"Karma itu seperti asap, Ya. Dia selalu ada di udara, walaupun tidak terlihat. Ketika waktunya tiba, dia akan datang untuk menagih pertanggungjawaban."
Galih bimbang saat atasannya mengatakan bahwa dirinya akan dimutasi ke kantor di Bali. Tujuh tahun yang lalu, dia meninggalkan Bali setelah kematian sahabatnya, Reza. Tapi Galih juga merasa ada masa lalu yang harus diselesaikannya di Bali. Meskipun mamanya melarang, Galih akhirnya setuju bertugas di Bali.
Sebagai seorang supervisor, tentunya Galih akan memiliki banyak bawahan di kantornya. Salah satunya adalah Roya, seorang gadis pendiam yang sepertinya selalu menjadi sasaran kemarahan rekan-rekannya yang lain. Roya kadang terlihat kikuk, dan selalu meminta maaf. Satu lagi kebiasaan Roya yang dijumpai Galih, gadis itu suka membakar dupa. Roya memang tidak cantik, tapi dialah yang menarik perhatian Galih. Terutama ketika Roya dengan berani mau menolong Galih saat bertemu dengan orang-orang di masa lalunya.
Baik Galih maupun Roya terjebak dalam kungkungan masa lalu. Galih dahulu pernah terjerumus dalam dunia narkoba bersama Reza dan Roy. Narkoba itu pula yang merenggut nyawa Reza, sementara Roy menghilang entah kemana. Sementara Roya tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Tujuh tahun yang lalu, Roya meminta adiknya Kanaya pergi membelikan es campur untuknya. Bukan es campur yang dibawa Kanaya, tetapi luka fisik dan batin akibat diculik dan diperkosa oleh orang yang tidak dikenalnya.
Saya tidak mempersiapkan diri saat membaca novel ini, tidak memasang ekspektasi apa-apa. Saya memilihnya sebagai bacaan menjelang tidur dari Gramedia Digital. Novel ini kemudian menahan saya dari kantuk, dan dibuat terpana hingga halaman terkahir. Bukan sebuah novel metropop biasa.
Purple prose atau prosa ungu adalah kalimat berlebih yang sering muncul di sebuah buku atau novel. Kalimatnya boros kata, bertele-tele, seakan-akan menarik pehatian pembaca. Galih menggunakan analogi purple prose untuk menggambarkan kondisinya dan Roya yang terjbak dalam kesalahan di masa lalu. Berlembar-lembar kehidupan mereka terus dipenuhi kesalahan itu, membuat mereka tidak bisa memafkan diri sendiri. Perasaan senasib inilah yang membuat Roya akhirnya bisa membuka diri pada Galih. Tapi ketika keduanya mencoba membuka lembaran baru, karma dari masa lalu datang menuntut pertanggungjawaban.
Latar belakang pulau Bali yang masih mempercayai mistis semakin mengentalkan kehadiran karma ini. Beberapa kali Galih merasakan ada kehadiran 'sosok' di sekitarnya. Cara Roya mengusir kegundahan hatinya dengan menyalakan dupa juga membuat suasana mistis semakin terbangun.
Saya bisa mengatakan novel ini ditulis dengan baik, tertata dalam tempo yang teratur. Satu per satu masa lalu yang mengungkung Galih dan Roya diurai dan diselesaikan. Sebuah plot twist (yang sebenarnya bisa saya tebak) dilemparkan di saat Galih dan Roya menyadari masa lalu mereka berhubungan. Dan kemudian penulis menyajikan penutup yang adil dan realistis. Saya sempat bertanya-tanya mengapa penulis seperti bermain aman tidak ingin melibatkan hukum dalam kasus Galih dan Roya. Tapi saya pun menyadari sebenarnya sanksi sosial sudah lebih dari cukup membuat kedua tokoh ini menderita. Saya percaya dengan karma. Dan novel ini menggambarkan karma itu dengan sangat baik. Ketika kamu bisa belajar dan menemukan nilai kehidupan dalam sebuah novel fiksi, percayalah novel itu layak mendapatkan bintang sempurna.
Purple Prose
Suarcani
304 halaman
Gramedia Pustaka Utama
Oktober 2018