Wu Xiaole adalah seorang guru les, yang memberikan pelajaran tambahan secara privat kepada siswa yang membutuhkan. Dalam buku ini, ada sembilan kisah siswa yang membutuhkan dirinya sebagai guru les. Well... sebenarnya yang membutuhkannya adalah orang tua siswa tersebut, terutama sang Ibu.
Sembilan kisah dalam buku ini memiliki benang merah yang sama. Orang tua di Taiwan begitu mempedulikan pendidikan anaknya, terutama nilai yang diperoleh anaknya, sekolah apa yang dimasuki, sampai pergaulan yang harus dilakoni si anak. Tidak jarang orang tua bertindak selaku helicopter parent (jenis orang tua yang terlalu fokus kepada anaknya dan terus ikut campur terhadap semua kelakuan anak) hingga akhirnya membentuk pola tiger parenting (pengasuhan sangat ketat dan bersikap otoriter kepada anak). Biasanya hal ini terjadi karena orang tua tidak ingin anak mereka mengikuti jejak mereka di masa lampau. Salah satu cerita dalam buku ini yang berjudul Menolong Siswa Berprestasi, digambarkan bahwa Ibunya sebelum menikah memiliki prestasi akademik yang baik. Namun karena dihadapkan pada tuntutan pernikahan, prestasi itu menjadi seperti tidak berguna.
Ibuku turun dari panggung kehidupannya, lalu mendorong kami naik ke panggung itu. (hlmn 287).
Cerita lain orang tuanya tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi, dan akhirnya tidak mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan tinggi. Mereka pun menyadari bahwa di Taiwan, pendidikan menjadi salah satu cara bertahan hidup.
Lantas apakah pendidikan itu? Wu Xiaole menuliskan pemikirannya seperti ini,
Pendidikan ada bukan supaya semua anak mendapat nilai yang tinggi. Pendidikan ada supaya bakat setiap anak dapat berkembang hingga batasnya, dan supaya hasil akhirnya memperoleh pengakuan. (hlmn. 110)
Namun, tidak semua Ibu dalam buku ini menempuh langkah seperti di atas. Dalam salah satu cerita yang berjudul Bagai Pinang Dibelah Dua mengisahkan tentang Muoli, seorang anak perempuan yang selalu dituntut ibunya untuk mendapatkan nilai lebih tinggi dibanding saudara lak-lakinya. Muoli mengikuti rancangan yang diberikan ibunya, bahkan dia bisa mendapatkan pendidikan magister. Ketika ditawari untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral oleh dosennya, Ibu Muoli menentangnya. Muoli harus segera menikah dengan seorang calon suami berprofesi sebagai dokter yang dipilihkan oleh orang tuanya. Lagi-lagi Muoli mengikuti rancangan ibunya. Sampai kemudian dia memiliki anak perempuan bernama Xiaoye. Long story short, Muoli memilih untuk membebaskan anak perempuannya, meski dia dicap sebagai ibu yang gagal mendidik anak. Bagi Muoli, ketegaran yang dialaminya seumur hidup telah cukup baginya untuk menerima cap itu.
Saya pernah membaca buku non fiksi tentang parenting yang sering diterapkan oleh orang tua Asia beberapa tahun yang lalu. Membaca buku On Children ini menunjukkan bahwa Tiger Parenting telah menjadi budaya dan ikon bagi orang tua Asia. Mungkin memang ada yang berhasil, terutama bagian kedisiplinan. Kisah-kisah dalam buku ini memang memberikan perspektif baru bagi orang tua, guru, bahkan juga bagi anak.
On Children
Wu Xiaole
330 halaman
Penerbit Haru
Januari, 2023