menolak usul itu. Atas usul Pastor Clive, Max menggugat Zoe atas kepemilikan tiga embrio beku tersebut. Kali ini ada politik, uang, dan kepentingan beberapa orang tertentu yang berbicara.

Jodi Picoult melakukan banyak riset dalam menulis novel ini, baik itu mengenai musik sebagai terapi, pandangan gereja dan hukum yang berlaku tentang GLBT, dan kasus GLBT itu sendiri. Di website-nya Jodi menceritakan latar belakang mengapa dia menulis novel ini. Salah satunya adalah fakta yang dia jumpai pada anak laki-lakinya yang seorang gay.

 Saat ini pandangan orang terhadap gay atau lesbian masih bervariasi. Jangankan di Indonesia, di Amerika sendiri masih banyak pro dan kontra terhadap hal tersebut. Ada yang bisa menerima, ada pula yang menganggap GLBT adalah penyakit menular yang harus dihindari. Ernest Gaines pernah menulis, why is it that, as a culture, we are more comfortable seeing two men holding guns than holding hands? Membaca novel ini bukan saja menambah pengetahuan bagi saya, tetapi juga membantu saya untuk semakin memahami bahwa sebagai manusia, bukan hak saya untuk menghakimi orang lain.


12 comments on "#134 Sing You Home"
  1. aku belum ketemu buku jodi yang pas banget, tapi kayaknya Sing You Home ini bagus ya des. Dan aku baru tau kalau anak jodi itu gay. Dan iya, jodi seneng banget ngangkat tema2 kontroversial dengan gayanya yang khas =)

    ReplyDelete
  2. belum sempat baca... tp temanya menarik, dan sempat dengerin track 1 langsung sukaa :)

    ReplyDelete
  3. aku juga baru tahu pas searching ttg buku ini

    ReplyDelete
  4. belum pernah baca bukunya JP, selain ninteen minutes pengen baca buku ini

    ReplyDelete
  5. Bingung kalau disuruh menanggapi ungkapan ini >>> why is it that, as a culture, we are more comfortable seeing two men holding guns than holding hands?

    gimana yaa ... emmm aneh aja sih liatnya huahahaha *komentar nggak mutu

    ReplyDelete
  6. baca bukunya JP emang harus siap mental... konfliknya ga tanggung2 dan sangat mengaduk emosi...
    rasanya tiap selesai baca JP butuh 10 buku romance buat menstabilkan perasaan lagi...

    ReplyDelete
  7. wusss sereem banget.. buku kereenn!!

    ReplyDelete
  8. betul bangt, Ra.. bukunya berat, dan bikin mikir lama.

    ReplyDelete
  9. iya aneh memang. itu karena sedari kecil kita diajarkan bahwa laki-laki berpasangan dengan perempuan, bahwa laki-laki adalah sosok mandiri yang kuat (tidak butuh laki-laki lain di dekatnya).

    ReplyDelete
  10. waduhhh, konfliknya berat banget ya mbak. Tapi jadi pengen baca juga :D

    ReplyDelete
  11. Mau baca buku ini~
    Riset Jodi Picoult emang ga main-main ya. Baru baca satu sih, tapi penjelasannya detail banget.

    ReplyDelete