~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#207 Paper Romance


Judul Buku : Paper Romance
Penulis : Lia Indra Andriana
Halaman : 376
Penerbit : Penerbit Haru

Awalnya Eli tidak peduli dengan kehadiran Kev di tempat kerjanya. Yang dia tahu Kev adalah adik dari pemilik perusahaan properti tempatnya bekerja, yang sudah mengeluarkan 3 orang asisten sejak kedatangannya (lebih tepatnya asisten itu yang tidak tahan menghadapinya dan memilih mengundurkan diri). Tapi ketika Kev malah menunjuknya sebagai asisten berikutnya, Eli berpikir tidak ada salahnya. Toh pekerjaannya selama ini sebagai staff umum  juga tidak jelas. Setidaknya dia bisa memanfaatkan keahliannya mengetik cepat dengan membantu Kev mengetik novel terbarunya.

Masalahnya Kev bukanlah orang yang mudah dihadapi. Ucapannya yang tajam dan meledak-ledak membuat banyak yang tidak bisa bertahan di dekatnya. Eli sendiri berusaha beradaptasi dengan perilaku bosnya itu. Namun, suatu waktu Eli membuat kesalahan dengan mengirimkan hasil ketikan yang salah kepada Kev. Eli justru mengirimkan draft novel yang diberi banyak balon komentar di dalamnya. Kev marah besar, tapi berikutnya malah menyuruh Eli mengganti semua tokoh wanita di dalam novelnya yang tadinya bernama Nadia menjadi Eli. Kemarahan Kev tidak berhenti di situ, dia menyuruh Eli masuk ke kantor di hari Minggu. Ketika Eli sampai di kantor dia malah mendapat informasi kalau Kev masuk rumah sakit karena kecelakaan.

Singkat cerita, Kev ternyata mengidap pembengkakan pembuluh darah di otaknya yang membuatnya harus dioperasi. Setelah dioperasi, Kev mengalami amnesia, dan menganggap Eli adalah kekasihnya. Atas saran Hadri, manajer Kev, Eli menyanggupi untuk berperan menjadi kekasih Kev. Menariknya, ketika Kev akhirnya sadar dan bisa mengingat kembali semuanya, dia masih menginginkan sandiwara itu berlanjut. Entah mengapa dia ingin Eli terus berada di dekatnya.

Sebenarnya saya sudah pernah membaca review dari beberapa teman yang menyebutkan bahwa rasa K-drama dalam novel ini sangat kental. Justru itu yang membuat saya penasaran akan novel ini. Dan benar saja, rasanya seperti menonton K-drama. Menurut saya pribadi, menonton K-drama itu kayak guilty pleasure, dimana sepanjang menontonnya saya akan banyak protes karena seringkali banyak hal absurd dan tidak logis yang terjadi, tetapi saya tetap terpaku sampai akhinya ketika tayangannya selesai, masih terbayang-bayang dalam benak saya sekian lama. Nah... novel ini efeknya kayak gitu :D

Mulai dari karakter tokoh pria yang kaya-tampan-judes-galak-tapi oh romantis dan karakter tokoh wanita yang lugu-tampang biasa saja-tertindas-tapi punya inner beauty. Juga ada misteri yang sepertinya sengaja disimpan sejak awal yang kemudian di tengah cerita seperti bom meledak yang menghadirkan banyak fakta baru. Trus, tokohnya kena penyakit yang sangat serius bahkan disebut sebagai bom waktu, tapi  semua bisa dilalui dengan mudah. Tokoh ketiga, keempat, kelima dan seterusnya yang sepertinya punya peran penting tapi hanya sebagai pemanis. Dan terakhir, twist di bagian ending yang seperti sesuatu yang tiba-tiba muncul dan menyelesaikan masalah.

Tapi ya itu... novel ini membuat saya tertahan sampai epilog (yang menurut saya lebih bagus kalau epilognya ga ada). Seperti K-drama yang selalu dikemas menarik dan cantik, cover dan kemasan buku ini juga sangat cantik. Dengan gambar seorang gadis yang keluar dari tumpukan buku pas sekali dengan judulnya Paper Romance. 

