Judul Buku : Partikel (Supernova #4)
Penulis : Dee
Halaman : 493
Penerbit : Bentang Pustaka
Mengingat Dee (atau Dewi Lestari) pasti serta merta membuat saya teringat akan Supernova. Walaupun Dewi Lestari sudah jauh lebih dahulu terkenal sebelum Supernova lahir, tapi Dewi Lestari sebagai penulis (Dee) hadir pertama kali bersamaan dengan Supernova : Kestaria, Putri dan Bintang Jatuh. Pertama kali saya membaca Supernova adalah pada saat saya kuliah tingkat dua, tahun 2001, disusul oleh Akar pada tahun 2002 dan Petir pada tahun 2004. Sejauh ini tiga Supernova yang sudah saya baca hanya saya beri rating maksimal tiga bintang. Bagi saya Supernova itu membingungkan. Namanya serial kok kayak ga nyambung satu sama lain, kecuali ada beberapa sisipan adegan tokoh-tokoh dari buku sebelumnya. Tapi ada satu benang merah dari semua buku itu, yaitu “pencarian”. Semua tokoh sepertinya sedang mencari sesuatu, dan pencarian itu tidak kunjung selesai.
Ketika Partikel hadir di tangan saya, saya sempat skeptis. Untungnya dia hadir sebagai hadiah (terima kasih om Warm). Sama sekali saya tidak berminat untuk mengoleksi, seperti hal ketiga “kakaknya”. Walaupun demikian, rasa penasaran saya akan kelanjutan cerita Bodhi dan Elektra (untuk tokoh di buku pertama saya sudah lupa karena kurang berkesan bagi saya) membuat saya menetapkan harus membaca Partikel, entah bagaimana caranya.
Baru kali ini saya merasakan keakraban saat membaca Supernova. Bagaimana tidak? Kehidupan Zarah (tokoh utama) tidak pernah lepas dari alam. Ajaran ayahnya yang membuat dia terikat dengan alam. Dee sendiri tidak ragu memasukkan nama ilmiah untuk beberapa spesies, mikologi, teori evolusi, teori kekerabatan molekuler, anatomi tubuh manusia, tumbuhan yang menghasilkan metabolit sekunder insektsida dan pupuk hayati, isu konservasi orangutan dan masih banyak lagi. Jelas saja saya merasa akrab. Sebagai dosen biologi saya setiap hari berurusan dengan istilah-istilah di atas. Lanjut lagi ada beberapa ilmu fotografi yang sedikit saya dengar dari suami saya juga ada dalam buku ini. Poin ini saja sudah membuat dua bintang untuk Partikel.
Kali ini ada Zarah yang menjadi tokoh utama. Zarah yang berarti partikel adalah nama yang dipilih oleh Firas untuk anaknya. Firas adalah seorang dosen di Fakultas MIPA IPB, mengajarkan tentang mikologi. Firas percaya bahwa fungi (sering disebut juga jamur) adalah organisme yang bertanggung jawab membentuk bumi sejak asal mulanya sampai saat ini. Firas juga membangun kampungnya, Batu Luhur, sebagai laboratorium alam dimana dia membuktikan bahwa alam dengan keseimbangannya sendiri mampu menjaga kehidupan tetap lestari. Jika manusia mendukung keseimbangan itu, maka alam akan memberi lebih. Dengan ilmunya, Firas menjadi orang yang disegani di kampung.
Firas tidak mempercayai sistem pendidikan formal. Untuk itu dia mengajar Zarah dan Hara (adik Zarah) dengan metodenya sendiri. Walaupun demikian, Zarah jelas lebih menjadi kesayangan ayahnya. Kemampuannya menyerap semua informasi yang diberi ayahnya membuat dia istimewa. Di sini saya kagum sekali dengan ketelatenan Firas mengajar Zarah. Hanya dengan modal alam sekitar dan buku, Zarah tumbuh menjadi anak yang pandai. Di Bukit Jambul, tempat bernuansa magis di kampung itu, Firas melengkapi ilmu Zarah.
Firas semakin lama semakin “sibuk” dengan ilmu pengetahuan. Hal itu membuat perpecahan dalam keluarganya. Puncaknya ketika Aisyah melahirkan seorang anak dengan kelainan genetis, dan si anak tidak dapat bertahan hidup. Dalam rumah terbentuk dua kubu, Firas dan Zarah sementara Aisyah dan Hara. Perpecahan makin komplit ketika suatu hari Firas pergi dan tidak kembali lagi. Firas menghilang. epergian Firas memberikan dampak bagi Zarah. Zarah kehilangan pegangan. Dia “dipaksa” menjalani hidup normal oleh keluarganya.
Zarah mempunyai talenta di bidang fotografi khususnya wildlife photography. Dengan kelebihannya itu dia bisa pergi meninggalkan keluarganya yang tersisa untuk mencari ayahnya. Dia ke pedalaman Kalimantan, ke London, ke Madagaskar, ke Bolivia, ke Pasifik semuanya dengan modal kemampuan fotografinya. Kemampuan itu juga yang membuat dia bertemu dengan Storm, cinta pertamanya; dan juga membawa dia menemukan jejak ayahnya.
