~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#543 Tiba Sebelum Berangkat


Judul Buku : Tiba Sebelum Berangkat
Penulis : Faisal Oddang
Halaman : 212
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia


Kata "bissu" pada sinopsis novel ini membuat saya tergerak untuk segera memiliki karya Faisal Oddang. Sempat tersimpan cukup lama, karena saya mencari waktu yang tepat untuk membacanya. Saya pernah membaca sebuah review tentang buku ini yang mengatakan bahwa sekali membaca halaman pertama, tidak bisa melepaskan novel ini sampai halaman terakhir. Dan memang itu yang terjadi.

Novel ini berkisah tentang Mapata dan perjalanannya menjadi bissu. Bissu merupakan gender kelima yang ada dalam kepercayaan Bugis. Bissu bukan laki-laki atau perempuan. Bissu dihadirkan sebagai penengah, pengisi kekosongan, dan penyambung lidah antara manusia dan Dewata. Mapata menjadi bissu setelah tinggal beberapa waktu menjadi toboto di arajeng (rumah) Puang Matua Rusmi, seorang pemimpin bissu  di kampungnya di Wajo. Selama tinggal bersama Puang Matua Rusmi, Mapata belajar banyak hal. Meski ada kabar miring yang beredar bahwa menjadi toboto berarti melayani semua kebutuhan, bahkan bisa "dipakai" oleh Puang Matua Rusmi, Mapata tidak gentar. Dia tetap setia melayani Puang Matua Rusmi. Entah bagaimana, Mapata meyakini bahwa dirinya nanti akan menjadi bissu juga. Mungkin inilah alasan mengapa judul novel ini Tiba Sebelum Berangkat. Frase ini merupakan pepatah dalam bahasa Bugis yang artinya kurang lebih mengetahui tujuan akhir sebelum memulai sesuatu. 

Yang menarik adalah karena Mapata menceritakan kembali tentang dirinya itu dalam keadaan habis disiksa. Lidahnya terpotong, luka-luka di sekujur tubuhnya. Bagi Mapata yang terpenting adalah akal dan ingatannya. Karena tak seorang pun bisa mencuri ingatan.  Mapata menuliskan kisahnya itupun atas paksaan Ali Baba, seorang dari kumpulan pembela agama yang diakui Indonesia. Mereka bertugas merazia para penganut kepercayaan yang tidak mau mengkuti agama resmi negara. Dalam kisahnya, Mapata menuturkan tentang kondisi politik yang terjadi di Sulawesi Selatan pasca Indonesia merdeka. Waktu itu bissu dipaksa untuk bertobat, dan mengucapkan kalimat syahadat. Perang antara kelompok gurilla, TII, KNIL dan sekutu lainnya berkecamuk membuat kumpulan bissu terpecah.

Suatu naskah fiksi yang berlatar historikal yang membuat pembaca bertanya-tanya benarkah ini yang sesungguhnya terjadi adalah naskah yang bagus. Meski penulis mengeaskan bahwa novel ini murni fiksi, saya yakin riset yang mendalam dilakukan oleh beliau dalam merangkai peristiwa demi peristiwa. Tidak heran jika novel ini masuk dalam 10 besar Kusala Sastra Khatulistiwa tahun 2018 bersanding dengan sejumlah karya sastra lainnya. Namun mungkin saya perlu memberikan peringatan sebelum membaca novel ini, lapangkan pikiran, buka hati. Isi novel yang vulgar dan brutal mungkin tidak cocok dibaca sambil memakan sesuatu. Percayalah.

Ohya, saya sempat bertanya-tanya mengapa pada gambar sampulnya ada gambar kucing? Ternyata dalam novel ini dijelaskan kalau kucing dianggap hewan yang mulia di suku Bugis. Satu kekaguman saya pada penulis adalah konsistensinya mengangkat budaya Sulawesi Selatan dalam bentuk fiksi. Cara yang mudah menjangkau anak muda agar tidak melupakan sejarahnya, khususnya anak muda di Sulawesi Selatan. 


