~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#578 Mata dan Manusia Laut



Di sebuah kampung bernama Sama, di kepulauan Sulawesi Tenggara, hiduplah seorang anak bernama Si Bambulo. Sebagaimana layaknya anak-anak di kampung itu, keseharian Bambulo sangat dekat dengan laut. Wajarlah, rumah penduduk kampung itu adalah rumah panggung di atas laut. Sejak lahir, Bambulo sudah akrab dengan air laut. Bambulo bisa menyelam sejauh seratus meter tanpa peralatan apapun. Kabar tentang penduduk kampung yang seperti manusia ikan ini terdengar hingga mancanegara, dibawa oleh sekelompok peneliti yang melakukan riset tentang struktur dan fungsi organ tubuh manusia di kampung Sama.

Kabar ini pula yang membawa Matara dan mamanya sampai ke Kaledupa. Mamanya ingin membuat tulisan tentang para manusia ikan ini. Bertepatan dengan kedatangan mereka, di Kaledupa sedang dilaksanakan pesta rakyat. Di lapangan Kaledupa, Matara bertemu dengan Bambulo. Matara tidak percaya dengan cerita Bambulo yang menyebut dirinya manusia laut. Bambulo mengajak Matara ke kampungnya, bahkan sampai ke atol tempat penduduk kampung Sama mencari ikan. Sayangnya Bambulo lupa kalau mereka tdak boleh mngunjungi atol saat bulan purnama. Laut marah, dan malapetaka mengancam keselamatan semua orang yang ada di daratan.

Dibandingkan kedua buku sebelumnya, menurut saya Mata dan Manusia Laut adalah buku yang paling seru dalam serial ini. Saya suka dengan legenda tentang lumba-lumba yang bersahabat dengan penduduk kampung. Ada banyak sekali kearifan lokal penduduk kampung yang mereka lakukan demi menjaga keberlangsungan kehidupan di laut. Mereka sadar bahwa laut bukan hanya menjadi sumber pencaharian, tetapi laut menjadi bagian dari hidup mereka.

Ada juga mitos tentang Masalembo, segitiga bermuda ala Indonesia. Konon yang melewati tempat itu menghilang. Di dalam buku ini diceritakan bahwa di Masalembo, ada sebuah perkampungan tempat orang-orang yang dinyatakan hilang itu bermukim. Mereka hidup abadi di sana setelah dijemput oleh Dewa Laut. Saya paling suka bagian tentang Masalembo di dalam buku ini.

Kali ini, sepertinya porsi Matara sebagai tokoh utama pada serial ini tergeser oleh kehadiran Bambulo. Sejak awal cerita, Bambulo sudah mencuri pusat perhatian. Matara dan mamanya hanya terasa sebagai pelengkap saja dalam cerita ini. Tapi, kalau tidka ada Matara, kisah dalam buku ini juga tidak akan seru. 

Kisah Matara sepertinya akan terus berlanjut. Ada bocoran judul buku #4 yang ditulis dalam buku ini: Mata di Dunia Purba. Wuih...saya jadi penasaran, tempat mana lagi di Indonesia yang akan menjadi latar belakang kisahnya.

Mata dan Manusia Laut
Okky Madasari
232 halaman
Gramedia Pustaka Utama
Mei, 2019


#577 Mata dan Rahasia Pulau Gapi



Matara telah tamat SD. Sayangnya dia tidak diterima pada SMP favorit di Jakarta. Mamanya marah dan kecewa. Solusinya Mata dan keluarganya akan pindah dari Jakarta. Kebetulan Papa Mata juga sudah resign  dari tempat kerja sebelumnya, dan mendapatkan pekerjaan di wilayah timur laut Indonesia. Tepatnya di Pulau Gapi, Ternate. Namun ternyata di tempat yang baru, Mata tidak masuk ke sekolah umum. Dia belajar di rumah bersama Mama sebagai tentornya. Selain Mama, ada juga Pak Zul yang mengajarkan mengaji dan Bahasa Arab.

