~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#601 Finn


Liz sudah memutuskan untuk pergi dari rumah tanpa memberitahu kedua orangtuanya. Dia menerima pekerjaan sebagai terapis bagi anak autis di Balikpapan. Ini adalah langkah pertama dari rencana Liz agar tidak lagi tinggal di rumah orang tuanya. Rumah itu seperti kuburan. Yah...mungkin memang semua penghuninya sudah ikut dikubur bersama dengan Arthur, adik Liz yang meninggal karena kecelakaan.

Arthur juga seorang penderita autisme. Setidaknya pengalaman merawat Arthur dan hasil belajarnya bersama komunitas pemerhati autisme di grup facebook membuatnya memberanikan diri menerima pekerjaan dari Dika. Tapi setibanya di Balikpapan, Liz tidak menyangka jika yang akan dirawatnya adalah seorang pemuda berusia 21 tahun.

Finn menderita autisme sejak lahir. Sebenarnya Finn sudah menunjukkan banyak kemajuan berkat asuhan dan kesabaran ibunya, Ibu Montik. Namun kematian Ibu Montik memberikan kesedihan mendalam bagi Finn. Hidupnya yang teratur menjadi kacau karena tidak adanya Ibu Montik di sisinya. Sementara ayahnya tidak menyukai Finn. Dia selalu memukul Finn jika Finn tantrum. Bahkan seringkali mengikat Finn di dalam kamar. Untungnya masih ada Dika, kakak Finn, yang menjaganya setiap kali ayahnya melampiaskan amarah.

Dua kali dalam sebulan ini saya membaca novel tentang penderita autisme. Yang menarik di buku ini karena diceritakan dari dua sudut pandang, Liz dan Finn. Sudut pandang Liz lebih banyak berkisah tentang perjalanannya ke Balikpapan, metodenya dalam melakukan terapi, permasalahan yang membuatnya meninggalkan rumah, juga tentang keluarga Finn terutama Dika, kakaknya Finn. Sementara dari sudut pandang Finn, tentu saja bercerita tentang perasaaan Finn. Dengan cara bercerita yang membuat pembaca seperti tenggelam dalam pikiran penuh suara di dalam kepala Finn.

Ada beberapa hal yang diangkat dalam novel ini. Yang pertama adalah bagaimana memahami bahwa autisme itu adalah penyakit yang bisa disembuhkan. Sedikit banyak ada informasi terkait metode terapi penderita autisme. Masih banyak orang yang menganggap autisme sama dengan gila, idiot, atau penyakit menular. Novel ini mencoba memberikan fakta yang dapat mengubah paradigma tersebut. Penderita autisme membutuhkan dukungan penuh keluarga untuk bisa sembuh. 

Yang kedua adalah tentang hidup tanpa harapan. Inilah yang dijalani oleh Liz. Kematian adiknya membawa perubahan besar di dalam keluarganya. Nyaris tidak ada komunikasi antara Lz dengan kedua orangtuanya. Dianggap tidak ada bagi Liz sangat menyakitkan. Terlebih lagi karena peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa adiknya terjadi atas campur tangan Liz. Liz mencoba mencari harapan yang hilang itu pada Finn.

Yang ketiga adalah tentang orang-orang yang harus menjadi "korban" ketika salah satu anggota keluarga terlahir dengan kebutuhan khusus seperti Finn. Liz dan Dika mengalami hal ini. Hidup Liz saat Arthur masih hidup berputar di sekitar Arthur dan autisme yang dideritanya. Demikian juga Dika dengan keberadaan Finn selama 21 tahun. Seringkali orang-orang seperti Liz dan Dika harus "terpaksa" memaklumi dan menjalani hidup yang bukan hidup mereka sendiri. Dan tentu saja itu butuh pengorbanan. 

Novel metropop yang satu ini bisa dibilang berbeda dengan metropop kebanyakan. Saya menangis saat membaca novel ini. Saya berterima kasih kepada penulis yang mengizinkan saya "mengintip" isi kepala Finn. Saya jadi memahami mengapa Finn (dan beberapa penderita autis atau anak berkebutuhan khusus lainnya) seringkali memukul atau membenturkan kepala untuk menghilangkan kegaduhan dan sakit di kepala mereka. Saya jadi memahami mengapa mereka tidak mau disentuh atau dipeluk. Atau mengapa mereka hanya menyukai orang tertentu saja. Saya berharap novel ini untuk dibaca oleh banyak orang, agar kepedulian kita terhadap penderita autis meningkat.

