Awal tahun ini dibuka dengan peristiwa razia buku di sebuah toko buku di Padang oleh oknum TNI. Mereka mencari buku PKI. Salah satu dari tiga buku yang disita adalah kumpulan pidato Bung Karno yang berjudul Jasmerah. Katanya buku yang disita baru akan dipelajari isinya. Belum lama, Jaksa Agung malah mengusulkan razia besar-besaran buku yang mengandung paham komunis. Kalau perlu perampasan buku perlu dilakukan.
Mungkin beliau lupa, kalau seharusnya tidak ada lagi penyitaan buku tanpa melalui surat perintah pengadilan. Buku Jasmerah misalnya, diterbitkan oleh Penerbit Laksana (imprint dari DivaPress), memiliki ijin penjualan resmi. Saya dan beberapa teman memutuskan untuk membeli dan membaca buku ini. Hitung-hitung bantuin menelaah isi bukunya. Benarkah berbahaya?
Seperti yang tercantum di judulnya, buku ini berisi pidato-pidato Bung Karno. Total ada enam (6) pidato. Berikut saya bagikan intisari pidatonya dari hasil baca saya.
(1) Proklamasi Kemerdekaan
Pidato singkat Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1945, yang berisi proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pidato ini istimewa karena menjadi awal tonggak sejarah Indonesia.
"Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangannya sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya."
(2)Tetaplah Bersemangat Elang Rajawali!
Pidato ini disampaikan sebagai amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1949 di Yogyakarta. Dalam pidatonya ini, Soekarno menyampaikan refleksi perjuangan selama empat tahun setelah Indonesia merdeka. Salah satu yang menjadi sorotan utamanya adalah proses Persetujuan Linggjati dan Persetujuan Renville yang dianggapnya gagal. Namun Soekarno tetap memberikan apresiasi dan semangat kepada seluruh pemuda, angkatan perang, polisi dan rakyat Indonesia yang dijulukinya sebagai Elang Rajawali.
"Kita belum hidup di dalam sinar bulan yang purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali!"
Pidato ini disampaikan sebagai amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1949 di Yogyakarta. Dalam pidatonya ini, Soekarno menyampaikan refleksi perjuangan selama empat tahun setelah Indonesia merdeka. Salah satu yang menjadi sorotan utamanya adalah proses Persetujuan Linggjati dan Persetujuan Renville yang dianggapnya gagal. Namun Soekarno tetap memberikan apresiasi dan semangat kepada seluruh pemuda, angkatan perang, polisi dan rakyat Indonesia yang dijulukinya sebagai Elang Rajawali.
"Kita belum hidup di dalam sinar bulan yang purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali!"
(3) Penemuan Kembali Revolusi Kita
Pidato ketiga dalam buku ini masih merupakan amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1959 di Jakarta. Soekarno menganggap tahun 1959 merupakan tahun istimewa dimana bangsa Indonesia menemukan kembali semangat revolusi (rediscovery of revolution). Tahun dimana Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstitante, memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945 dan pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.
Dalam pidatonya ini, Soekarno menyinggung masalah kemanusiaan dan kemerdekaan. Dia mengambil contoh dari isi Declaration of Independence Amerika dan Manifes Komunis. Bahwa manusia yang bukan makhluk tanpa arah memiliki hak hidup, hak kebebasan dan hak mengejar kebahagiaan. Juga bahwa manusia tidak boleh ditindas. Soekarno juga menganjurkan Pax Humanica atas dasar kedua deklarasi tersebut di Washington dan Moskow. Soekarno juga menyerukan semangat gotong-royong (Ho-Lopis-Kuntul-Baris) yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pidato ketiga dalam buku ini masih merupakan amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1959 di Jakarta. Soekarno menganggap tahun 1959 merupakan tahun istimewa dimana bangsa Indonesia menemukan kembali semangat revolusi (rediscovery of revolution). Tahun dimana Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstitante, memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945 dan pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.
Dalam pidatonya ini, Soekarno menyinggung masalah kemanusiaan dan kemerdekaan. Dia mengambil contoh dari isi Declaration of Independence Amerika dan Manifes Komunis. Bahwa manusia yang bukan makhluk tanpa arah memiliki hak hidup, hak kebebasan dan hak mengejar kebahagiaan. Juga bahwa manusia tidak boleh ditindas. Soekarno juga menganjurkan Pax Humanica atas dasar kedua deklarasi tersebut di Washington dan Moskow. Soekarno juga menyerukan semangat gotong-royong (Ho-Lopis-Kuntul-Baris) yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
(4) Lahirnya Pancasila
Pidato keempat ini adalah pidato yang disampaikan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 di hadapan Badan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau yang disebut juga Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai. Inti pidato ini adalah mengemukakan jawaban atas pertanyaan "apa yang menjadi dasar Indonesia merdeka?". Dalam pidatonya Soekarno menyampaikan lima prinsip dasar yang menjadi cikal bakal Pancasila sebagai dasar negara. Semuanya jika dirumuskan dalam satu prinsip menjadi gotong-royong untuk kepentingan bersama.
"Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekad mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai ke akhir zaman!"
Pidato keempat ini adalah pidato yang disampaikan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 di hadapan Badan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau yang disebut juga Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai. Inti pidato ini adalah mengemukakan jawaban atas pertanyaan "apa yang menjadi dasar Indonesia merdeka?". Dalam pidatonya Soekarno menyampaikan lima prinsip dasar yang menjadi cikal bakal Pancasila sebagai dasar negara. Semuanya jika dirumuskan dalam satu prinsip menjadi gotong-royong untuk kepentingan bersama.
"Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekad mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai ke akhir zaman!"
(5) Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Jasmerah)
Pidato ini adalah pidato terakhir Bung Karno sebagai Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS RI. Dibawakan pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1966 di Jakarta. Soekarno menganggap 21 tahun Indonesia merdeka merupakan tahun-tahun penggemblengan atas kemampuan dan kepribadian bangsa. Soekarno juga menyinggung tentang peristiwa di tahun 1965, secara khusus Supersemar, sebagai upaya mempreteli kekuasaannya dan penyerahan pemerintah. Sejarah panjang yang dilewati oleh bangsa Indonesia menuju kemerdekaan dan pasca merdeka dijabarkan secara rinci oleh Soekarno. Pesan Soekarno agar tidak meninggalkan sejarah sebagai acuan pelaksanaan pemerintahan.
"Dengan berpegang terus kepada sejarah itu, maka dengan kekuatan baru, dengan selalu bertambah semangat baru, dengan selalu bertambah mantap dan kokoh keyakinan, bertambah cerah harapan-harapan baru, mari kita menggembleng terus persatuan dan kesatuan untuk perjuangan kita selanjutnya."
Pidato ini adalah pidato terakhir Bung Karno sebagai Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS RI. Dibawakan pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1966 di Jakarta. Soekarno menganggap 21 tahun Indonesia merdeka merupakan tahun-tahun penggemblengan atas kemampuan dan kepribadian bangsa. Soekarno juga menyinggung tentang peristiwa di tahun 1965, secara khusus Supersemar, sebagai upaya mempreteli kekuasaannya dan penyerahan pemerintah. Sejarah panjang yang dilewati oleh bangsa Indonesia menuju kemerdekaan dan pasca merdeka dijabarkan secara rinci oleh Soekarno. Pesan Soekarno agar tidak meninggalkan sejarah sebagai acuan pelaksanaan pemerintahan.
"Dengan berpegang terus kepada sejarah itu, maka dengan kekuatan baru, dengan selalu bertambah semangat baru, dengan selalu bertambah mantap dan kokoh keyakinan, bertambah cerah harapan-harapan baru, mari kita menggembleng terus persatuan dan kesatuan untuk perjuangan kita selanjutnya."
(6) Nawaksara
Pidato keenam ini disampaikan pada Sidang Umum MPRS tanggal 22 Juni 1966, dan diberi judul Nawaksara oleh Soekarno. Di dalam pidatonya Soekarno menyampaikan sembilan hal terkait amanat yang diterimanya sebagai pemimpin. Salah satunya adalah penetapan Sidang Umum MPRS II tahun 1963 yang menetapkan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Tetapi Soekarno memberikan jawaban alangkah baiknya jika MPR nantinya yang adalah MPR hasil pemilihan umum meninjau kembali hal tersebut.
Pada bagian penutup pidatonya ini Soekarno menyebutkan bahwa dalam world of the mind dia berjumpa dengan banyak pemimpin besar dari segala bangsa dan segala negara. World of the mind yang dimaksudnya adalah dunia pemikiran yang tercipta saat dia membaca buku-buku para pemimpin besar itu. Soekarno telah mendedikasikan hidupnya selama hampir empat puluh tahun untuk kemerdekaan bangsa
"Saya berjumpa dengan orang-orang besar ini, tegasnya, jelasnya dari membaca buku-buku."
Pidato keenam ini disampaikan pada Sidang Umum MPRS tanggal 22 Juni 1966, dan diberi judul Nawaksara oleh Soekarno. Di dalam pidatonya Soekarno menyampaikan sembilan hal terkait amanat yang diterimanya sebagai pemimpin. Salah satunya adalah penetapan Sidang Umum MPRS II tahun 1963 yang menetapkan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Tetapi Soekarno memberikan jawaban alangkah baiknya jika MPR nantinya yang adalah MPR hasil pemilihan umum meninjau kembali hal tersebut.
Pada bagian penutup pidatonya ini Soekarno menyebutkan bahwa dalam world of the mind dia berjumpa dengan banyak pemimpin besar dari segala bangsa dan segala negara. World of the mind yang dimaksudnya adalah dunia pemikiran yang tercipta saat dia membaca buku-buku para pemimpin besar itu. Soekarno telah mendedikasikan hidupnya selama hampir empat puluh tahun untuk kemerdekaan bangsa
"Saya berjumpa dengan orang-orang besar ini, tegasnya, jelasnya dari membaca buku-buku."
Well... menurut saya sebagai orang awam, tidak ada yang perlu ditakutkan dari isi buku ini. Bahkan beberapa bagian masih relevan dengan kondisi Indonesia sekarang. Mbak Busyra membuat beberapa foto isi bukunya di sini.
Aksi razia itu yang justru membuat masyarakat diingatkan kembali kepada ketakutan. Ketakutan akan kekuasaan absolut. Di samping itu, penyitaan buku adalah suatu bentuk penistaan terhadap akal sehat dan kecerdasan. Bukankah tujuan bangsa kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa? Soekarno saja menggunakan buku-buku untuk "bertemu" dengan pemimpin besar lainnya dan menuangkan pemikirannya untuk bangsa. Dan sekali lagi, jangan melupakan sejarah. Apa salahnya mengenal sejarah lewat membaca buku?
Jasmerah : Pidato-Pidato Spektakuler Bung Karno Sepanjang Masa
Wirianto Sumartono
262 halaman
Penerbit Laksana
2018
Review tentang buku ini juga bisa dibaca di Bacaan Bzee