#542 Little Fires Everywhere


Judul Buku : Little Fires Everywhere
Penulis : Celeste Ng
Halaman : 368
Penerbit : Spring

“Apa yang menjadikan seseorang seorang ibu? Apa itu berdasarkan biologi, ataukah kasih sayang?” (Hal 282)

Elena Richardson tumbuh dan besar dalam keteraturan Shaker Heights. Hidupnya terencana dan teratur. Lulus kuliah, menikah, dan berkarir sebagai seorang jurnalis. Dia melahirkan empat orang anak (Lexie, Trip, Moody dan Izzy). Namun hidup sempurna Elena mulai berubah ketika Mia Warren dan Pearl, anaknya datang ke Shaker Heights.

Mia Warren, sorang seniman fotografi. Bersama putrinya, dia hidup berpindah dari satu kota ke kota lain untuk menemukan inspirasi baru. Tidak ada waktu yang membatasi. Kapanpun Mia dan Pearl ingin pindah, mereka mengepak barang-barang mereka ke atas mobil dan menemukan kota yang lain. Ketika tiba di Shaker Heights, mereka menempati apartemen milik keluarga Richardson. Moody Richardson yang pertama berkenalan dengan Pearl, mengajak Pearl ke rumahnya, hingga akhirnya Pearl akrab dengan saudara-saudara Moody lainnya. Mrs. Richardson kemudian menawarkan Mia untuk bekerja di rumahnya, melakukan kegiatan bersih-bersih dan memasak makan malam. Bagi Mia, ini solusi praktis selain menerima uang untuk mebayar sewa rumah, dia juga bisa mengawasi putrinya.

Suatu waktu keluarga Richardson mengunjungi teman mereka, keluarga McCullough, yang merayakan ulang tahun anak angkatnya, Mirabelle. Mirabelle atau May Ling diadopsi oleh keluarga McCullough saat anak itu ditinggalkan di depan gedung pemadam kebakaran. Ketika Mia mendengar tentang bayi China-Amerika ini, dia teringat dengan temannya Bebe Chow yang mencari-cari bayi yang dulu ditinggalkannya di sebuah gedung. Bebe Chow kemudian mengajukan gugatan untuk meminta kembali hak asuh atas anak kandungnya.

Little Fires Everywhere mengangkat tema motherhood sebagai benang merah utama. Bagaimana menjadi ibu yang sempurna, bagaimana berjuang mempertahankan status keibuan, bahkan ketika seseorang memutuskan untuk tidak menjadi ibu. Api-api kecil yang ada di mana-mana sesungguhnya adalah masalah-masalah yang bisa timbul ketika seseorang menjadi ibu. Elena dengan kesempurnaannya, Mia dengan kebebasannya, Bebe dengan status ibu kandung dan Linda McCullough dengan cintanya yang begitu besar. 

Api-api kecil ini juga merujuk pada dampak yang ditimbulkan oleh keempat ibu-ibu tadi. Elena yang hidupnya sangat teratur tidak menyadari bahwa Lexie, putrinya mengalami masalah besar yang merupakan pelanggaran terhadap kesempurnaan mematuhi aturan. Sayangnya Lexie memilih menyelesaikan masalah dengan melemparkan tanggung jawab kepada Pearl, yang berbuntut sakit hati Moody dan kekecewaan Trip. Izzy, si pembuat masalah dalam keluarga Richardson, dipicu oleh ucapan Mia tentang "membakar habis dan mengulangi dari awal" akhirnya membuat api-api kecil yang akhirnya membakar habis rumah Richardson.

Selain motherhood, Celeste juga mengangkat masalah rasisme lewat kasus perebutan anak, meskipun bukan sebagai kasus utama. Celeste menggunakan personanya sebagai seorang berketurunan China-Amerika dalam novel ini lewat kehadiran Bebe Chow dan May Ling. Ada konsistensi Celeste sebagai seorang penulis China-Amerika menampilkan isu rasisme dalam setiap karyanya. Debutnya, Everything I Never Told You juga mengangkat tentang rasisme dengan tokoh seorang China-Amerika.