Finn
Honey Dee
312 halaman
Gramedia Pustaka Utama
Januari, 2020



#600 The Silent Patient


Alicia berprofesi sebagai seorang pelukis, sementara Gabriel adalah seorang fotografer. Keduanya adalah sepasang suami istri yang hidup saling mencintai, sampai suatu hari Gabriel ditemukan meninggal dalam kondisi mengenaskan terikat di kursi dengan lima bekas tembakan di wajahnya, dan tentu saja kepalanya hancur. Saat ditemukan, Alicia berada di ruangan yang sama, berdiri di depan suaminya, dengan senjata api tidak jauh dari dirinya. Tangannya berdarah karena tersayat. Tidak ada yang tahu siapa pembunuh Gabriel, karena Alicia memilih untuk diam membisu dan tidak pernah berbicara lagi

Beberapa waktu setelah kematian suaminya, Alicia membuat lukisan dirinya. Alicia "berbicara" melalui lukisannya. Namun tidak seorangpun bisa memahami maksud lukisan itu, karena tidak ada petunjuk apapun kecuali sebaris huruf Yunani yang membentuk satu kata: ALCESTIS. Alicia sendiri kemudian dimasukkan ke dalam rumah sakit The Grove, tempatnya dirawat karena dianggap gila.

Theo Faber, seorang psikoterapis ingin sekali memecahkan kasus Alicia. Dia memulainya dengan mandaftar sebagai psikoterapis di The Grove. Theo mencoba membuat Alicia kembali berbicara, meski dia mendapatkan hambatan dari rekan-rekan kerjanya. Di sisi lain, Theo yang dibayangi oleh masa lalunya, menggali lebih jauh infomasi terkait Alicia. Dia menghubungi beberapa orang yang pernah dekat dengan Alicia. Ada sesuatu di masa lalu Alicia yang perlu dikuak untuk memancing Alicia berbicara.

Karya Alex Michaelides ini mendapatkan penghargaan Goodreads Choice Awards for Mystery and Thriller 2019. Novel ini membuat saya penasaran sejak muncul di timeline Goodreads, dan syukurnya bisa saya baca terjemahannya di Gramedia Digital. Penulis menggunakan dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang Theo dan sudut pandang Alicia melalui buku hariannya. Kedua sudut pandang ini disandingkan untuk saling melengkapi memberikan gambaran apa yang sebenarnya terjadi pada Alicia. 

Buku harian, Alcestis dan masa lalu Alicia menjadi kunci misteri membisunya Alicia. Ditambah dengan bumbu psikoterapi, novel ini menjanjikan alur yang sepertinya tidak mudah ditebak. Bagi yang sering membaca buku misteri tentu sudah menduga akan ada plot twist di akhir cerita. Saya bisa menebak siapa pelaku pembunuhan Gabriel dan apa yang menyebabkan Alicia membisu. Cara penulis menyajikan runtutan cerita demi cerita membantu pembaca untuk itu. Meski saya tidak menduga ada permainan waktu di dalamnya, ada sesuatu yang membuat saya hanya bisa memberikan bintang tiga untuk novel ini. Saya merasa sisi psikologis Alicia seharusnya digali lebih dalam. Dan keputusan penulis akan kondisi Alicia di akhir cerita membuat saya masih menyimpan pertanyaan. Salah satunya adalah penjelasan mengenai lukisan yang dibuat oleh Alicia di The Grove. 

Anyway... sebagai karya debut, novel ini mencuri perhatian. Novel ini bahkan dinominasikan jga dalam kategori Debut Novel di Goodreads Choice Awards., tapi kalah dari Red, White & Royal Blue-nya Casey McQuiston. Pencinta thriller mystery memang sebaiknya tidak melewatkan novel ini. 

