Judul Buku : Time Will Tell
Penulis : Okke 'Sepatumerah' & Riri Sardjono
Halaman : 276
Penerbit : Gagas Media
Begitu membaca twit yang mengabarkan kalau Okke 'Sepatumerah' melahirkan sebuah novel lagi, saya langsung berniat membeli bukunya. Ketika tahu dia akan berduet dengan Riri Sardjono, sekedar niat tidak cukup. Saya langsung memesan bukunya via bukabuku.com. Bukan promosi, tetapi hanya di toko buku online itu buku terbitan Gagas Media didiskon sampai 20% :)
Begitu lihat covernya, saya agak ragu kalau buku ini masuk dalam kategori Gagas Duet. Kebanting banget deh dengan cover Gagas Duet lainnya yang cantik itu. Saya kira hampir semua pembaca menyetujui kalau Gagas Media jagonya bikin cover yang cantik dan eye catching. Tapi untuk yang satu ini sangat minimalis. Maafkan saya kalau untuk cover saja sudah mengurangi satu poin dari buku ini.
Ada dua cerita di dalamnya, The Reunion oleh Okke dan 15 to Love oleh Riri Sardjono. Jumlah halamannya tidak sebanding. The Reunion mengisi 91 halaman, dan sisanya untuk 15 to Love. Soal layout isi bukunya, lebih menolong (dalam artian dibandingkan dengan covernya). Saya juga suka dengan pilihan kalender Januari dan Desember yang adalah bulan awal dan akhir dalam satu tahun. Pas banget menggambarkan tentang waktu yang akan mengungkapkan semuanya.
The Reunion berkisah tentang 3 orang wanita. Kanya - wanita karier, punya satu anak, bermasalah dengan mertua; Arlita - ibu rumah tangga, punya satu anak, ga pernah gaul lagi setelah menikah; Ade - penyanyi cafe, lajang, benci acara kumpul keluarga. Ketiganya memutuskan untuk berkumpul kembali mengadakan reuni setelah sekian lama terpisah karena kesibukan masing-masing. Ketiganya butuh perjuangan buat bisa reunian. Kanya harus "mengatasi" mertuanya, Arlita memohon izin dari suaminya, Ade yang menyiasati ibunya demi ga ngumpul di reuni keluarga tapi reunian dengan teman-temannya. Tetapi setelah berkumpul, ternyata rasanya berbeda dengan yang mereka harapkan. Ade merasa Arlita terlalu banyak bercerita soal anaknya, sementara Arlita sendiri ga ngerti dengan gaya hidup wanita karier seperti Kanya dan Ade. Meski demikian, ketiganya masing-masing menyimpan kecemburuan terhadap hidup sahabat-sahabat mereka.
Saya sendiri bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Arlita atau Ade. Terkadang kalau ada acara reuni dengan teman-teman SMP, SMA atau teman kuliah sepertinya ada yang ga pas aja. Ikatan yang tadinya terasa kuat antara sahabat, dengan janji tidak akan saling melupakan, jadi berasa "longgar" dan seperti tidak saling mengenal. Bukan berarti mereka bukan sahabat lagi, tetapi mungkin lebih tepat bukan masanya lagi segala sesuatu harus tetap sama.
The only thing that never changes is that everything changes - Louis L'Amour
Satu yang ga berubah adalah gaya bercerita Okke. Masih sama seperti pada novel sebelumnya. Hanya saja, dalam The Reunion karena ada tiga tokoh, saya yang tadinya mengira kisah ini berpusat di Kanya ternyata nggak begitu mendapatkan feel-nya novel ini.
15 to Love juga sangat berasa Riri Sardjono. Percakapan yang ringan, sarkastik, tapi lucu antara dua tokoh utama (Giwang dan Nara) adalah kekuatan dari novel ini. Sejak awal mereka bertemu, Nara jatuh cinta pada Giwang. Tetapi Giwang butuh waktu 15 tahun untuk bisa menyadari kalau dia juga mencintai Nara. Awalnya Giwang hanya membutuhkan Nara sebagai sahabat. Tarik ulur antara Nara dan Giwang seperti karet kolor yang ga bisa putus. Sempat membosankan karena konfliknya berulang seputar Giwang yang jatuh cinta sama cowok, tapi cowok itu malah suka sama temannya Giwang, sementara Nara yang berusaha membuktikan dirinya yang pantas untuk Giwang ga juga diterima sebagai pacar. Bayangkanlah 150-an (lebih) halaman hanya seputar itu.
The only truth is love beyond reason - Alfred De Musset
Konflik sederhana tetapi diramu dengan dialog yang menyenangkan membuat novel ini ga berasa cheesy. Dibandingkan The Reunion, memang lebih dapat feel-nya, karena penokohan Nara dan Giwang yang kuat.
Overall, buku ini mengobati kerinduan saya sama karyanya Okke dan Riri. Kata beberapa orang ada banyak typo, kali ini saya ga begitu memperhatikan karena begitu excited akan kehadiran buku ini. Untuk pengobat rindu ini saya berikan tiga bintang.
Oh? Gagas Duet toh ini? Covernya gak berasa gagas duet ya..
ReplyDeleteet dah... covernya bikin inget sama kim kadarshian entah kenapa hahaha...
ReplyDeleteaku kapok baca gagas duet... under my expectation sih hehehehe
tapi kalo ngeliyat yang nulis si okke, kayaknya lumayan juga buat dibaca ^,^ *ga konsisten* plak!
Wahh, saya suka yang gaya penulisannya sederhana tapi berhasil mempermainkan emosi saya :) seperti penulis Darwis Tere Liye
ReplyDeleteweh mbak desty penggemarnya sepatumerah ya? beberapa kali baca bukunya nggak ada yang klop
ReplyDeleteiya, aku koleksi semua novelnya :)
ReplyDeleteAku penasaran sama novel ini. Novel okke baru 1 yg kubaca: indonesian idle, ga terlalu sreg juga sih.
ReplyDelete