~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#392 7 Kisah Klasik Edgar Allan Poe


Judul Buku : 7 Kisah Klasik
Penulis : Edgar Allan Poe
Halaman : 204
Penerbit : Diva Press


Selamat datang di dunia gotik ala Edgar Allan Poe.

Itu salah satu kalimat yang tercantum pada kata pengantar di kumpulan cerpen ini. Edgar Allan Poe memang dikenal sebagai master dari kisah-kisah pendek bernuansa gotik, kelam dan horror. Seperti judulnya, ada 7 kisah pendek yang termuat di dalam buku ini. Saya sengaja tidak membacanya secara berurutan sesuai tata letaknya di buku. Untuk itu saya akan mereviewnya sesuai urutan saya membacanya. 

#391 What If


Judul Buku : What If
Penulis : Morra Quatro
Halaman : 280
Penerbit : Gagas Media


Kamila. Si Anal. Pengagum Sigmund Freud. Asisten dosen ilmu sosial yang sangat detail, yang selalu menjawab tiap pertanyaan di kelas. Jupiter. Mahasiswa tingkat dua. Penyuka basket, pemain gitar, perayu ulung. Ia telah menghadirkan Kamila di dalam hatinya sejak kali pertama pertemuan mereka di bawah langit siang. 

#389 The Martian


Judul Buku : The Martian
Penulis : Andy Weir
Halaman : 384 (ebook)
Penerbit : Broadway Books

Saya belum sepenuhnya pulih dari hangover setelah membaca novel ini. Novel yang tadinya saya kira akan membosankan, ternyata membuat saya berkali-kali merasa nyaris kebas karena tegangnya. Saya bahkan bisa mengatakan The Martian adalah novel non-romance terbaik yang saya baca selama tahun 2015.

#390 Jake & Melly

Judul Buku : Jake & Melly
Penulis : Anna Anderson
Halaman : 248
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Di suatu pagi, tepat pukul sembilan, Melly turun dari apartemennya untuk pergi mengantarkan kue bikinanannya kepada salah satu customer. Untungnya orang ini tinggal di apartemen yang sama, hanya berbeda lantai saja. Di sanalah dia bertemu dengan Jake Stewart dan adiknya, Andrew. Seketika itu juga, Andrew langsung menyukai Melly. 
Bukan hanya bocah sebelas tahun itu saja yang menyukai Melly, tetapi juga kakaknya, Jake. Keduanya sering menghabiskan waktu untuk menikmati makanan buatan Melly di apartemen Melly. Namun, Jake merasa ada yang disembunyikan oleh Melly. Semacam ada duka yang selalu hadir di wajah Melly. Belum lagi suasana apartemennya yang sendu. Jake bertekad untuk mencari tahu apa itu.
Melly memang menyimpan duka. Setahun lalu tunangannya, Ricky, meninggalkan dirinya begitu saja tanpa kabar setelah mengetahui Melly bukan lagi perempuan yang sempurna. Menjadi seorang survivor kanker menyisakan jejak yang terlalu jelas pada diri Melly. Rasa percaya diri Melly memudar, dia tahu dirinya tidak diinginkan oleh pria manapun. Bahkan cermin pun sekarang menjadi musuhnya.
Kamu cantik dan baik, Melly. Pintar masak pula. Kalau kamu ingin mengganti cermin di kamarmu, kasih tahu aku. Akan kugeledah seisi Jakarta untuk mencari cermin yang tidak buta.
Saya sudah sering membaca cerita tentang perempuan yang patah hati, berlarut-larut dalam kesedihannya, sehingga menutup mata terhadap peluang cinta yang ada di depannya. Tapi cara Anna Anderson menuliskan kisah Melly terasa berbeda. Entah kenapa saya tidak kesal pada Melly, meski dia tidak bisa memastikan pilihannya ketika tiba-tiba saja Ricky muncul lagi di hadapannya dan memohon untuk kembali pada Melly. Saya bisa memahami perasaan Melly dengan kondisi tubuhnya dimana dia menganggap dirinya tidak punya pilihan. Apalagi beberapa kali dia melihat orang yang dikasihinya tetap memilih bersama dengan wanita cantik yang sempurna. Logikanya gini deh... wanita dengan anggota tubuh lengkap saja bisa insecure, apalagi yang sudah kehilangan salah satu anggota tubuhnya.
Saya juga dengan mudahnya jatuh hati pada karakter Jake. Ketika dia memliki banyak pilihan, dia mempercayai kata hatinya. Upayanya membangkitkan semangat hidup Melly membuat pembaca akan mengidolakan Jake. Terlepas dari penampilan fisik dan penghasilan yang bukan sekadar lumayan. Cara Jake memperlakukan adik tirinya juga membuatnya semakin istimewa.
Don’t judge a book by it’s cover. Kira-kira seperti itulah pesan moral dari novel ini. Di samping itu, saya rasa penulis juga ingin menyampaikan bahwa tidak mudah menjadi seorang yang berbeda karena hal yang tidak kita inginkan. Ada proses yang panjang. Ada hal-hal yang menyakitkan. Tidak mungkin kita bisa menerima kehadiran orang lain dalam hidup kita, apabila kita tidka bisa menerima diri kita sendiri apa adanya.
BTW, meski tidak ada label dewasa pada sampul buku ini, sebagian isinya adalah untuk konsumsi orang dewasa. Meski tidak eksplisit sih… Tapi kalau kamu ingin membaca novel ringan namun sarat makna, saya merekomendasikan Amore satu ini.
4 stars

