Markus Yonatan dibesarkan dalam keluarga Kristen. Ayahnya seorang diaken, ibunya pekerja gereja. Kakaknya, Matius Abraham adalah seorang pemimpin barisan pendoa. Ketiga orang dalam keluarga Markus tersebut telah mengalami lahir baru. Dahulu ayahnya sering berganti perempuan, sementara ibunya mencari pelarian di racun serangga. Namun sejak Matius Abraham mendapatkan penglihatan dan lahir baru, ayah dan ibunya pun mulai berubah. Tidak ingin menjadi beban dalam keluarga, Markus Yonatan memutuskan untuk ikut lahir baru.
Markus Yonatan dulunya punya seorang kakak rohani, bernama Singa Yehuda. Tapi Singa Yehuda lebih suka dipanggil SY saja, karena baginya nama yang menyimbolkan Yesus Kristus itu terlalu berat baginya. Tugas SY adalah membimbing Markus Yonatan agar lebih dekat pada Tuhan dan menjauhi urusan duniawi. SY punya seorang adik perempuan bernama Mawarsaron. Sikap Mawarsaron ternyata berbeda dengan keluarganya. Dia tidak ingin terlibat dalam persekutuan di gereja. Puncaknya ketika Mawarsaron dianggap telah dirasuki oleh tiga jenis iblis. Empat belas orang terpilih menjadi tim barisan pendoa untuk membebaskan Mawarsaron dari kuasa iblis. Markus Yonatan salah satu diantaranya. Di tengah situasi pelik melawan kuasa iblis, Markus dihadapkan pada pilihan. Iman kepercayannya atau logika akal sehat.
Saya melihat buku ini pertama kali di instastory-nya Dewi Lestari. Lantas saya memasukkannya ke dalam wishlist setelah membaca sinopsisnya. Sebagai seorang yang dibesarkan dalam keluarga Kristiani, latar belakang yang diangkat dalam novela ini cukup akrab bagi saya. Meskipun tata ibadah di gereja saya bukan karismatik, namun saya cukup tahu mengenai hal tersebut.
Mengejutkan. Itu kesan pertama saya saat membaca novela ini. Saya bisa memahami pikiran Markus Yonatan saat dia merasa sebagai "anak hilang". Dalam novela ini digambarkan ada keluarga yang menyepelekan sisi humanis pada hubungan antara orangtua dan anak, hanya karena kesibukan mereka melayani Tuhan. Penulis berani mengangkat fanatisme dalam agama minoritas disandingkan langsung dengan kemanusiaan.
Meskipun novela ini banyak menyebutkan istilah keagamaan khususnya Kristen Protestan karismatik, berikut prosesi ibadah atau ritualnya, membacanya tidak akan membingungkan. Saya suka dengan novela ini, dan memasukkannya dalam salah satu bacaan favorit saya tahun ini.
Lusifer! Lusifer!
Venerdi Handoyo
138 halaman
Post Press
Juli, 2019
Be First to Post Comment !
Post a Comment