Judul Buku : Mehrunnisa, The Twentieth Wife
Penulis : Indu Sundaresan
Halaman : 551
Penerbit : Hikmah
Salah satu tema buku yang dipilih untuk baca bareng BBI bulan Juli ini adalah historical fiction. Dan saya memilih buku berjudul Mehrunnisa, the Twentieth Wife ini. Buku ini menceritakan tentang seorang gadis jelata yang membuat Sultan Jahangir, penguasa Kerajaan Mughal India pada tahun 1600-an. Mendengar tentang Mughal India, mungkin akan mengingatkan kita pada salah satu bangunan megah warisan dunia, Taj Mahal, yang dibangun oleh Shah Jahan untuk mengenang istrinya Mumtaz Mahal. Mumtaz Mahal sendiri adalah keponakan dari Mehrunnisa, sedangkan Shah Jahan adalah putra dari Sultan Jahangir.
Kisah ini diawali dengan pengusiran Ghias Beg dan keluarganya dari tanah Persia. Ghias Beg sendiri adalah seorang putra bangsawan Persia yang diusir dari kampung halamannya karena utangnya yang bertumpuk. Dalam perjalanannya menuju ke India, mereka melewati gurun pasir yang dikenal dengan perompaknya. Tentu saja mereka pun tak terhindar dari para perompak. Harta bawaan mereka yang hanya sedikit habis. Asmat, istri Ghias Beg yang hamil besar terpaksa harus melahirkan di dalam sebuah tenda di tengah badai gurun. Bahkan Ghias Beg tak mampu membayar jasa bidan yang menolong istrinya. Melengkapi "kesialan"-nya, anak yang dilahirkan istrinya adalah seorang bayi perempuan.
Merasa tak sanggup menghidupi satu anak lagi (di samping 2 putra dan 1 putri yang sudah ada), Ghias bermaksud membuang Mehrunnisa, bayi perempuan cantik yang baru saja dilahirkan istrinya. Untungnya Mehrunnisa ditemukan oleh seorang bangsawan bernama Malik Masud. Malik Masud mengetahui bahwa bayi mungil itu adalah anak dari Ghias, dipulangkannya bayi itu pada Ghias dengan berkata, "Rawatkanlah anak ini untukku. Segala biaya perawatannya akan kutanggung". Bukan hanya itu saja, Malik Masud memperkenalkan Ghias pada Sultan Akbar, penguasa kerajaan Mughal India. Ghias diberikan harta dan menjadi orang kepercayaan Sultan. Seketika Mehrunnisa bukan lagi "kesialan" untuk keluarganya, melainkan sebuah keberuntungan.
Mehrunnisa sendiri tumbuh dan besar dalam budaya India, meskipun dia tetap tidak melupakan darah Persia dalam dirinya. Karena keluarganya menjadi orang kepercayaan Sultan, Mehrunnisa kemudian menjadi gadis kesayangan Ruqayya, istri Sultan. Ketika Sultan Akbar hendak menikahkan anaknya, Pangeran Salim, Mehrunnisa hadir dan menyaksikan acara besar itu. Di saat itulah, di usianya yang baru berumur 8 tahun, Mehrunnisa mulai menyukai Pangeran Salim. Hingga delapan tahun kemudian, ketika Mehrunnisa tumbuh menjadi gadis cantik, cinta sejatinya hanya untuk Pangeran Salim.
Cintanya bukan tidak bersambut. Suatu ketika Pangeran Salim bersama istrinya datang mengunjungi ibunya, Ruqayya. Di situlah Pangeran Salim terpesona dengan kecantikan Mehrunnisa. Sayangnya Mehrunnisa telah dijodohkan dengan Ali Quli, seorang prajurit Persia, atas perintah Sultan Akbar. Cinta itu tertangguhkan, tapi tetap ada di hati keduanya. Belasan tahun kemudian, cinta itu akhirnya bersatu dengan diangkatnya Mehrunnisa menjadi istri ke-20 dari Sultan Jahangir dan diberi gelar Nur Jahan yang berarti sinar dunia.
Buku ini sendiri tidak hanya menceritakan soal Menhrunnisa dan cintanya. Sebagian besar buku ini justru bercerita tentang konflik dalam keluarga kerajaan, antara lain: pemberontakan Pangeran Salim atas Sultan Akbar, pemberontakan Pangeran Khusrau atas Sultan Jahangir, dan perebutan kekuasaan di dalam harem istana antara Ruqayya dan Jagat Gosini (istri Pangeran Salim). Tapi yang menarik dari kisah Mehrunnisa adalah bagaimana dia dengan caranya sendiri berusaha menjadi Ratu dan istri dari Sultan Jahangir. Ambisi Mehrunnisa menjadi ratu mengingatkan saya pada Nefertiti, ratu Mesir. Tapi berbeda dengan Nefertiti yang diberkahi dengan banyak anak. Mehrunnisa harus mengalami keguguran dua kali sebelum mendapatkan seorang putri. Tiga belas tahun pernikahannya dengan Ali Quli tanpa seorang anak membuatnya diremehkan oleh suaminya. Ketika putrinya lahir pun tuduhan sial masih diarahkan padanya.
Nyaris tanpa typo dan merasa mendapatkan pelajaran baru mengenai sejarah India, saya memberikan bintang tiga pada buku ini. Novel Mehrunnisa ini sendiri mendapatkan penghargaan Washington State Book Award di tahun 2003. Kisah Mehrunnisa tidak selesai di buku ini, masih ada kelanjutannya di sekuelnya Nur Jahan, the Queen of Mughal. Di buku keduanya ini barulah diceritakan mengenai kekuasaan Mehrunnisa atas Mughal India. Ini juga yang menjadi alasan kenapa tadi hanya ngasih bintang tiga, yah karena ternyata ceritanya nggak selesai di buku ini. Bahkan kalau lihat di goodreads, buku ini masuk dalam rangkaian Taj Trilogy. Artinya masih ada dua buku lagi kan? :)
PS. Postingan untuk Name In A Book Challenge 2012