3 stars

#207 How To Mend A Broken Heart


Judul Buku : How To Mend A Broken Heart
Penulis : Amy  Andrews
Halaman : 134 (ebook)
Penerbit : Harlequin


Sudah sepuluh tahun Tess dengan rutin mendatangi makam bayinya tepat pada hari kematiannya. Sepuluh tahun yang sangat berat baginya. Bukan saja karena dia kehilangan bayinya, tetapi juga dia kehilangan keluarganya. Sejak kematian Ryan, Tess terus berada dalam penyesalan. Tess tahu Fletcher, suaminya, pun merasakan hal yang sama. Rumah tangganya menjadi dingin, dan ketika dia mengajukan perceraian kepada Fletcher, suaminya langsung mengiyakan permintaannya. Tess menganggap dirinya adalah ibu dan istri yang gagal. Seandainya saja dia tidak tertidur karena migrain, mungkin Ryan masih ada di pelukannya sekarang. Dan hubungannya dengan Fletcher tentunya tidak seperti saat ini.

Fletcher mengamati Tess dari kejauhan. Rutinitas mantan istrinya setiap tahun itu yang membuatnya datang ke pemakaman ini. Fletcher sendiri menyesali mengapa dahulu dia juga tertidur setelah lelah bertugas jaga di rumah sakit malam sebelumnya. Atau mengapa dia tidak memperbaik kunci pintu yang rusak sejak seminggu sebelumnya saat Tess memintanya. Jika dia melakukan hal yang sebaliknya dari apa yang dilakukannya sepuluh tahun lalu, dia tidak akan mendapati tubuh biru Ryan di halaman belakang rumahnya. Dan tentu saja dia tidak kehilangan satu-satunya wanita yang dicintainya. Kali ini, Fletcher menemui Tess dengan satu (atau dua) misi yang mungkin akan ditolak oleh Tess.

Jean, ibu dari Fletcher, menderita Alzheimer selama 5 tahun dan selalu menanyakan tentang Tess. Somehow, pikiran Jean berada pada masa dimana Fletcher dan Tess baru saja menikah. Selama ini Jean didampingi oleh Trish, adik Fletcher. Tetapi Trish sedang mengandung dan kehamilannya yang sulit membuatnya tidak bisa mendampingi Jean. Fletcher-lah yang mengambil alih tugas itu. Namun dengan kesibukan penelitiannya, Fletcher tidak bisa berada di sisi Jean setiap saat. Sejak perpisahan mereka, Fletcher menenggelamkan dirinya dalam penelitian mengenai kerusakan otak akibat hypertemia. Jean tidak bisa didampingi oleh orang asing, dan dia sering mencari Tess. Pengalaman Tess sebagai seorang perawat yang menghadapi pasien dementia juga mendukung Fletcher meminta bantuan dari Tess. Fletcher tahu hal tersebut tidak mudah bagi Tess. Tapi Fletcher juga ingin istrinya kembali padanya.

Banyak sekali emosi yang diangkat dalam novel ini. Novel ini mengisahkan tentang bagaimana keluarga yang kehilangan anaknya berusaha bangkit dari rasa penyesalan diri dan luka di masa lalu. Di samping itu, mereka pun menghadapi kenyataan orang tua yang disayangi pelan-pelan mulai melupakan apa yang di sekelilingnya. Belum lama sebelum saya membaca novel ini, mama bercerita tentang kondisi nenek saya yang mulai menurun. Dia mulai melupakan orang-orang yang ada di dekatnya, mengalami disorientasi waktu, dan sepenuhnya bergantung pada orang lain. Jadi, saya memahami sekali apa yang  dirasakan oleh Tess dan Fletcher  dalam menghadapi Jean. Saat satu per satu masa lalu itu kembali datang menghantui dan bagaimana mereka berdua berusaha mengatasinya dengan sekuat tenaga.

Amy Andrews sendiri yang adalah seorang perawat berusaha membuat novel ini serealistis mungkin. Dengan beberapa istilah dunia medis dan psikologi membuat novel ini terasa lengkap dan membuat pembaca larut dalam karakter yang diciptakannya. Dia tidak membuat alur cerita everything-is-okay-now-and-the-future-must-be-good untuk para tokoh. Dengan mengambil POV orang ketiga, pembaca bisa ikut memahami pergumulan diri Fletcher dan Tess. Sayangnya, bagian penyelesaian konflik di akhir cerita terkesan seperti ingin segera diakhiri. Tiga bintang layak diberikan untuk novel ini.