Sangat wajar jika novel ini kemudian menjadi Goodreads Choice Winner untuk kategori Fiksi di tahun 2017. Apalagi di tengah hangatnya politik pemerintahan Donal Trump yang menyangkut banya kebijakan untuk kulit berwarna di Amerika. Celeste Ng menjadi penulis wanita yang karyanya patut diperhitungkan.


#541 Savanna & Samudra


Judul Buku : Savanna & Samudra
Penulis : Ken Terate
Halaman : 352
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Setelah papanya meninggal, Savanna baru merasakan kerasnya kehidupan. Terutama ketika dia harus dengan terpaksa mengambil alih peran papanya untuk mengurus segala sesuatunya di rumah mereka. Tidak usah mengharapkan mamanya yang setiap hari entah pergi kemana dengan gaya mewah. Padahal keuangan mereka sangat terbatas. Tyo, adik satu-satunya, bahkan kini malas ke sekolah. SPP-nya menunggak tiga bulan. Debt collector sudah beberapa kali menyambangi rumah mereka. Savanna harus meninggalkan bangku kuliah agar bisa bekerja mendapatkan uang. Dan satu-satunya tempat yang menerima lulusan SMA sepertinya hanyalah kedai susu Inisusu.

Di kedai itu, dia bertemu dengan Alun. Cowok lulusan SMK yang juga bekerja sebagai pelayan, sama dengan Savanna. Bedanya Alun sepertinya menikmati pekerjaannya. Dan dia juga rupanya kesayangan Miss Lani, pemilik kedai yang pelit itu. Alun seringkali melontarkan guyonan-guyonan konyol. Dan Koh Abeng, chef di kedai itu bisa menimpali candaan tak bermutu Alun. 

Kehidupan baru yang dijalani Savanna terasa menurunkan derajat sosialnya beberapa tingkat di bawah sebelumnya. Savanna yang terbiasa hidup mewah kini harus kerja demi upah yang tidak seberapa. Mimpinya menjadi sarjana harus dikubur, meski diam-diam Savanna berharap dia akan bisa mengejarnya kembali. Bukan hanya itu saja, sosok Papanya yang sempurna di mata Savanna ternyata menyimpan masa lalu yang kelam. 

Ada banyak issue yang diangkat dalam novel ini. Pentingnya pendidikan, pernikahan dini, KDRT, kedewasaan sebelum waktunya, derajat sosial, dan masih banyak lagi. Semuanya diramu dengan pas pada novel yang mengambil latar belakang kota Jogja ini. Saya menyukai bagaimana penulis menggiring pembaca untuk melihat Atika, mamanya Savanna, sebagai sosok antagonis yang kemudian mengungkap alasan mengapa Atika berbuat seperti itu. Alasan yang sesungguhnya itulah yang banyak terjadi dalam realitas sosial di masyarakat. Saya juga menyukai perubahan cara pandang Savanna. Selama ini, cara pandang Savanna terhadap pendidikan terbentuk dari pola pandang papanya. Sebagai contoh, Bimo, papanya Savanna melarang Tyo masuk ke SMK karena menganggap SMK itu derajatnya lebih rendah daripada SMA. Ketika Savanna bertemu dengan Alun yang hanya lulusan SMK, Savanna juga memandang rendah Alun. Tetapi ketika satu per satu keterampilan Alun membantu Savanna menyelesaikan masalahnya, ada perubahan yang terjadi pada Savanna dalam menyikapi hidup.

Seorang teman mengatakan membaca novel ini rasanya lebih "merakyat". Dan saya setuju dengan itu. Novel ini menunjukkan bahwa kedewasaan itu tidak selamanya soal umur. Bahwa terkadang kita harus menjadi dewasa sebelum waktunya, dengan melompat dari satu masalah ke masalah lainnya.