Judul Buku : The Hunger Games
Penulis : Suzanne Collins
Halaman : 408
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
"Primrose Everdeen"
Terdengar helaan nafas di beberapa tempat. Aku menoleh ke arah seorang gadis berusia 12 tahun yang wajahnya tiba-tiba memucat. Gadis itu kemudian menarik nafas panjang, mungkin itu dilakukannya untuk menenangkan dirinya. Perlahan dia maju mendekati panggung. Tetapi belum sampai di bibir panggung, tiba-tiba ada teriakan nyaring. Suara perempuan.
"Prim... Prim...", kulihat dia berlari mendekati panggung. "Aku mengajukan diri. Aku mengajukan diri sebagai peserta!"
Keadaan menjadi kacau. Sudah lama tidak ada yang pernah menjadi sukarelawan untuk acara ini. Gila apa? Siapa yang mau mengorbankan diri menjadi peserta dengan kemungkinan selamat yang sekecil lubang jarum? Terakhir distrik ini memenangkan Hunger Games sudah lama sekali. Pemenang waktu itu saja sekarang sepertinya sudah menyerupai orang gila, mabuk-mabukan, tidak sadarkan diri. Lihat saja gaya si tua Haymitch di panggung itu. Dia tidak peduli siapapun "pejuang" Distrik 12 kali ini.
Katniss Everdeen. Ya.. itulah nama gadis gila yang mau menjadi sukarelawan menggantikan adiknya. Dengar-dengar dia sendiri memasukkan namanya dalam daftar calon peserta lebih banyak demi mendapatkan tessera yang ditukarnya dengan bahan makanan. Sejak ayahnya tewas karena kecelakaan di tambang, Katniss menjadi kepala keluarga melindungi ibu dan adiknya. Hmmm.. kalau Katniss yang maju sebagai peserta ada kemungkinan dia bisa bertahan. Gadis itu jago berburu. Setidaknya itu yang kudengar dari para penjual di Hob, ketika dia bersama Gale (temannya) menukar hasil buruan mereka.
Aku terlarut dalam pikiranku sendiri, dan disadarkan oleh pengumuman di atas panggung.
"Peeta Mellark"
Apaa?? Tidak mungkin!! Jangan dia! Jangan Peeta-ku!
Pandanganku berkaca-kaca ketika aku melihat Peeta Mellark maju mendekati panggung. Aku mengikuti setiap langkahnya. Mungkin ini saat-saat terakhir aku melihatnya. Dia tidak mungkin selamat dari permainan ini. Walaupun tubuhnya sedikit kekar akibat memanggul karung-karung terigu untuk usaha roti keluarganya, dia tidak mungkin menang. Dia tidak akan kembali. Ketika dia dan Katniss dibawa pergi, aku mengangkat tiga jari tanganku ke bibir, kuarahkan ciumanku untuk Peeta, walaupun aku yakin, dia tidak akan melihatku di antara ratusan orang-orang ini. Seandainya saja aku yang terpilih untuk pergi bersama Peeta-ku.
-------------
Siapa aku? Tidak penting. Aku hanyalah seorang gadis 18 tahun yang tinggal di Distrik 12. Setiap tahun negeri kami, Panem, mengadakan Hunger Games. Dua peserta (laki-laki dan perempuan) dipilih dari 12 distrik yang ada di negeri ini. Mereka (para peserta) akan dibawa ke suatu lokasi di Capitol dan dilepas di sana untuk bertahan hidup, saling membunuh, hingga keluar seorang pemenang. Pemenang itu akan menjamin kehidupan penuh makanan dan kenyamanan di distriknya setahun lamanya ketika dia kembali. Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, Distrik 12 ini bukanlah wilayah yang diunggulkan untuk menghasilkan pemenang. Bahkan bisa dibilang Distrik 12 adalah wilayah terbuang yang hidup dari sisa-sisa penambangan batu bara.
Aku sering melihat Peeta menghias kue di toko roti ayahnya. Tidak jarang aku mendengarnya bercanda dengan kakaknya, walaupun dia sebenarnya cenderung pendiam. Aku jatuh cinta padanya pada pandangan pertama, tapi tidak pernah berani mendekatinya. Bahkan di saat aku ditugaskan untuk membeli roti oleh ibuku. Ada sesuatu dalam dirinya yang tidak bisa kudeskripsikan dengan kata-kata. Tentu saja Peeta tidak tahu tentang perasaanku.
Pandanganku kuarahkan ke layar besar, yang menayangkan Hunger Games yang berlangsung di Capitol. Satu per satu peserta berguguran. Bahkan di saat pertama kali mereka dilepas di Cornucopia. Peeta sendiri sempat bergabung bersama beberapa peserta dari Distrik 1 dan 2. Katniss memilih untuk berjuang sendiri. Beberapa kali layar itu menampilkan perjuangan Katniss mencari sumber air, berburu untuk makan, memanjat pohon untuk bertahan hidup. Ohya, saya belum bilang kalau Katniss dan Peeta menjadi idola penonton karena cinta terpendam yang diutarakan Peeta pada saat wawancara di stasiun TV. Hatiku sekali lagi miris mengingatnya. Dia bukan lagi Peeta-ku. Melihat sorot matanya untuk Katniss aku tahu dia mencintai Katniss.
Helaan nafas tegang di sekitarku ketika layar menampilkan gambar Peeta membawa tombak mendekati Katniss. Sayup-sayup kudengar Peeta menyuruh Katniss lari. Katniss sesaat ragu-ragu hingga kemudian terdengar derap langkah di belakang Peeta menandakan beberapa peserta lain mendekati mereka. Katniss segera berlari, meninggalkan Peeta yang tertegun dengan tombak terhunus. Ah..Katniss, bodohnya gadis itu jika dia tidak menyadari cinta Peeta. Peeta bahkan "rela" bersekutu dengan peserta lain demi melindungi dirinya.
Lagu kebangsaan mengiringi langkahku meninggalkan lapangan kota dan layar besar itu. Lirih aku mengucapkan sebaris doa semoga Peeta bisa memenangkan permainan ini. Sesaat aku ragu, jika Peeta menang berarti Katniss harus mati. Keadaan di Distrik ini tidak akan lagi sama setelah ini. Entah mengapa ada bagian di dalam hatiku yang berharap biar saja Katniss mati. Mungkin aku bisa memenangkan hati Peeta kembali. Itupun jika Peeta bertahan hidup dan menang. Entahlah... Yang pasti aku benci dan muak dengan permainan ini. Permainan yang ditujukan untuk mengingatkan kepada semua penduduk Panem bahwa pemberontakan tidak diperkenankan. Hunger Games adalah hukuman bagi kami. Hunger Games adalah alam rekayasa para penguasa, mereka mengaturnya sedemikian rupa, menunjukkan pada kami bahwa kendali ada di tangan mereka. Entah sampai kapan penduduk di negeri ini bisa bertahan. Aku sendiri mengharapkan adanya pemberontakan itu lagi.
Hehhe gaya reviewnya bercerita, seru mb:)
ReplyDeleteMenurutku buku ini lebih menampilkan sisi gamesnya, memang ada romancenya tapi itu cuman bumbu penyedap, bahan utamanya tetep permainan hunger gamesnya
iya, Lis... di buku ini memang ingin memperkenalkan seperti apa Hunger Games itu. makanya aku bikin review dengan gaya begini :)
ReplyDeleteGregetan sama Katniss
hai desty! ketemu di sini juga kita, hehe.
ReplyDeletewah, keren banget cara meresensinya. like this! :)
suka THG :)
ReplyDelete