The Silent Patient
Alex Michaelides
400 halaman
Gramedia Pustaka Utama
Desember, 2019

#599 Milkman


Aku adalah seorang perempuan yang digosipkan memiliki affair dengan tukang susu. Perbedaan usia yang cukup jauh menjadi topik hangat. Sampai saudara ipar pertama harus turun tangan mengingatkan, disusul oleh saudari pertama dan juga Ma. Padahal Aku tidak pernah memiliki afair dengan tukang susu. Memang dia beberapa kali menjumpai Aku, saat Aku sedang berjalan sambil membaca, ataupun saat sedang berlari di waduk. 

Aku sendiri sebenarnya memiliki mana-tahu-pacar. Seseorang yang dianggapnya pria ideal untuk dijadikan pacar. Tapi mereka tidak menjalani stutus itu karena akan terasa aneh. Sementara itu saudara ipar pertama selalu melecehkan diri Aku dengan sebutan tak senonoh. Dan Ma tidak hentinya menyuruh Aku menikah.

Novel ini unik dalam arti sebenarnya. Tidak ada satupun tokoh di dalamnya yang memiliki nama. Pembaca hanya akan mendapati kata Aku, Saudara ipar pertama, Saudari ertama, Saudara Ipar Ketiga, Saudari ketga, Ma, Mana-Tahu-Pacar, hingga Seseorang McSeseorang. Jujur saja, sampai 200 halaman pertama saya dibuat bingung dan seakan meraba-raba kemana arah cerita novel ini. Belum lagi narasi yang panjang, dengan detail selengkap mungkin. Dan ohya, bukan hanya tokohnya tidak bernama, settingan tempat novel ini juga tidak bernama. Saya lantas berhenti membacanya, dan mencari tahu tentang novel ini melalui beberapa review. Hingga akhirnya saya menemukan pencerahan, dan membaca sisanya jadi lebih mudah dan jelas.

Novel yang memenangkan Man Booker Prize 2018 ini bersetting di Irlandia Utara. Dari beberapa literatur yang saya baca, novel ini dikaitkan dengan gerakan #MeToo, sebuah gerakan melawan pelecehan dan kekerasan seksual pada wanita. Tokoh Aku sendiri mengalami pelecehan tersebut, baik dari keluarganya maupun lingkungannya. Selain pelecehan seksual, novel ini juga menyinggung tentang komunitas, agama, norma, patrarki, hingga bagaimana orang bahkan keluarga sendiri lebih mudah termakan gunjingan dari orang lain tanpa perlu mencari tahu kebenarannya.

Membaca novel ini butuh waktu untuk mencerna, berpikir dan memahami isinya. Bukan bacaan santai. Yang jeas saya salut pada Penerbit Semicolon yang sudah menerjemahkan novel ini. Sungguh membaca novel ini akan memperkaya kosakata bahasa Indonesia pembaca. Terima kasih untuk Penerbit Semicolon yang memberikan kesempatan bagi saya meresensi buku ini. 

Milkman
Anna Burns
520 halaman
Penerbit Semicolon
November, 2019

#598 Miss Echa


Miss Echa adalah judul sebuah buku yang merupakan kumpulan 10 cerita pendek tentang perempuan. Diterbitkan pada pertengahan November, sepertinya ingin mengejar momen Hari Ibu atau Hari Natal (mengingat beberapa cerpen di dalamnya bernuansa Kristiani). Berikut adalah kilasan dari sepuluh cerpen tersebut

1. Miss Echa
Anggia hendak menjodohkan anaknya, Echa dengan anak temannya. Sayangnya perjumpaan pertama mereka berlangsung tidak mulus karena ada kesalahpahaman. Lagipula Echa memang menolak dijodohkan oleh ibunya. Tanpa diduga oleh Anggia, Echa dan Ben kembali bertemu. Berkat bantuan seorang anak TK asuhan Echa, Ben dan Echa menjadi dekat.

2. Ke Kuta Kucari Cinta
Jennifer baru mengetahui jika dia bukan anak ibunya. Warna kulitnya yang berbeda membuatnya bertanya apakah dia anak adopsi. Jawaban ayahnya mengejutkannya, dan membuatnya pergi mencari ibu kandungnya ke Bali, Indonesia. Jenn berusaha mencari tahu mengapa ibunya membiarkannya dibawa pergi oleh ayahnya jauh dari Indonesia.