3 stars

#206 Pintu Harmonika


Judul Buku : Pintu Harmonika
Penulis : Clara Ng & Icha Rahmanti
Halaman : 307
Penerbit : Plot Point

Pintu Harmonika bercerita tentang surga di mata 3 orang anak: Rizal, Juni dan David. Ketiganya tidak sebaya, Rizal kira-kira duduk di bangku SMA, Juni SMP, dan David masih SD. Tapi ketiganya menemukan bahwa tanah kosong, pesing dan penuh ilalang di belakang ruko David adalah sebuah surga. Ohya, ketiganya tinggal di kompleks ruko yang saling berdekatan. Pak Firdauz, ayah Rizal, adalah pedagang barang kelontong. Pak Niko, ayah Juni, pengusaha sablon. Imelda, ibu David memiliki toko kue.

Rizal, pemuda dengan motto #anti #pencitraan. Dia ikut ayahnya pindah ke ruko itu tidak lama setelah ibunya meninggal dunia. Sewaktu ibunya meninggal, meski sedih, Rizal tidak bisa menangis. Anehnya, ketika dia harus tinggal di ruko baru, dengan segala keterasingan dan kelelahannya, dia menangis di suatu tanah kosong di belakang ruko. Tanah yang akhirnya dia sebut surga. Dari lokasi itu, dia mengenal Juni dan David, yang sama-sama sepakat lokasi itu adalah surga bagi mereka. Dalam kesendiriannya, Rizal menemukan bahwa dunia maya adalah dunia yang bisa membawanya  kemana saja dan menjadi siapapun yang dia mau. Lewat dunia maya, Rizal menjadi terkenal. Di sekolah dia menjadi sosok idaman. Sayangnya prestasinya di bidang mata pelajaran Matematika tidak secemerlang itu. Untuk mendongkrak nilainya, dia harus membantu Cynthia mencari dana untuk kompetisi dancer. Karena ketenarannya, persoalan itu menjadi mudah bagi Rizal. Masalahnya ada persoalan lain yang harus dihadapinya. Surga mereka akan dijual. Bersama Juni, Rizal berusaha mencari jalan agar Surga itu tetap ada.

Juni adalah gadis kutu buku yang juga berprestasi di sekolah.  Tapi karena prestasinya, dia malah di-bully oleh seniornya. Dua kali Juni pulang dalam kondisi memar. Meskipun dia bisa berbohong pada kedua orang tuanya, tapi dia tidak bisa mengelabui Rizal. Karena Juni sudah dianggap sebagai adiknya sendiri, Rizal memberikan pelajaran bela diri bagi Juni. Sejak saat itu, Juni menjadi berani, dan tanpa disadarinya di sekolah dia malah mem-bully adik kelasnya. Dalam suatu kejadian, ternyata ada seorang adik kelasnya yang justru berani melawan Juni. Juni tidak terima dan memukul gadis itu. Kasus ini berbuntut panjang. Selain diskors dari sekolah, ayah Juni harus kehilangan klien besar, yang tidak lain adalah ayah dari gadis yang dipukulnya. Di rumah, hubungan Juni dan ayahnya memburuk. Selain harus menghadapi masalah Surga yang akan dijual, ternyata ayahnya juga berencana mau menjual ruko mereka. Juni harus bertindak agar keduanya tidak hilang dari hidupnya.

David adalah yang termuda dari mereka bertiga. Sejak kecil dia sudah ditinggalkan ayahnya, dan hidup berdua dengan ibunya. David menyukai kisah misteri dari buku-buku detektif milik Juni. Kalau sedang ada di Surga, David memilih bersama Juni membaca buku. Karena larut dalam fantasinya, David berusaha memecahkan misteri ketika dia mendapati ada yang aneh terjadi di rumahnya. Bukan hanya karena ibunya mulai berubah menjadi sosok yang dingin, tetapi juga ketika dia mendapatkan bulu berwarna hitam mengkilat dan mendengar suara-suara aneh dari atap rumahnya. Berhubung dia tidak diajak dalam misi menyelamatkan Surga (yah... Rizal dan Juni memang masih menganggapnya sebagai anak kecil), David berusaha mengungkap misterinya sendiri.

