~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#161 The Sweet Sins


Judul Buku : The Sweet Sins
Penulis : Rangga Wirianto Saputra
Halaman : 428
Penerbit : Diva Press


Pertama kali melihat buku ini adalah pada saat launching perdana di Pesta Buku Jogjakarta tahun kemarin. Karena mengangkat tema LGBT, saya jadi penasaran dan menyimak talkshow dengan penulisnya saat itu. Sayangnya, uraian penulis saat itu tidak membuat saya lantas ingin langsung membeli bukunya. Tapi saya masih penasaran, apalagi melihat ratingnya di Goodreads yang lumayan tinggi, 4.27. Dan memang berjodoh, saya akhirnya mendapatkan bukunya karena menang kuis yang diselenggarakan oleh penerbitnya.

Reino, seorang mahasiswa di universitas Jogjakarta jatuh cinta pada Ardo, seorang newscaster TV lokal yang menolongnya dalam sebuah kecelakaan. Awalnya Reino sempat ragu dengan perasaannya ketika berada di dekat Ardo. Ardo begitu pengertian, lembut dan menyayangi dia. Reino yang tadinya berprofesi sebagai seorang gigolo tidak yakin orientasi seksualnya mengatakan bahwa dia mencintai seorang laki-laki. Tetapi perasaannya tidak bisa berbohong. Kebersamaannya dengan Ardo adalah hal yang membuat dirinya menjadi utuh.
“Tubuhmu adalah tubuhku. Aku milikmu. Kamu milikku. Tidak ada rahasia lagi. Tidak ada penghalang lagi. Sakitmu adalah sakitku. Tawamu, air matamu, marahmu, semuanya adalah tanggung jawabku”
Kalimat di atas adalah janji setia antara Aldo dan Reino. Walaupun cinta mereka sedemikian besarnya, tidak semua orang bisa menerima kenyataan bahwa Reino adalah gay. Termasuk juga sahabatnya, Nyta dan Maia, yang awalnya kecewa dengan perubahan pada diri Reino. Tapi hal itu tidak lantas merusak persahabatan mereka. Nyta dan Maia tetap menghargai Reino sebagai seorang individu. Ujian terberat justru datang dari pihak Ardo sendiri. Ketika dia dijodohkan dengan seorang gadis oleh keluarganya, Ardo berada di dalam dilema. Dia tidak ingin melepas Reino, namun tentu tidak mampu membuat orang tuanya kecewa. Dosa termanis yang dinikmati oleh Reino dan Ardo justru menjadi bumerang bagi mereka.

Tema LGBT termasuk jarang disentuh dalam novel romance Indonesia. Saya senang bisa menemukan satu lagi buku yang "tidak biasa". Apalagi mendengar pengakuan penulis yang mengatakan dia melakukan riset atas apa yang dituliskannya di dalam buku ini. Latar belakang pendidikan psikologi tentunya menjadi faktor penunjang untuk penulis. Seperti ketika penulis berusaha menceritakan bagaimana Reino menjadi gay karena kerinduannya akan sosok ayah yang hilang dari dalam hidupnya ditemukan pada diri Ardo.

Hanya saja saya ternyata tidak menikmati membaca buku ini. Gaya bahasa yang gaul dan blak-blakan ala ABG baru pertama kali pacaran membuat saya berpikir ulang tentang kedewasaan tokoh Reino dan Ardo. Belum lagi panggilan cheesy antara Reino dan Ardo seperti "sayangnya aku udah bangun, ya?" atau "pacarnya aku kenapa?". Adegan peluk-cium-bangun dengan tubuh basah dan lengket juga sering sekali diulang-ulang sehingga akhirnya malah tidak menjadi romantis. Kemudian cerita dalam cerita, teori fisika, perwayangan, opera, sampai segala maca filosofinya Ardo membuat saya bosan sampai akhirnya saya skip saja. Terakhir,  ada banyak ruang kosong dalam buku ini. Satu atau dua kalimat saja untuk satu halaman penuh. Saya pikir itu adalah pengantar antar bab, ternyata bukan. Dan itu terjadi dalam beberapa halaman. *sigh*. Dua bintang cukuplah untuk dosa yang manis ini.


3 comments on "#161 The Sweet Sins"