Judul Buku : The Fault In Our Star
Penulis : John Green
Halaman : 198 (ebook)
Penerbit : Penguin Group USA
Saya belum pernah membaca karya John Green sebelumnya, walaupun di sampul buku ini ada tertulis bukunya yang berjudul Looking for Alaska adalah best selling di New York. Tetapi karena melihat rating buku biru berawan-awan ini di GR sangat tinggi, jadinya saya niatkan mencari e-booknya dan ketemu. Sempat tersimpan lama di dalam tablet, akhirnya sampulnya yang eyecatching nan sederhana ini menarik perhatianku untuk membacanya.
What should I say? Ini kisah yang membuat saya meneteskan air mata, gregetan dan tertawa. Lima bintang dan menjadi favorit saya.
Hazel Grace, seorang penderita kanker tyhroid yang meluas sampai ke paru-paru, membuat dia harus hidup sehari-hari dengan tabung oksigen. Tanpa tabung oksigen itu, dia tidak bisa mendapatkan suplai oksigen yang cukup untuk menjalankan fungsi tubuhnya. Meskipun demikian, dalam kisah ini sempat diceritakan beberapa kali Hazel mengalami kejadian dimana paru-parunya berisi air sehingga dia tidak bisa bernafas. Bagi Hazel semua hal yang dialaminya sebagai efek samping kematian.
Oleh ibunya, yang selalu setia mendampinginya, Hazel diminta mengikuti Support Group untuk penderita kanker. Di sana dia bertemu dengan Isaac, penderita kanker mata dan Augustus Waters, survivor kanker osteosarkoma. Augustus kehilangan satu kakinya karena kanker yang dialaminya, sementara Isaac (akan) kehilangan matanya.
Antara August dan Hazel kemudian terjalin suatu hubungan yang didasarkan dari kesamaan dan perbedaan mereka. Kesamaannya mereka berdua sama-sama berpikir out of box mengenai penderitaan kanker yang mereka alami. Perbedaannya, August cenderung berpikir postif sementara Hazel cenderung berpikir negatif. Berangkat dari situ, akhirnya mereka berdua sama-sama saling menyukai, walaupun awalnya Hazel sempat ragu karena mantan-nya August (penderita kanker otak yang sudah meninggal) mirip dengan dirinya.
Hazel menyukai satu buku berjudul An Imperial Affliction karangan Peter van Houten yang menceritakan tentang gadis penderita kanker. Buku ini sangat berpengaruh bagi Hazel sehingga dia membacanya berulang kali. Tapi dia tidak puas dengan endingnya yang "menggantung". Ada banyak hal yang tidak jelas bagi Hazel. Ketika August membaca buku itu, dia juga punya pendapat yang sama. Bersama-sama mereka berusaha menghubungi penulisnya, lewat asisten penulis itu, untuk mencari jawabannya. August bahkan merelakan "Wish"-nya untuk dipakai bersama-sama dengan Hazel pergi ke Amsterdam menemui Mr. van Houten tadi.Walaupun mereka berhasil menemui penulis itu, tapi mereka tidak mendapatkan jawaban apapun. Malahan sepulangnya dari sana, Hazel harus menerima kenyataan bahwa August "kembali" sekarat karena kanker-nya datang lagi.
Yang membuat saya menyukai buku ini adalah cara berpikir Hazel dan August yang berbeda, terlihat dari percakapan mereka yang witty. Kisah cinta keduanya pun tidak biasa, tapi romantis menurut saya. Ketika August mulai merasakan The Last Good Day-nya dia malah membuat prefuneral dengan mengundang Isaac dan Hazel membacakan eulogi untuknya. Dan tentu saja eulogi Hazel membuat saya menangis.
I can’t talk about our love story, so I will talk about math. I am not a mathematician, but I know this: There are infinite numbers between 0 and 1. There’s 0.1 and 0.12 and 0.112 and an infinite collection of others. Of course, there is a bigger infinite set of numbers between 0 and 2, or between 0 and a million. Some infinities are bigger than other infinities. A writer we used to like thaught us that. There are days, many of them, when I resent the size of my unbounded set. I want more numbers than I’m likely to get, and God, I want more numbers for Augustus Waters than he got. But, Gus, my love, I cannot tell you how thankful I am for our little infinity. I wouldn’t trade it for the world. You gave me a forever within the numbered days, and I’m grateful.
Whoaa.. saya berharap banget ada penerbit di Indonesia yang mau menerjemahkan buku ini. Buku ini tidak hanya menjadi inspirasi bagi penderita kanker, tapi juga bagi semua orang dalam memahami arti kehidupan.