Judul Buku : Mosquitoland
Penulis : David Arnold
Halaman : 257 (ebook)
Penerbit : Viking
"I am Mary Iris Malone, and I am not okay."
Isi dari bab pertama seperti kalimat di atas cukup menggambarkan tentang tokoh utama dalam novel ini, Mim Malone, sekaligus membuat saya menjadi sangat penasaran. Mim memang "tidak okay". Dia didiagnosis mengidap psychosis, seperti bibinya Isabel (adik dari ayahnya). Karena penyakitnya itu Mim seringkali mengeluarkan kalimat-kalimat "ajaib". Ayahnya bercerai dengan ibunya, menikah lagi lalu memboyong Mim dan Kathy (istrinya) dari Ohio ke Mississippi. Mim membenci Kathy, yang di mata Mim, selalu berusaha memisahkan dirinya dengan ibunya. Bagi Mim, hanya ibunya yang bisa memahami dirinya. Berbekal kaleng bekas kopi yang berisi $800 yang diambil dari laci Kathy, Mim memutuskan untuk mengunjungi ibunya di Cleveland.
Selain uang itu, Mim juga membawa "jimat-nya". Sebuah lipstik milik ibunya. Mim sering menggunakan lipstik itu untuk melukis wajahnya. Bagi Mim lukisan di wajahnya dengan lipstik milik ibunya itu adalah sebuah zona kenyamanan baginya. Dia merasa menemukan jati dirinya, meski dia melakukannya secara sembunyi-sembunyi dan tidak ingin dilihat oleh orang lain.
Dalam perjalanan Mim bertemu dengan beberapa orang. Ada yang baik, ada juga yang hendak berbuat jahat padanya. Hanya 3 orang di dalam perjalanan itu yang berkesan bagi Mim. Arlene, wanita tua yang duduk di sampingnya di dalam bus; Walt, seorang pemuda yang menderita sindroma Down yang menjadi temannya; dan Beckett, pemuda yang disukai Mim sejak pertama kali dia melihatnya di bus. Selain itu, Mim juga menulis sebuah jurnal yang ditujukan untuk Izabel. Di dalam surat itu, Mim menceritakan alasan mengapa dia pergi mengunjungi ibunya.
Pada beberapa bab awal, saya terpukau dengan "keajaiban" Mim. Kalimat-kalimat yang digunakan penulis dalam menggambarkan karakter Mim benar-benar quoteable. Saya kadang harus membacanya dua kali agar bisa paham. Perpaduan antara jurnal yang ditulis Mim dan jalan cerita dari sudut pandang Mim saling membangun. Tapi semakin ke tengah, saya mulai merasa bosan. Entah kenapa karakter Mim yang begitu asyik di awal, terasa konstan dan predictable. Saya malah berharap ada porsi lebih antara Mim dan Beckett demi membuat saya lebih menyukai cerita ini.
Meski demikian, saya menganggap debut David Arnold ini sukses membuat saya penasaran hingga di akhir cerita. Namun, saya masih menyimpan beberapa pertanyaan setelah membacanya. Misalnya, ada apa sebenarnya dengan Eve, ibunya Mim? Perubahan yang mendadak terjadi pada Mim malah menurut saya membuat Mim kehilangan "keajaiban"-nya. Saya akhirnya hanya bisa memberikan bintang dua pada novel ini.
* postingan ini disertakan pada Lucky No 15 Reading Challenge kategori First Inisial
Be First to Post Comment !
Post a Comment