3. Di Doa Ibuku
Teresa seringkali heran melihat ibunya duduk bertelut berdoa dalam waktu yang lama. Ternyata ibunya mendoakan agar dia bisa kembai bersama dengan Jonan, (mantan) suaminya yang pernah mengkhianatinya. Mereka memang belum resmi bercerai. Tapi ibunya juga tahu bahwa Jonan yang dahulu pernah berselingkuh. Dan mengapa ibunya terus mendoakannya?

4. Karena Aku Punya Hati
Aku kesal karena ibu mertuaku, mantan ibu mertuaku tepatnya, meminta aku mengasuh Erin. Erin adalah anak dari mantan suamiku dan istri barunya. Mereka meninggal dalam sebuah kecelakaan dan meninggalkan Erin sebatang kara. Aku memang mewarisi usaha mantan suamiku, tapi aku tidak mungkin juga "mewarisi" anaknya. 

5. Segitiga Cinta
Shinta mengadopsi Nanda pada saat dia baru lahir. Ibu kandungnya belum pernah meihat Nanda sama sekali. Kini saat suaminya meninggal, Shinta merasa perlu untuk memberitahukan tentang siapa Nanda sebenarnya. Awalnya Nanda sangat marah, tapi kemudian dia bisa menerimanya. Kini Shinta yang harus merelakan Nanda mencari tahu ibu kandungnya.

6. Hadir Untuk Wina
Cerita ini agak beda, karena melibatkan seorang ibu yang sudah berpulang ke Penciptanya. Tapi si Ibu hadir kembali saat anaknya, Wina mendapatkan masalah. Si ibu belum tenang, karena dia merasa selama hidupnya dia tidak berlaku adil pada Wina. Kini dia ingin membalasnya dengan membantu anak bungsunya tersebut.

7. Mei - Desember
Aku terlibat hubunga Mei-Desember dengan Evan. Disebut Mei-Desember karena aku lebih tua daripada Evan. Lagipula dia juniorku di kantor. Beberapa kali aku menolaknya, tapi Evan tetap kukuh dengan perasaannya. Setelah melewati proses panjang, akhirnya hatiku luluh dan kami melangsungkan pernikahan. Siapa yang menyangka jika Evan-lah yang duluan meninggalkan aku?

8. Aku Bukan Gwat Eng
Gwat Eng menginap di rumahku malam ini. Kerusuhan di daerah Trisakti yang dekat dengan rumahnya membuatnya tidak bisa pulang. Gwat Eng memang keturunan Tionghoa yang bermata sipit. Semalaman aku berusaha menenangkannya, tapi aku memang bukan Gwat Eng. Aku belum tentu memahami bagaimana menjadi dirinya yang tinggal di negara ini.

9. Kekasih Ayah
Maya biasanya mengikuti misa natal pada tengah malam. Namun kali ini Harry memintanya untuk mengikuti misa sore, karena Lilian anaknya ikut kor sekolahnya. Lilian adalah alasan Maya belum bisa menerima Harry menjadi suaminya. Karena jika dia menikah dengan Harry, maka dia juga akan menjadi ibu bagi Lilian. Sementara Maya belum bisa sepenuh hati menyayangi Lilian.

10. Garis-Garis di Kusen Pintu
Aku dan (mantan) suamiku membersihkan rumah yang pernah kami tempati bersama. Rumah itu rencananya akan kami jual untuk membiayai sekolah anak pertama kami. Saat kami pindah ke ibukota, tuntutan pekerjaan membuat kami lebih sering bertengkar. Akibatnya suamiku memilih pergi dari rumah tanpa menyelesaikan masalahnya. Saat kami menemukan garis-garis pertumbuhan anak-anak di kusen pintu, momen kenangan kembali menyerbu, dan membuat kami bertanya-tanya apa yang membuat kami menjauh?

Buku ini bisa dibaca dalam sekali duduk, karena jumlah halamannya kurang dari 200 halaman. Ceritanya pun ringan dan mudah dicerna. Ohya, saya membaca ini sekalian untuk tantangan baca Joglosemar 2020. 

Miss Echa
Belinda Gunawan
196 halaman
Gramedia Pustaka Utama
November, 2019