#388 Sincerely Yours

Judul Buku : Sincerely Yours
Penulis : Tia Widiana
Halaman : 248
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Kurang lebih dua tahun yang lalu, saya pernah membaca novel dengan label Amore di sampul depannya. Setelah menutup buku, saya sedikit kecewa. Novel itu tidak ada bedanya dengan Harlequin. Kesan pertama yang tidak menyenangkan membuat saya menutup mata pada novel Amore. Tapi, saat saya membaca review beberapa teman mengenai novel ini saya jadi penasaran. Saya ingin mencicip lagi novel Amore, namun dengan menaruh ekspektasi saya di tempat yang tidak tinggi. Apalagi novel-novel Amore dari GPU sepertinya sedang naik daun :) 
Novel ini dibuka oleh kisah thriller yang cukup mencekam. Seorang bayi ditemukan tewas dengan leher hampir putus. Tapi jangan tertipu oleh prolognya, novel ini sama sekali nggak sekejam itu. Satu-dua bab terlewati, saya jadi bertanya-tanya kenapa prolognya kisah sadis sperti itu? Apakah maksudnya hanya mau ngasih tahu pembaca kalau seperti inilah karya Inge (tokoh utama dalam novel ini) yang adlah seorang penulis thriller? Sepenting itukah?
Mari kita tinggalkan sejenak pembuka yang sadis itu. Kita kenalan dengan Inge, seorang penulis novel thriller yang tinggal sendirian di sebuah rumah di kompleks perumahan di daerah Sentul. Tinggal sendirian di rumah peninggalan ayahnya membantu Inge berkonsentrasi dalam menulis. Dia hanya menyapa tetangganya seperlunya saja. Rumahnya pun hampir seperti rumah tanpa penghuni dengan taman yang tidak terurus. Hanya rumput gajah mini yang mau tumbuh dengan sukarela di sana.
Pertemuannya dengan Alan terjadi tanpa sengaja, ketika Alan salah minum obat pemberian tetangga depan rumah Inge. Alan sendiri adalah pemilik usaha konstruksi, penyedia jasa servis segala rupa untuk kompleks perumahan itu. Karena kekeliruan tetangganya Inge, Alan terpaksa harus menginap di rumah Inge. Perkenalan Alan dan Inge berlanjut. Singkat cerita, baik Alan dan Inge sama-sama menikmati keakraban mereka. Alan pun memutuskan dia ingin mengenal Inge lebih jauh. Dia jatuh hati pada Inge. Sebenarnya perasaan Alan akan berbalas, jika saja Inge tidak menemukan fakta bahwa Alan baru saja memutuskan kekasih-delapan-tahunnnya agar bisa bersama Inge. Inge tidak terima dan pergi meninggalkan Alan.
Konfliknya ternyata nggak sesimpel itu. Inge yang dibayangi masa lalunya membuatnya memandang apa yang dilakukan Alan itu salah besar. Brengsek. Sementara Alan berusaha meyakinkan Inge hingga satu titik dia berhenti. Lantas bagaimana kelanjutan kisah Alan dan Inge?
Di luar dugaan saya, saya ternyata menyukai novel ini. Bahasanya luwes meski menggunakan kalimat baku baik di dalam dialognya. Meski Alan rasanya masih too good to be true, tapi Inge dengan segala kekurangannya yang manusiawi justru mengimbangi Alan. Munculnya orang ketiga, keempat dan kelima juga ikut "meramaikan" konflik tapi tidak membuat isi novel ini terlalu crowded. Ada perkembangan karakter yang dialami Inge, Inge yang awalnya seorang yang tertutup dan penuh amarah, akhirnya bisa membuka dirinya dengan orang lain.
Kita harus belajar memaafkan orang lain untuk bisa berdamai dan merasa bahagia dengan diri sendiri
Ohya, hampir mendekati akhir barulah terungkap mengapa ada prolog sesadis itu di awal novel ini. Saya jadi memberikan poin plus tersendiri dengan pemilihan alur yang sempat membuat saya clueless. Trus adegan maju mundur yang sepertinya membuat timeline novel ini berantakan, justru membantu pembaca memahami situasi dari dua belah pihak meski dengan gaya POV orang ketiga. Tenang saja, tidak akan membingungkan.
Kali ini saya tidak merasakan aura Harlequin. Tidak juga semewah Metropop. Romansa dengan rasa Indonesia benar-benar hadir di dalam novel ini. Sepertinya saya akan mulai mencari Amore-Amore lainnya. Semoga bisa sebaik novel yang satu ini.
PS. Untuk Mbak Tia, nulis cerita thriller dong. :D
3 stars