Membaca kisah Rizal yang gaul dan Juni yang complicated mengingatkan kita pada permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh remaja. Seperti Rizal misalnya, meski menyangkal dirinya anti pencitraan, dia justru membangun image dirinya di dunia maya dan membawanya ke dunia nyata.  Tanpa sadar dia membuat pencitraan dirinya, dan menutupi siapa dirinya yang sebenarnya. Kemudian Juni, yang tadinya korban bullying. Alam bawah sadarnya membuat dia harus mencari keadilan dan membela dirinya. Ketika dia justru terjebak menjadi sosok yang tadinya dibencinya, Juni dihadapkan pada kenyataan bahwa dirinya mengalami perubahan. Konflik dengan keluarga juga dialami banyak remaja ketika komunikasi dalam keluarga menjadi tidak lancar.

Sampai di sini saya memberikan 3 bintang untuk kepiawaian duet penulis handal ini meramu kisah remaja.

Masuk dalam kisah David, saya mulai menemukan kerancuan. Menurut saya, karakter David terlalu dewasa untuk anak seusia dia. Okeylah dia mungkin mendapatkannya dari pengalaman hidup yang bisa dibilang berat. Dia harus melihat ibunya berjuang menghidupi mereka berdua sejak kepergian ayahnya. Tapi sosok David yang saya dapatkan lewat kisah Rizal dan Juni sangat berbeda. Ketika David berhasil membuka misteri yang terjadi di rumahnya, saya malah merasa seperti ingin meletakkan buku ini dan menghentikan membacanya. Masak iya, Rizal dan Juni tidak melihat ada yang berbeda dari David yang sudah dianggap sebagai "adik" mereka sendiri? Sebegitu sibuknyakah mereka mempertahankan Surga mereka sampai "adik" mereka bisa terlupakan? Maaf, tapi saya harus bilang, saya tidak suka dengan ending-nya.

Terlepas dari kekesalan saya pada ending-nya, saya suka dengan covernya yang cantik dan kreatif (yang karena kreatifnya sampai-sampai susah disampulin *colek Lulu*). Sayangnya, gambar ruko di depannya saja sudah ga sesuai dengan isi ceritanya. Katanya ruko punya Rizal ada di tengah, tapi kalau di cover-nya malah ruko Juni yang di tengah. Trus ditambah saya sempat bingung dengan pemakaian kata harmonika. Setahu saya harmonika itu alat musik tiup yang berbentuk seperti balok kan? Gak ada miri-miripnya sama rolling door ruko. Kalau akordion iya... Tapi ketika saya cari di google untuk gambar harmonika, ternyata yang saya kira akordion itu memang harmonika. Apa selama ini saya salah pemahaman ya?

Katanya buku ini sudah diangkat menjadi film dengan judul yang sama. Saya bilang katanya karena saya juga belum nonton.  Tapi (lagi-lagi) katanya pemeran filmnya ga cocok dengan karakter di buku. Silahkan deh cari trailer filmnya. Atau malah kamu sudah nonton ya?

2 stars

#205 Camar Biru


Judul Buku : Camar Biru
Penulis : Nilam Suri
Halaman : 279
Penerbit : Gagas Media


Kalau ada yang tanya, genre buku apa yang saya sukai? Pertama kali saya akan menjawab romance. Eh, bukan berarti saya cemen ya... Saya hanya menyukai kisah yang diakhiri dengan kebahagiaan (para) tokohnya. Itu jaminan yang didapatkan kalau membaca genre romance. Genre ini selalu menjadi pilihan saya ketika saya membutuhkan sesuatu untuk menyemangati saya. Bahagia itu menular lho...  Dan ketika bulan Juni ini ditetapkan untuk baca bareng genre favorit saya ini, jelas tidak akan saya lewatkan (meski sempat koar-koar mau hiatus... ternyata ga bisa hiatus).

