~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#387 This Is How I Do


Judul Buku : This Is How I Do (Heartbreakers #3)

Penulis : Lia Indra Andriana

Halaman : 264

Penerbit : Gagas Media


Saya sudah mengikuti serial Heartbreakers sejak kemunculan buku pertama. Setelah Axel di Heart Attack dan Leon di Heart Out, tentu saja saya menantikan cerita Sandro. Lama menunggu, saya hampir lupa dengan serial ini. Ketika saya mendapatkan novel ini di rak buku milik kakak saya, saya sama sekali tidak menyangka kalau novel ini adalah buku ke-3 dari serial Heartbreakers. Yah....secara ga ada unsur Heartbreakers di sampulnya seperti dua buku sebelumnya. Well....mari kita bertemu dengan Sandro. 

#386 Critical Eleven


Judul Buku : Critical Eleven

Penulis : Ika Natassa

Halaman : 344

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


Critical Eleven adalah satu istilah di dunia penerbangan, dimana ada 11 menit waktu kritis dalam penerbangan, yaitu 3 menit setelah take off dan 8 menit sebelum landing. Statistik menyebutkan di saat-saat itulah tingkat kecelakaan pesawat terbang yang paling tinggi. Seorang Ika Natassa kemudian menganalogikan 11 menit waktu itu dengan masa  pertemuan dengan seseorang. Tiga menit pertama adalah saat kritis untuk menciptakan kesan pertama, sementara 8 menit terakhir kita mulai memutuskan apakah pertemuan ini bisa dilanjutkan atau tidak. 

Sebelas menit adalah waktu yang krusial bagi Anya, tokoh wanita utama dalam novel ini. Di dalam sebuah penerbangan ke Sidney, Anya berkenalan dengan Aldebaran Risjad (Ale), seorang petroleum eingener. Pertemuan singkat, yang berlanjut ke masa pacaran yang relatif singkat juga namun bisa meyakinkan baik Anya maupun Ale untuk membina rumah tangga. Pernikahan LDR tidak menjadi masalah yang berarti buat mereka. Namun bencana datang di tahun ketiga pernikahan mereka ketika Ale dan Anya harus kehilangan bayi yang telah berumur 9 bulan di kandungan Anya.

Sebagai seorang ibu muda, saya bisa memahami betapa besar rasa kehilangan yang dirasakan Anya. Seorang teman saya juga pernah mengalami hal yang serupa. Saya ikut menangis bersama Anya saat dia hanya bisa memeluk bantal dan pakaian yang sudah dipersiapkannya untuk anaknya. Saya ikut bersedih ketika Ale hanya mampu berkhayal membawa anaknya ke kebun kopi milik keluarga mereka. Tapi saya bingung kenapa keduanya yang masih saling mencintai, memilih untuk mengatasi rasa kehilangan itu sendiri-sendiri. Mungkin karena mereka LDR. Mungkin karena perkenalan mereka bisa dikategorikan singkat. Mungkin karena terlalu sedih sehingga keduanya (lebih tepatnya sih Anya menurut saya) merasa orang lain tidak memahami dirinya. Padahal Anya sudah pernah mendengar pemikiran Ale tentang seorang pria yang mencintai wanita.
"Kalau memang benar-benar sayang dan cinta sama perempuan, jangan bilang rela mati buat dia. Justru harusnya kuat hidup untuk dia. Rela mati sih gampang, dan bego. Seharusnya kalau lo memang benar-benar sayang, lo rela mengorbankan apa aja demi istri lo, tapi lo juga harus berjuang supaya lo tetap hidup dan tetap ada buat dia. Itu baru bener"
Memang bukan ide baru mengangkat masalah kehilangan ini ke dalam sebuah cerita. Tetapi Ika Natassa mampu meramunya dalam kisah yang berbeda. Letak keistimewaan kisah ini karena sarat dengan fakta-fakta. Mulai dari istilah penerbangan tadi, beberapa pengetahuan biologi, judul film dan lagu, masalah ekonomi, kehidupan sosialita di Jakarta, hingga ke dunia per-kopi-an. Rasa berbeda lainnya bisa dijumpai dari profesi Ale, tokoh pria utama, sebagai seorang tukang minyak. Beberapa scene menggambarkan kehidupan Ale di tempat kerja, hingga pergumulannya yang mengharuskan dia jauh dari keluarga.

Meski dalam novel ini konfliknya terjadi pasca pernikahan antara Ale dan Anya, pembaca sering diajak untuk flashback ke masa lalu. Sebenarnya tidak membingungkan, hanya karena pola “mutar-mutar”-nya hampir terjadi di tiap bab, membuat saya sempat me-skip­ beberapa bagian. Penggunaan bahasa Inggris yang sudah menjadi ciri khas novel karya Ika, masih banyak ada. Tapi taburan merk-merknya sudah mulai berkurang. Mungkin karena itu tidak ada label metropop di sampul novel ini.

Ohya, membaca nama Risjad di belakang nama Ale, mengingatkan saya pada Harris Risjad di Antologi Rasa. Iya. Mereka saudaraan. Jadi dalam novel ini ada beberapa scene untuk mengobati rindu para fans Harris Risjad (saya sih nggak… :P). Saya jadi penasaran, apakah ketiga adik perempuan Ale dan Harris juga akan mendapatkan porsi novel masing-masing? *wink*

4 stars


#385 Tiga Sandera Terakhir


Judul Buku : Tiga Sandera Terakhir
Penulis : Brahmanto Anindito
Halaman : 316
Penerbit : Noura Books

Sejak membaca Satin Merah, Brahmanto Anindito langsung masuk dalam daftar penulis favorit saya. Jarang ada penulis Indonesia yang setia dengan genre thriller. Begitu mengetahui ada novel terbaru karya beliau ini, saya langsung membelinya. Apalagi cover dan judulnya sudah menarik.