Penulis : Yu Hua
Halaman : 224
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Suatu waktu ada seorang pengelana yang berkelilin untuk mengumpulkan lagu-lagu rakyat. Dia kemudian bertemu dengan seornag bapak tua yang sedang mengerjakan sawahnya, ditemani oleh seekor sapi. Bapak itu bernama Fugui, dan dia menceritakan kisah hidupnya kepada si pengelana.
Fugui adalah anak seorang tuan tanah yang kaya. Hidupnya selalu nyaman, tidak pernah susah sejak dari kecil. Mungkin itulah yang membuat dia melihat bahwa hidup yang dijalani itu gampang. Ketika dewasa, dia menghabiskan waktunya di kota untuk para pelacur dan bermain judi. Hingga akhirnya dia kalah setelah mempertaruhkan semua harta keluarganya.
Seketika Fugui dan keluarganya jatuh miskin. Ayahnya yang meski sangat marah atas kelakuan Fugui, tetap memberikan harta mereka untuk membayar semua hutang Fugui. Sebelum mereka berpindah ke gubuk jerami, ayahnya meninggal. Bersama ibunya, istrinya Jiazhen yang sedang mengandung, dan anak perempannya Fengxia, mereka akhirnya menjalani hidup dalam kemiskinan. Long Er, raja judi yang mengambil semua kekayaan Fugui, meminjamkan seluas petak sawah untuk Fugui agar diolah. Mertuanya yang kesal dengan tingkah laku menantunya itu akhirnya datang menjemput kembali Jiazhen. Demi kandungannya, Jiazhen memilih pergi meninggalkan mertua, suami dan anak perempuannya. Namun ketika Jiazhen telah melahirkan Youqing, anak laki-laki mereka, dia kembali menjalani hidup bersama suaminya.
“Orang hidup itu yang penting senang, jadi miskin pun tak ada yang perlu ditakuti.”(Hal. 39)
Meski menjalani hidup yang sulit, Fugui dan keluarganya nyaris tidak mengeluh. Adah Fengxia dan Jiazhen, kedua wanita yang tetap merasakan senang meski kehidupan mereka pahit. Bagi Fengxia, asalkan masih bersama kedua orang tuanya dia merasa cukup. Sementara Jiazhen adalah sosok istri yang patuh dan menerima takdirnya. Kala itu terjadi perang saudara dalam masa Revolusi. Saat Fugui hendak mencari tabib untuk mengobati ibunya, dia dibawa paksa oleh tentara untuk menarik meriam. Sekian lamanya Fugui berpisah dengan keluarganya. Ketika dia kembali, ibunya sudah meninggal, anak perempuannya menjadi bisu, dan anak laki-lakinya tidak mengenal dirinya.
Seperti judulnya, To Live, Fugui benar-benar melakoni hidupnya dengan sebaik-baiknya. Ketika komunis mulai berkuasa, Fugui dan keluarganya sempat diuntungkan dengan mendapat pembagian tanah dan makan yang cukup. Tetapi tidak selamanya keberuntungan ada bersama Fugui. Apalagi saat dia harus menyaksikan kepergian satu per satu anggota keluarganya.
Gambaran kehidupan di dalam buku ini dikisahkan lewat deskripsi yang sangat jelas dan mendayu-dayu. Saya sempat merasa bingung dengan gaya bahasa yang dipilih oleh penerjemah yang sepertinya agak mirip dengan bahasa melayu. Misalnya penggunaan kata bini. Tapi mungkin gaya bahasa merakyat seperti itulah yang bisa menggambarkan kehidupan Fugui pada masanya. Setidaknya pembaca akan ikut merasakan depresi kesusaha seperti yang dialami oleh Fugui.
[…] Hidup – Yu Hua […]
ReplyDelete