Persahabatan Nina, Adith, Sinar dan Naren ibarat bujursangkar, dengan masing-masing mereka menempati sudut-sudutnya. Di antara mereka terhubung garis yang menyatukan mereka. Tapi bujursangkar itu rusak sejak kematian Naren dalam sebuah kecelekaan. Nina yang saat itu semobil dengan Naren, abangnya, merasa sangat bersalah. Terlebih lagi ketika dia harus pergi dari rumah karena Ibunya menyalahkannya atas kematian Naren. Sinar, sahabat Naren sekaligus first crush-nya Nina, juga pergi ke London karena tidak sanggup menghadapi kenyataan Naren sudah tidak ada. Tinggallah Adith, adik Sinar, yang berusaha menyatukan kepingan hati Nina, dan selalu menjaga Nina dari keterpurukan.

Suatu waktu, sepuluh tahun lalu, ketika Nina sedang patah hati ditinggal kekasihnya, adalah tugas Adith untuk menghibur Nina. Di bawah pengaruh alkohol, mereka berjanji jika sepuluh tahun lagi tidak ada di antara mereka yang pacaran dengan orang lain, maka mereka akan menikah. Sepasang camar dari kertas biru mengukuhkan janji yang terucap kala itu. Dan ketika sepuluh tahun kemudian itu datang, Adith benar-benar menepati janjinya. Nina menerimanya, tapi keduanya tidak yakin ada cinta di antara mereka. Setidaknya rasa nyaman dan care each other sudah cukup.

Cinta berangkat dari persahabatan, mengingatkan saya pada novel Coupl(ov)e yang pernah saya baca beberapa waktu lalu. Ide cerita yang sama, cinta yang berawal dari persahabatan antara pria dan wanita. Keduanya berujung pada pernikahan atas dasar yang sama. Bukan saling meniru, toh sudah banyak novel seperti ini. Tokoh pria yang setia, dan tokoh wanita yang terluka.

Dibandingkan Nina, penokohan Adith lebih terasa. Mungkin karena Adith lebih banyak bernarasi tentang dirinya, mimpinya, pikirannya dan perasaannya. Sementara Nina tetap terasa tertutup, bahkan setelah dia mengungkapkan rahasia terbesarnya pada Adith dan Sinar. Apa yang diungkapkan Nina sudah ada di bagiannya Adith. Atau Adith sebegitu tahunya Nina luar dalam? Multi POV yang dipakai jadi tidak berasa, kecuali bagian Sinar yang berupa penggalan email.

Soal typo, masih ada sih tapi sedikit, ga sampai menganggu. Ohya, gambar origami burung-nya. Setahu saya itu origami bangau, bukan camar. Dan bangau ga nemplok di atas pohon seperti pada gambar di sampul. Trus puisi-puisi di bagian belakang itu, aduh.. romantis iya. Tapi ya yang belum baca bukunya ga bakal tahu itu maksudnya apa. Saya sering gagal  membeli buku Gagas gara-gara puisi-puisi macam itu di sampul belakang buku. Berasa beli kucing dalam karung (udah gitu saya ga suka kucing #abaikan #infogapenting).

Over all, saya ngasih bintang empat karena buku ini sangat menghibur saya di saat kepala saya penuh dengan istilah biologi. Terima kasih Aul, yang sudah berkenan meminjamkan bukunya.

4 stars

#204 Happy Ever After


Judul Buku : Happy Ever After (Bride Quartet #4)
Penulis : Nora Roberts
Halaman : 368 (book)
Penerbit : Jove Books

Sejak kecil Parker Brown selalu tahu apa yang akan dilakukannya. Dia akan memiliki sebuah usaha yang mengurus pernikahan. Dia punya modal untuk itu. Rumah besar yang ditinggalkan oleh orang tuanya, dan sahabat yang mendukungnya. Ketika usahanya semakin berkembang, Parker semakin yakin akan jalan hidupnya. Keteraturan, disiplin, dan perencanaan selalu menjadi pegangannya dalam menjalankan bisnis dan kehidupan pribadinya. Tetapi ketika Malcolm Kavanaugh hadir dengan semua kejutannya, Parker mulai mempertanyakan tentang dirinya sendiri. Mal bukanlah sosok pria yang diidamkannya untuk menjadi seorang suami. Tetapi mengapa kehadiran Mal selalu membuatnya menjadi bukan dirinya sendiri?