Mata mengikuti pelajaran dengan terpaksa. Tapi lama kelamaan dia menikmati pertemuan dengan Pak Zul, karena selain mengaji Pak Zul juga menceritakan tentang legenda Pulau Gapi. Hingga suatu hari Mata menghadiri sebuah acara peringatan hari jadi kota yang diadakan besar-besaran di pusat kota. Di perayaan itu terjadi suatu peristiwa dimana banyak orang menjadi kerasukan dan Sultan tiba-tiba tidak sadarkan diri. Kejadian itu menjadi berita besar di mana-mana. 

Rasa penasaran juga menyelimuti Mata. Berdasarkan penjelasan dari Pak Zul, kejadian itu ada hubungannya dengan keberadaan pusaka kesulatanan di Pulau Gapi. Pemerintah saat ini membolehkan reruntuhan benteng tua yang menjadi pusaka Gapi dijadikan tempat belanja. Cerita itu menghantui Mata sehingga dia tidak konsentrasi belajar dan dimarahi mamanya. Mata bertekad akan menjelajah untuk menuntaskan rasa penasarannya.

Petualangan Mata di Tanah Melus berlanjut ke Pulau Gapi. Kali ini Mata memiliki misi menyelamatkan pusaka Pulau Gapi. Ditemani Molu, seekor kucing ajaib, dan Gama, anjing peliharaan Sultan yang bereinkarnasi menjadi seekor laba-laba, Mata memulai petualangannya. Masih senada dengan buku #1, buku #2 dari Serial Mata ini juga memuat unsur fantasi yang bermuatan sejarah lokal. Ada kisah perjuangan sejak jaman penjajahan Portugis, Belanda hingga Jepang. Semuanya diramu dalam sebuah kisah yang menarik dan membuat pembaca ingin segera membalik halaman untuk mengetahui kelanjutan kisah Mata. Ada rahasia keramat terkait pusaka kesultanan yang harus dijaga oleh Molu dan Gama. Kedua makhuk immortal ini menjadikan Mata sebagai teman bertualang.

Okky selalu mencoba mengangkat mitos atau sejarah budaya lokal yang menjadi latar belakang setiap buku pada serial Mata. Seperti pada buku ini, ada mitos tentang dua ekor buaya yang menjaga Ternate. Kisah dua ekor buaya ini merupakan reinkarnasi sepasang suami istri yang ditugaskan Sultan untuk menjaga pusaka Ternate. 

Novel ini tidak tebal, hanya 256 halaman. Setiap bab juga isinya tidak panjang, sehingga memudahkan bagi anak-anak untuk menyimak isi ceritanya. Bahasanya juga disesuaikan dengan anak-anak. Dan tentunya kisah fantasi yang ajaib membuat anak-anak akan tertark membacanya. Oh iya, kisah Gama si laba-laba yang pandai merangkai kata-kata dengan jaringnya mengingatkan saya pada Charlotte's Web.  

Seharusnya saya membaca buku ini di akhir tahun 2018, saat buku ini diluncurkan. Dan akhirnya baru terealisasi di tahun 2019, ketika buku #3 yang berjudul Mata dan Manusia Laut terbit bulan Mei 2019. Meskipun sebenarnya kisah Mata ini bisa dibaca sebagai cerita yang terpisah, tapi rasanya sayang jika harus melewatkan urutan serialnya.

Mata dan Rahasia Pulau Gapi
Okky Madasari
256 halaman
Gramedia Pustaka Utama
November, 2018

#576 Srimenanti [Reviewed by Yudha]


Joko Pinurbo mengeluarkan novel. Kabar ini membuat saya mengantisipasi novel karya seorang Joko Pinurbo yang lebih terkenal sebagai penyair. Saya sendiri menyukai puisi-puisi beliau, dan beberapa buku kumpulan puisi beliau sudah saya baca. Tapi novel adalah perkara lain. Saat novel Srimenanti hadir di Gramedia Digital, saya langsung membacanya. 

Kali ini bukan saya yang akan mengulasnya. Ada seorang pembaca cilik dari Jogja yang akan mengulasnya bersama dengan saya. Namanya Yudha Lantang (8 tahun), putra dari seorang blogger buku, Nurina. Hebatnya Yudha hadir saat peluncuran perdana novel ini di Jogja tempo lalu. Jadi, ulasan novel ini akan hadir dalam bentuk tanya jawab bersama Yudha.


Hai Yudha…, kenalan dulu dong. Nama lengkapnya siapa, dan sudah kelas berapa?
Hai... Namaku Yudha Lantang Basunjaya, sekarang aku kelas 2 SD Negeri di Yogyakarta.

