Judul Buku : After Wedding
Penulis : Pradnya Paramitha
Halaman : 464
Penerbit : Elex Media Komputindo
Reya Gayatri memutuskan untuk menikah dengan seseorang yang melamarnya, tanpa mencari tahu siapa orang itu sebenarnya. Yang dia tahu, Radina Alief Pramoedya adalah seorang chef terkenal, yang menawarkan pernikahan tanpa cinta padanya. Masih sakit hati dengan pengkhianatan mantan kekasihnya, plus rongrongan keluarga besarnya untuk segera menikah, dosen ilmu politik itu menyegerakan pernikahannya.
Di malam pengantinnya, Reya tiba-tiba panik dan menyadari kesalahan yang dia lakukan. Reya lalu menuntut perceraian dari suami yang baru beberapa jam dinikahinya itu. Terang saja Rad menolaknya. Reya ngotot dan akhirnya argumen mereka berakhir dengan kontrak bahwa pernikahan ini hanya akan bertahan satu tahun.
Tapi tentu saja akhirnya keduanya bisa saling menyukai, dan mulai mencintai. Sampai muncullah wanita dari masa lalu Rad. Wanita yang membuatnya meragukan cinta. Wanita yang datang bersama anaknya.
Di kata pengantar, penulis menyebutkan bahwa novel ini memuat beberapa pertanyaan sosial yang mengganjal di pikirannya. Ada beberapa yang saya tangkap saat membaca novel ini. Yang pertama, wanita yang tidak perlu sekolah tinggi-tinggi sampai melupakan umur ideal untuk menikah. Yang kedua, seorang istri harusnya lebih memilih di rumah melayani suami, bikin anak, daripada lembur mengejar karir. Yang ketiga, stigma masyarakat tentang seorang janda yang dipandang sebelah mata. Yang keempat, pernikahan tanpa cinta itu bisa saja terjadi...tapi yah resikonya bisa jatuh cinta di tengah jalan. Untuk beberapa hal di atas yang termuat di novel ini saya mengapresiasi kemampuan penulisnya meramu semuanya menjadi satu novel yang kompleks.
Terlepas dari itu, karakter Reya yang tidak konsisten beberapa kali membuat saya misuh-misuh saat membacanya. Jadi begini yang ada di pikiran saya: Reya ini digambarkan sebagai wanita karir, dosen ilmu politik di sebuah universitas di Jakarta dan sedang menempuh S3. Dia bisa dengan mudah bergaul, pandai membawa diri, bahkan kadang ikutan hangout di club. Pokoknya bayangan saya dia wanita mandiri dan matang. Tapi dengan mudahnya menikah tanpa mengetahui latar belakang calon suaminya? Nggak usah sampai ke situ. Reya bahkan masih bisa terintimidasi dengan tuntutan harus menikah secepatnya. Lingkungan pergaulan saya di dunia akademis yang setiap hari ngumpul sama dosen-dosen wanita, saya belum pernah ketemu dengan orang berpendidikan tinggi yang merasa insecure seperti Reya.
Lalu, tentang karirnya Reya ini. Ceritanya dia lagi ngambil S3. Trus dia harus cepat-cepat lulus karena beasiswanya hanya covering maksimal 2 tahun. Sadis benar yang ngasih beasiswa doktor cuma 2 tahun. Pemerintah aja ngasih 3 tahun (+1 tahun perpanjangan). Next, Reya ini baru aja dikasih deadline bab 2 sama pembimbingnya, tidak beberapa lama kemudian udah sidang promosi doktor lho... yang nguji hanya 3 orang profesor lagi. Hwaa...saya iri sama Reya. Universitas mana ya? Pengen daftar di situ aja deh.
Tapi tentu saja akhirnya keduanya bisa saling menyukai, dan mulai mencintai. Sampai muncullah wanita dari masa lalu Rad. Wanita yang membuatnya meragukan cinta. Wanita yang datang bersama anaknya.
Di kata pengantar, penulis menyebutkan bahwa novel ini memuat beberapa pertanyaan sosial yang mengganjal di pikirannya. Ada beberapa yang saya tangkap saat membaca novel ini. Yang pertama, wanita yang tidak perlu sekolah tinggi-tinggi sampai melupakan umur ideal untuk menikah. Yang kedua, seorang istri harusnya lebih memilih di rumah melayani suami, bikin anak, daripada lembur mengejar karir. Yang ketiga, stigma masyarakat tentang seorang janda yang dipandang sebelah mata. Yang keempat, pernikahan tanpa cinta itu bisa saja terjadi...tapi yah resikonya bisa jatuh cinta di tengah jalan. Untuk beberapa hal di atas yang termuat di novel ini saya mengapresiasi kemampuan penulisnya meramu semuanya menjadi satu novel yang kompleks.
Terlepas dari itu, karakter Reya yang tidak konsisten beberapa kali membuat saya misuh-misuh saat membacanya. Jadi begini yang ada di pikiran saya: Reya ini digambarkan sebagai wanita karir, dosen ilmu politik di sebuah universitas di Jakarta dan sedang menempuh S3. Dia bisa dengan mudah bergaul, pandai membawa diri, bahkan kadang ikutan hangout di club. Pokoknya bayangan saya dia wanita mandiri dan matang. Tapi dengan mudahnya menikah tanpa mengetahui latar belakang calon suaminya? Nggak usah sampai ke situ. Reya bahkan masih bisa terintimidasi dengan tuntutan harus menikah secepatnya. Lingkungan pergaulan saya di dunia akademis yang setiap hari ngumpul sama dosen-dosen wanita, saya belum pernah ketemu dengan orang berpendidikan tinggi yang merasa insecure seperti Reya.
Lalu, tentang karirnya Reya ini. Ceritanya dia lagi ngambil S3. Trus dia harus cepat-cepat lulus karena beasiswanya hanya covering maksimal 2 tahun. Sadis benar yang ngasih beasiswa doktor cuma 2 tahun. Pemerintah aja ngasih 3 tahun (+1 tahun perpanjangan). Next, Reya ini baru aja dikasih deadline bab 2 sama pembimbingnya, tidak beberapa lama kemudian udah sidang promosi doktor lho... yang nguji hanya 3 orang profesor lagi. Hwaa...saya iri sama Reya. Universitas mana ya? Pengen daftar di situ aja deh.
Ada lagi, Rad yang ceritanya bikin pastry academy. Karena didukung oleh chef-chef internasional, kampusnya Rad sudah dipastikan akan dapat akreditasi A dari BAN-PT. Setelah baca trivia tentang Reya, saya akhirnya iyain ajalah soal kampusnya si Rad ini... Mungkin ada penulis yang menganggap hal-hal pendukung cerita seperti itu terasa sepele atau sekadar ingin menggambarkan kehebatan tokohnya, tapi ya realistis lah.. biar yang membaca gak pake misuh-misuh. Atau hanya saya saja sih yang merasa begitu.
Be First to Post Comment !
Post a Comment