Malcolm mengenali Parker sebagai adik dari temannya, Del. Tetapi siapa di Greenwhich yang tidak mengenal dinasti Brown? Apalagi dengan usaha The Vows yang dikelola Parker. Ketika Parker datang menciumnya di perayaan 4 Juli hanya untuk membuat kakaknya marah, sejak itu Mal tahu tidak ada wanita lain seperti Parker. Dan dia menginginkan Parker, apapun caranya.

Akhirnya selesai juga membaca buku ke 4 dari serial Bride Quartet-nya Nora Roberts. Tadinya saya berharap banyak yang bisa diceritakan dari tokoh Parker yang menjadi otak "The Vows", usaha wedding organizer yang dilakoninya bersama ketiga sahabatnya, Mac, Emma dan Laurel. Mengingat karakter Parker yang kayak agenda berjalan dan sangat teratur, tentunya saya penasaran dengan kisah romantis ala Parker.

Sayangnya, yang saya dapatkan tidak sesuai harapan. Karena sudah membaca ketiga buku sebelumnya, saya sudah tahu karakter Parker. Di buku keempat ini, tidak ada yang baru dari Parker. Saya malah merasa bosan dengan detail persiapan pernikahan yang dilakukan Parker. Tokoh pria, Malcolm, juga ga istimewa banget. Konfliknya nyaris ga ada, sampai melewati pertengahan baru dimunculkan konflik kalau Malcolm pernah mengalami physical abuse dari pamannya, dan dia menganggap Parker yang selalu berkelimpahan dan hidup mewah tidak akan memahami masa lalunya.

Yang membuat saya akhirnya ngasih bintang dua karena di bagian akhir ada pernikahannya Mac dan Carter (they are so cute...). Somehow, saya berpikir bahwa sebenarnya serial ini adalah untuk mereka. Karena dari keempat buku, mereka selalu ada dan mengambil peran. Ada bagian dimana Carter selalu menjadi orang yang rasional dalam mengatasi semua persoalan yang pake hati. Selain itu saya masih kagum sama Nora Roberts dengan pilihan kalimat-kalimat lucu dan sarkastis tapi ga kehilangan sentuhan romantisnya. Hanya saja, Happy Ever After bukan karya terbaik beliau.

2 stars

10 Alasan Saya Berhak Mendapatkan #KadoUntukBlogger #UnforgotTEN

banner

Dear Gagas Media

Tanpa banyak kata pengantar, saya menuliskan 10 alasan saya berhak mendapatkan #KadoUntukBlogger darimu.
  1. Saya adalah bookaholic sejati. Buku adalah cinta pertama saya, dan akan selalu menjadi cinta sejati saya.

  2. Bukan hanya sebagai kolektor buku, saya membaca semua buku yang saya punya. Tidak cukup dengan membaca koleksi buku, saya bahkan rela meminjam ke teman-teman untuk membaca sebuah buku. Soalnya kalau sehari saja saya tidak membaca, rasanya seperti tidak makan.

  3. Tidak hanya membaca, saya akan menuliskannya kembali. Jadi kalau dapat #KadoUntukBlogger yang #UnforgotTen ini pastinya akan saya review. Karena bagi saya, membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi. Membuat tulisan tentang buku (review) membantu saya untuk lebih memahami isi dari suatu buku, dan membuat saya menulis lebih baik. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, "orang yang tidak menulis akan hilang dari sejarah."

  4. Saya termasuk omnireader (pembaca segala). Tapi favorit saya adalah genre romance. Gagas Media dan romance adalah dua permukaan koin, tidak bisa dipisahkan. Jadi, pastinya buku-buku terbitan-mu yang masuk genre romance tidak akan saya lewatkan.

  5. Non-fiksi terbitan-mu seperti Kedai 1001 Mimpi atau Letters to Sam selalu menjadi favorit saya.

  6. I do judge a book by its cover. Dan bukan rahasia lagi, cover buku-mu selalu menarik perhatian. Tidak  jarang saya memasukkan buku Gagas Media hanya karena covernya :D

  7. Buku bisa membuat saya menjelajah dunia tanpa harus berpindah tempat. Kau seperti membaca isi hati saya ketika menerbitkan serial "Setiap Tempat Punya Cerita". Serial itu sudah masuk dalam wishlist saya sejak terbit pertama kali.  Sayangnya saya baru mengoleksi 4 buku saja (tentunya yang diterbitkan olehmu) dari 7 buku yang sudah terbit.

