~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#541 Savanna & Samudra


Judul Buku : Savanna & Samudra
Penulis : Ken Terate
Halaman : 352
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Setelah papanya meninggal, Savanna baru merasakan kerasnya kehidupan. Terutama ketika dia harus dengan terpaksa mengambil alih peran papanya untuk mengurus segala sesuatunya di rumah mereka. Tidak usah mengharapkan mamanya yang setiap hari entah pergi kemana dengan gaya mewah. Padahal keuangan mereka sangat terbatas. Tyo, adik satu-satunya, bahkan kini malas ke sekolah. SPP-nya menunggak tiga bulan. Debt collector sudah beberapa kali menyambangi rumah mereka. Savanna harus meninggalkan bangku kuliah agar bisa bekerja mendapatkan uang. Dan satu-satunya tempat yang menerima lulusan SMA sepertinya hanyalah kedai susu Inisusu.

Di kedai itu, dia bertemu dengan Alun. Cowok lulusan SMK yang juga bekerja sebagai pelayan, sama dengan Savanna. Bedanya Alun sepertinya menikmati pekerjaannya. Dan dia juga rupanya kesayangan Miss Lani, pemilik kedai yang pelit itu. Alun seringkali melontarkan guyonan-guyonan konyol. Dan Koh Abeng, chef di kedai itu bisa menimpali candaan tak bermutu Alun. 

Kehidupan baru yang dijalani Savanna terasa menurunkan derajat sosialnya beberapa tingkat di bawah sebelumnya. Savanna yang terbiasa hidup mewah kini harus kerja demi upah yang tidak seberapa. Mimpinya menjadi sarjana harus dikubur, meski diam-diam Savanna berharap dia akan bisa mengejarnya kembali. Bukan hanya itu saja, sosok Papanya yang sempurna di mata Savanna ternyata menyimpan masa lalu yang kelam. 

Ada banyak issue yang diangkat dalam novel ini. Pentingnya pendidikan, pernikahan dini, KDRT, kedewasaan sebelum waktunya, derajat sosial, dan masih banyak lagi. Semuanya diramu dengan pas pada novel yang mengambil latar belakang kota Jogja ini. Saya menyukai bagaimana penulis menggiring pembaca untuk melihat Atika, mamanya Savanna, sebagai sosok antagonis yang kemudian mengungkap alasan mengapa Atika berbuat seperti itu. Alasan yang sesungguhnya itulah yang banyak terjadi dalam realitas sosial di masyarakat. Saya juga menyukai perubahan cara pandang Savanna. Selama ini, cara pandang Savanna terhadap pendidikan terbentuk dari pola pandang papanya. Sebagai contoh, Bimo, papanya Savanna melarang Tyo masuk ke SMK karena menganggap SMK itu derajatnya lebih rendah daripada SMA. Ketika Savanna bertemu dengan Alun yang hanya lulusan SMK, Savanna juga memandang rendah Alun. Tetapi ketika satu per satu keterampilan Alun membantu Savanna menyelesaikan masalahnya, ada perubahan yang terjadi pada Savanna dalam menyikapi hidup.

Seorang teman mengatakan membaca novel ini rasanya lebih "merakyat". Dan saya setuju dengan itu. Novel ini menunjukkan bahwa kedewasaan itu tidak selamanya soal umur. Bahwa terkadang kita harus menjadi dewasa sebelum waktunya, dengan melompat dari satu masalah ke masalah lainnya.


Be First to Post Comment !
Post a Comment