Judul Buku : Ginko
Penulis : Jun'ichi Watanabe
Halaman : 464
Penerbit : Serambi
Gin Ogino menikah dengan seorang petani kaya pada umur 16 tahun. Pernikahan ini dianggap sebagai suatu keberuntungan bagi keluarga besar Ogino. Akan tetapi ketika Gin pulang ke rumah keluarganya dan meninggalkan suaminya, semua orang jadi bertanya-tanya. Apalagi kepulangan Gin disertai rumor bahwa Gin sedang sakit. Kenyataannya Gin memang sedang sakit saat meninggalkan suaminya. Dia menderita gonorrhoea (suatu penyakit seksual menular) yang didapatkannya dari suaminya. Bukan hanya karena penyakit yang membuatnya menderita dan tidak bisa memiliki keturunan, tetapi karena ketidak setiaan suaminya membuat Gin sakit hati. Gin mendobrak tradisi dengan menceraikan suaminya.
Pada masa itu, di Jepang pengobatan Cina hanya dilakukan oleh laki-laki. Dr. Mannen yang mengobatinya tidak mungkin menyentuhnya. Jadi pengobatan yang diterima Gin hanyalah berdasarkan penjelasan Gin kepada dokter itu atas gejala yang dialaminya. Suatu ketika, Dr. Mannen menyarankan Gin untuk berobat ke Tokyo. Pengobatan Barat yang jauh lebih baik mungkin bisa menyembuhkan Gin. Karena ingin sembuh, Gin pun berangkat ke Tokyo. Alangkah terkejutnya Gin ketika dia harus "membuka dirinya" diperiksa oleh dokter laki-laki dan disaksikan oleh mahasiswa kedokteran lainnya.
Aku akan menjadi dokter! Lihat saja nanti!
Rasa malu yang dialami Gin membuatnya berambisi menjadi seorang dokter. Tentu saja tidak mudah, karena budaya Jepang saat itu belum menyetujui adanya seorang dokter perempuan. Keluarganya tak satupun mendukungnya. Perjalanan Gin menjadi seorang dokter jauh dari mulus. Tapi Gin tidak putus asa. Diawali dengan belajar sastra dan budaya di rumah Profesor Yorikuni Inoue, kemudian masuk Sekolah Guru Perempuan Tokyo adalah sebagian dari upaya Gin mengisi waktu sebelum masuk ke sekolah kedokteran. Gin juga mengubah namanya menjadi Ginko Ogino sebagai bentuk usahanya memperlihatkan pada masyarakat bahwa seorang perempuan punya kedudukan yang sama dengan laki-laki.
Ginko akhirnya masuk ke Universitas Kedokteran Kojuin. Sebagai satu-satunya mahasiswi kedokteran, tentu saja Ginko harus berusaha lebih keras. Bukan saja menghadapi lingkungan sekitarnya, Ginko harus bekerja untuk menghidupi dirinya. Ketika Ginko lulus dengan predikat terbaik, sekali lagi Ginko harus menghadapi ujian sertifikasi. Tiga tahun ditolak dengan alasan dia seorang perempuan, Ginko akhirnya menemukan jalannya untuk menjadi seorang dokter ginekologi dan obstetri. Sekali lagi Ginko mendobrak tradisi Jepang dengan menjadi dokter perempuan pertama di Jepang.
Pengalaman pahit Ginko terhadap laki-laki membuatnya selalu ingin mencari cara agar kedudukan perempuan bisa sama dengan laki-laki. Ginko aktif dalam berbagai organisasi perempuan. Nama Ginko Ogani menjadi terkenal dan dia dikagumi oleh banyak orang (laki-laki dan perempuan). Shitaka, seorang mahasiswa juga mengagumi semangat Ginko akhirnya jatuh cinta pada Ginko. Untuk ketiga kalinya, Ginko melanggar tradisi. Ginko pun menikahi Shitaka yang usianya jauh di bawahnya.
Novel ini diangkat dari kisah nyata Ginko Ogani seorang dokter perempuan pertama di Jepang. Perjuangan Ginko yang berkali-kali melanggar tradisi justru menginspirasi perempuan-perempuan di Jepang untuk mengejar cita-cita mereka. Ginko tidak menyerah dengan segala keterbatasan dan keadaan di sekelilingnya. Ginko sendiri meninggal pada usia enam puluh tiga tahun. Hingga akhir hidupnya Ginko tetap membuka klinik dan melakukan pelayanan kesehatan.
Jun'ichi Watanabe, penulis novel ini, adalah seorang dokter ortopedi yang menekuni dunia kepenulisan. Sejak 1969 dia sepenuhnya menjadi penulis. Karyanya banyak yang berupa biografi dan berlatar belakang ilmu kedokteran. