Judul Buku : Fenomenologi Wanita Ber-high heels
Penulis : Ika Noorharini
Halaman : 112
Penerbit : PT Artha Kencana Mandiri
Suatu hari saya menerima email dari Ika Noorharini yang meminta kesediaan saya untuk mereview bukunya ini. Membaca kata high heels pada judulnya membuat saya kaget. Ndak salah nih? Saya bukan penggemar high heels. Sehari-hari saya berangkat kerja pakai flat shoes yang nyaman di kaki saya. Sepatu saya yang tumitnya tinggi hanya ada satu, itupun saya beli gara-gara mau wisuda kemarin :D Tapi (juga karena) judulnya yang memuat kata fenomenologi, saya jadi tertarik untuk membacanya.
Fenomenologi merupakan sebuah studi yang mempelajari manusia sebagai suatu fenomena. Seperti pada judulnya, salah satu perilaku manusia (baca: wanita) adalah mengikuti perkembangan fashion. Salah satu atribut fashion yang penting bagi seorang wanita adalah sepatu. Dan buku ini membahas fenomena wanita dengan high heels-nya.
Siapa yang tidak kenal high heels? Bahkan wanita pekerja menjadi identik dengan high heels (hlmn. 10). Sepatu dengan tumpuan tumit (heels) yang tinggi ini membuat wanita yang menggunakannya akan mengalami peningkatan kepercayaan diri yang signifikan. Sewaktu saya masih kecil, saya terkadang diam-diam mencoba high heels milik mama saya, hanya sekadar ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi wanita dewasa.
Di dalam buku ini, pembaca akan menjumpai ulasan tentang high heels melalui beberapa bab. Bab pertama yang diberi judul Sepasang Kaki Cantik berisi pengantar mengenai pentingnya sebuah sepatu bagi seorang wanita yang ingin tampil cantik. Bab kedua berjudul Marlyn Monroe bukan berisi koleksi sepatu artis yang terkenal itu, melainkan bagaimana sepasang high heels menjadi brandng bagi wanita. Sejarah lahirnya high heels dibahas dalam bab ketiga yang berjudul The Chopines. Tahu nggak, kalau yang pertama kali menggunakan high heels justru seorang pria?
Bab keempat, Talon Hauts, menjelaskan bahwa high heels dengan berbagai tipe, ukuran, warna, dan model juga menjadi alat komunikasi bagi wanita untuk menyampaikan sesuatu pada dunia. Sementara bab kelima, Jimmy Choo v Louboutin, dan bab keenam, Stiletto, memuat pendapat 15 orang wanita yang menjadi nara sumber penulis untuk mengungkap perilaku wanita berkenaan dengan high heelsnya. Kesimpulan dari semuanya itu terangkum dengan apik pada bab terakhir berjudul Merah.
Buku ini sebenarnya merupakan transformasi dari sebuah karya ilmiah berupa tesis yang disusun oleh penulis. Sehingga tidak heran, jika berbagai fakta ilmiah disajikan dalam buku ini. Tapi jangan kuatir, tidak akan membosankan. Saya sendiri membaca buku ini hanya dalam sekali duduk saja. Tetapi, sayangnya di dalam buku ini tidak dilengkapi dengan gambar jenis-jenis high heels dengan keterangan gambar di bawahnya. Ketika penulis menggambarkan tentang platform pump, Mary Jane platform atau Kitten Heels secara deskriptif, saya yang notabene orang awam di dunia high heels, seakan "meraba-raba" dalam imajinasi seperti apa bentuk sepatunya. Ada sih ilustrasi gambar beberapa high heels, hanya saya aja yang nggak tahu apa-yang mana. Kemudian penggunaan kata "penulis" sebagai kata ganti orang pertama, dan bukannya "saya", membuat buku ini masih berasa sedikit kaku layaknya karya ilmiah.
Namun, membaca buku ini membuat saya menjadi tercerahkan. Sebagai seorang yang bukan penggemar high heels, saya jadi memahami makna pentingnya sebuah high heels bagi para fans-nya. Saya rasa setiap wanita harus membaca buku ini, atau juga para lelaki yang ingin memahami pasangannya. Dan sepertinya saya akan menambah minimal satu pasang high heels di rak sepatu saya.
All about high heels ya? Jadi pengen punya :) Tapi lihat cover-nya kok... *tiba-tiba hening*
ReplyDeleteJangan tertipu covernya, mbak.. They are just models
ReplyDelete