  8. Tidak hanya menjelajah dunia, Kau bahkan mengajak pembaca berpindah waktu lewat novel historical fiction-nya. Terutama bagian Asian Literature. Pengen banget punya buku The Scent of Sake dan The Calligrapher’s Daughter.

  9. Saya sudah menjadi blogger sejak tahun 2006. Tapi, saya baru fokus menjadi blogger buku sejak tahun 2011. Dengan bergabung dalam komunitas Blogger Buku Indonesia, wawasan saya tentang dunia buku semakin bertambah. Berada dalam komunitas ini, saya seperti menemukan keluarga yang bisa memahami kecintaan saya pada buku. #KadoUntukBlogger dari-mu tentunya lebih tepat sasaran jika diberikan pada blogger buku, kan? *wink*

  10. The last but not least reason... Just believe me... I do deserve a packet of #KadoUntukBlogger. Kalau saya bisa mendapatkannya, itu akan menjadi #unforgotTEN moment dalam hidup saya.

Sincerely yours,

Desty

#203 Notasi


Judul Buku : Notasi
Penulis : Morra Quatro
Halaman : 294
Penerbit : Gagas Media


suatu hari aku akan kembali

Nalia, mahasiswi Kedokteran Gigi UGM tidak menyangka jika kedatangannya sore itu ke Fakultas Teknik akan mempertemukannya dengan Nino, salah satu mahasiswa Teknik Elektro. Sore itu dia datang untuk mengajukan penawaran iklan kegiatan BEM Fakultas Kedokteran Gigi untuk disiarkan lewat radio mahasiswa buatan anak-anak Elektro, Jawara FM. Sayangnya harga yang terlalu mahal membuat Nalia mengurungkan niatnya. Masih ada stasiun radio mahasiswa lainnya, di D3 Teknik Elektro. Sayangnya ijin siaran radio di D3 itu sudah dicabut oleh dekan. Nalia bukannya tidak menyadari di balik semua ini ada persaingan antar fakultas untuk memperebutkan kursi Presiden BEM universitas. Farel, mahasiswa Teknik Elektro adalah saingan berat Tengku, sahabatnya di Kedokteran Gigi.

Tetapi persaingan itu tidak berlangsung lama. Saat itu tahun 1998, masa dimana mahasiswa sedang melakukan pergerakan menentang rezim Orde Baru. Adanya serangan dari aparat tidak dikenal ke dalam kampus yang menembakkan peluru karet mempersatukan para pengurus BEM di UGM. Hal yang sama juga membuat Nalia dan Nino semakin dekat. Tidak ada kata cinta yang terucap, tapi Nalia tahu perasaannya kepada Nino adalah perasaan sama yang dimiliki Nino kepadanya.

Demonstrasi semakin membesar, disusul kerusuhan yang mengakibatkan ada mahasiswa tewas, dan tidak sedikit yang menghilang. Jalan-jalan dari bunderan UGM hingga ke Malioboro dipenuhi oleh mahasiswa. Sumpah mahasiswa terdengar dimana-mana, memberikan semangat bagi mahasiswa untuk melawan ketidak adilan.

Namun, peristiwa itu juga yang membuat Nino harus pergi dari Jogja meninggalkan Nalia, dengan satu janji yang terus berulang diucapkan Nino, bahwa dia akan kembali menjumpai Nalia. Tahun berganti, suasana di Jogja mulai pulih. Jawara FM mendapatkan izin resminya dari Departemen Perhubungan.  98,45 Swaragama FM, radio pertama yang diusung oleh mahasisawa. Kehidupan kembali berjalan normal, tapi tidak dengan hati Nalia. Dia terus menunggu di pelataran kampus Grafika.