Susah sekali bagi saya untuk bercerita tentang Zarah tanpa membuat review ini menjadi spoiler. Dan saya rasa, setiap orang akan mengalami pengalaman berbeda dengan membaca Partikel sehingga saya tidak perlu panjang lebar tentang isinya. Ada banyak ilmu baru yang saya dapatkan setelah saya menutup halaman akhir Partikel. Kalau teman-teman mengikuti perkembangan tentang partikel di media sosial, tentu teman-teman mendapati asosiasi Partikel dengan alien. Hehe… memang salah satu nyawa Partikel di buku ini adalah ulasan tentang kehidupan dimensi lain, mulai dari apa dan bagaimana cara mencapai alam itu. Apalagi buku ini dilengkapi dengan ilustrasi beberapa makhluk dimensi lain itu. Kemudian ada penjelasan tentang enteogen (tanaman sakral yang dapat membuat kesadaran seseorang terekspansi). Contoh yang sering kita dengar adalah tembakau dan cannabis. Tapi tahukah kamu bahwa jamur Amanita muscaria yang sering kita lihat di buku-buku dan film (saya ingat film Smurf) juga adalah tanaman enteogen? Kalau di buku textbook Microbiology (Prescott) ditulisnya tanaman ini beracun:)
Ah.. dua bintang untuk alien dan enteogen-nya.
Satu bintang terakhir saya berikan untuk ketiadaan typo dan sampul yang keren pada novel ini. Ngomong-ngomong soal sampul, semua serial Supernova diterbitkan kembali dengan sampul yang berbeda (saya masih ingat dengan prokontra sampul Supernova : Akar yang menggunakan lambang Omkara :) ). Untuk penjelasan gambarnya, bisa teman-teman lihat videonya di sini.
Mungkin ada yang bertanya, apakah saya akan mengerti isi Partikel jika belum pernah membaca Supernova sebelumnya? Dee pernah menjawab pada linimasa twitternya bahwa walaupun Supernova adalah kesatuan, setiap bukunya ibarat sebuah pintu. Jadi teman-teman bisa “masuk” lewat buku manapun tanpa merasa kebingungan. Dengan hadirnya Partikel tidak berarti Supernova berakhir, Supernova masih berlanjut karena pencarian masih terus dilakukan.
"apakah saya akan mengerti isi Partikel jika belum pernah membaca Supernova sebelumnya? Dee pernah menjawab pada linimasa twitternya bahwa walaupun Supernova adalah kesatuan, setiap bukunya ibarat sebuah pintu. Jadi teman-teman bisa “masuk” lewat buku manapun tanpa merasa kebingungan."
ReplyDeleteTerima kasih informasinya, Desty. Saya kurang begitu tergugah untuk membeli-baca Petir dan Akar, tapi begitu tersepona *grin* sama Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Lagipula, saya suka kehebohan, jadi ketika Partikel resmi menjadi topik hangat di twitter, saya juga ingin membacanya, tapi saya takut ndak nyambung karena belum baca Petir dan Akar...:)
review buku ini keren sekali, saya harus belajar banyak cara ngereview buku yg bagus dari sampeyan rupanya :)
ReplyDelete*blushing* ah... sampeyan ini...
ReplyDeletesebenarnya antara Petir, Aker dan Partikel itu ceritanya ga nyambung kok. Oh, kecuali 1 bab terakhir di Partikel nyinggung soal Bodhi (Akar) dan Elektra (Petir)
ReplyDeleteHahaha.. Aku baru baca full reviewnya nih, kemaren2 cuma diintip krn bukunya belum baca :) eh iya aku juga baru tau fakta tentang jamur merah bintik2 putih itu.. Itu kan banyak di cerita anak2.. Hehehe..
ReplyDeletekira-kira dengan membaca review, bisa dapat inti ceritanya nggak ya
ReplyDeletehehehe
bisa sih bang.. review kan buat ngasih gambaran. Tapi untuk kepuasan harus baca bukunya :)
ReplyDeleteAda ebooknya g ya?
ReplyDeleteeh? saya sih ga punya :)
ReplyDeletePartikel ini sangat dasyat.. MengAKAR sekali di benak.. Ibarat PETIR cetar membahana hahaha... Gara2 ngikutin trus dari edisi awal- yg skrg (saya bacanya urutan mulai dari ksatria, putri dan bintang jatuh, akar, petir dan partikel) buat saya bener2 gak sabar nunggu GELOMBANG dan INTELEGENSI EMBUN PAGI segera lahir.. Semoga tak menunggu lama seperti menunggu kelahiran PARTIKEL...
ReplyDeleteResume nya keren mbk ^_^
Mbk tau ttg FILOSOFI KOPI?? Nah saya ketinggalan untuk yg satu itu.. Klo mbk τªϋ mohon kesediaannya berbagi cerita dgn saya.. Makasih sblmnya..
Iya mbak Desty..., buku ini memang keren. Ide serta pengemasannya dg cover seminimalis itunya loh yang bikin pembaca akhirnya penasaran. Sepintas baca bukunya (Belum beli dan baca), tapi memang aku sependapat dengan mbak desty bahwa Dee memaparkan sisi lain dari alam. Review mbak cukup membuat aku bisa membayangkan dahsyatnya novel ini. Mungkin memang harus meluangkan uang dan waktu untuk menelan ilmu baru dari novel ini ^^
ReplyDeleteAku punya ebooknya loh mbk. Format pdf :)
ReplyDeleteNiat baca buku fisik semakin lama semakin berkurang, ayo mba Desty kita majukan kembali budaya membaca buku
ReplyDelete