Kata Ibu, Yudha suka baca buku juga ya? Buku favorit Yudha apa?
Aku suka buku-buku detektif dan misteri petualangan. Kadang horor juga suka sih. Buku yang paling kusuka judulnya Nimona. Bukunya dari Om Raafi. Baca Nimona enak cepat selesai, kalau baca buku yang tulisan semua selesainya agak lama. Tapi tetap suka juga sih.

Eh, Yudha sudah baca Srimenanti karya Joko Pinurbo ya… gimana menurut Yudha ceritanya 
Srimenanti?
Ceritanya kayak es campur. Ada eltece, ada asu, ada banyak benda warnanya biru. Banyak kata-kata yang aku nggak ngerti dan harus buka KBBI atau tanya ibuk. Ada dua orang yang bercerita di buku itu, srimenanti dan mas penyair. Srimenanti waktu kecil bapaknya hilang, nggak pulang lagi, mungkin diculik. Kasihan dia mungkin masih menunggu bapaknya pulang. Kata ibuk dulu orang-orang yang berani sama pemerintah suka tiba-tiba hilang. Diculik dan disiksa sampai berdarah-darah, kayak eltece. Di buku itu juga sering muncul asu. Ibuk bilang sekarang orang nggak lagi menyapa pakai asu, tapi pakai cebong dan kampret. Mungkin sebaiknya orang kembali menyapa satu sama lain pakai asu. Biar akrab kayak bapaknya mas penyair. Buku itu juga banyak potongan puisi. Ibuk sudah janji mau mencarikan semua puisi lengkapnya buat kubaca.

Wuih... Seumuran Yudha sudah bisa menangkap inti dari Srimenanti. Saya aja yang membacanya awalnya bingung. Tapi yah...kalau diikutin bisa paham juga sih. Saya sih lebih suka puisi-puisinya daripada novelnya.  Btw, Yudha suka puisi nggak? Pernah baca puisinya Joko Pinurbo?
Suka. Di sekolah sering disuruh bikin puisi sama bu guru. Pernah dibacakan beberapa puisinya Joko Pinurbo sama ibuk. Aku suka mendengar ibuk baca puisi. Isi puisinya lebih aneh daripada puisi-puisi yang di majalah.

Huahaha...puisi ibuk aneh ya. Ibukmu memang nganu nak.... #ups. Jadi, Yudha punya pesan nggak untuk pembaca yang mau membaca novel Srimenanti?
Apa ya? Om Joko Pinurbo bilang kalau baca Srimenanti pembaca bebas menafsirkannya sesuai pikiran masing-masing. Belum tentu sama antara pembaca satu dan yang lain. Jadi harus membaca sendiri biar bisa menafsirkan srimenanti sendiri.

Ibunya Yudha kan juga suka baca tuh… sering nggak baca buku-buku yang dibeli sama Ibu?
Sering. Ibuk suka cerita hal menarik dari buku yang sudah ibuk baca. Kadang-kadang buku horor kadang-kadang buku petualangan. Kalau aku penasaran sama cerita ibuk aku jadi kepengen ikut baca. Aku dibolehkan baca bukunya bebas yang mana saja. Karena ibuk gak selalu beliin aku buku. Aku cuma dibelikan buku kalau ulang tahun, nilai raporku bagus, selesai satu juz, renangku bagus, bisa menebak pelaku kasus dari buku yang kubaca, atau pas menang tanding.

Btw, Yudha punya akun Goodreads nggak? 
Akun goodreadsku namanya Yudha Lantang. Ada juga hestek #bacaanyudha di instagram. Pengen punya instagram sendiri tapi belum boleh sama ibuk 😀😀

Hehe... ibukmu ntar kalah tenar sama kamu kalo kamu punya akun instagram. Saya sempat nggintip bacaan Yudha, keren-keren lho. Terima kasih ya Yudha... sudah mau mengulas Srimenanti di blog ini. Senang sekali bisa mengenal seorang pembaca cilik yang juga mencintai buku. Ayo temanan sama Yudha di Goodreads ya.

Srimenanti
Joko Pinurbo
144 halaman
Gramedia Pustaka Utama
April, 2019