--------

Kalau kamu berharap ada romansa yang mengharu-biru di buku ini, saya bisa bilang kamu tidak akan mendapatkannya. Saat membacanya saya sendiri tidak fokus dengan kisah antara Nino dan Nalia. Lewat buku ini saya justru seperti merasa ditarik kembali ke masa-masa tahun 1998 (padahal saya sendiri datang ke Jogja untuk pertama kalinya tahun 2000). Tahun 1998, saya masih di asrama mahasiswa di Malino, 60 km jauhnya dari kota Makassar. Yang saya ingat pada saat itu adalah selama beberapa bulan saya tidak boleh keluar dari asrama karena perawakan wajah saya yang kata guru saya mirip orang Cina. "Nanti kamu ikut diganyang di Makassar", kata beliau saat itu. Dari layar TV saya tahu ada demonstrasi besar-besaran yang diusung oleh mahasiswa untuk menurunkan rezim Orde Baru. Dua tahun kemudian, dari cerita teman kost saya yang sudah lebih dulu di Jogja, saya tahu betapa susahnya kehidupan mahasiswa di Jogja saat itu, dan bagaimana ketika akhirnya nuansa perjuangan kembali hadir di Jogja waktu itu.

Selain serasa menaiki mesin waktu, ilustrasi di dalam buku ini membuat saya juga seperti dibawa menelusuri sudut-sudut kampus yang saya kenali. Apalagi saya yang kuliah di Biologi, sedikit banyak tahu tentang Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran Gigi yang tidak lain tetangganya Fakultas Biologi. Tidak ketinggalan Swaragama FM, stasiun radio yang selalu membuat kangen Jogja, dan membuat saya juga berucap "suatu hari aku akan kembali" ketika meninggalkan Jogja di tahun 2005 (dan ya... saya sudah kembali).

[update] Ada satu hal dalam buku ini yang mengganggu dalam benak saya, yaitu kalimat di halaman 29. Di situ Nalia bercerita tentang pembagian jumlah anggaran yang diberikan oleh rektorat kepada fakultas.
Setelah itu, setiap fakultas akan membagikan jumlah anggaran yang disetujui itu ke setiap jurusan.... Kedokteran membaginya untuk tiga jurusan: Kedokteran Umum, Kedokteran Gigi dan Kedokteran Hewan.
 Seingat saya, ketiga fakultas kedokteran di UGM tidak pernah berada di bawah satu Fakultas. Soalnya saya pernah membaca sejarah berdirinya Fakultas Biologi yang berasal dari Fakultas Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Pertanian. Asumsi saya, Fakultas Kedokteran Umum dan Fakultas Kedokteran Hewan tidak pernah menjadi jurusan di bawah fakultas yang sama sejak awal. Dan rasa penasaran saya terjawab ketika saya akhirnya menemukan foto ini di sebuah blog.

ugm old 1 (1)

Lihat foto di atas, ketika kampus UGM masih di daerah Keraton. Ada 5 fakultas awal di UGM, yaitu Kedokteran, Kedokteran Hewan, Pertanian, Farmaci, dan Kedokteran Gigi. So... tidak mungkin jika tahun 1997-1998 (setting tahun dalam novel ini), tiga fakultas kedokteran itu menjadi jurusan.

Terlepas dari banyaknya typo dalam buku cetakan pertama ini, Notasi dengan sampul dan bookmark yang keren sudah membuat saya lebih cinta lagi pada UGM dan Jogja. Tidak berlebihan kalau saya mengatakan anak UGM harus baca buku ini. Dan mungkin sesudahnya kamu juga akan berkata dalam hati, "suatu hari aku akan kembali"

4 stars

Cerita Mini di Judul Buku

Yang namanya Bajay (grup Whatsapp BBI) ga pernah sepi. Hari ini Dewi ngasih gambar dan link yang isinya tentang puisi yang disusun dari judul-judul buku. Gambarnya seperti di bawah ini

Bisa lihat kan? Kalau ga jelas, ini puisinya :
Nineteen-Eighty-Four,  The End of Sex. What are you doing with the rest of your life? Coping with candida
 Nah, bukan anak BBI namanya kalau ga pada kreatif bikin cerita mini dari judul-judul buku seperti di atas. Lumayan lah... ada alasan untuk bongkar timbunan #ups. Ada sekitar 40an foto yang diunggah di Bajay,dan sayang banget kalau ga dikompilasi.

Ini dia cerita yang dibikin sama teman-teman BBI


Asyik kan? Mainan kayak gini bikin ketagihan :D Mau mencoba?

credit to : Ndari, Eko, Busyra, Aulia, Melisa, Ren, Phie, Lila, Dion, Tezar, Threez, ZP dan Alvina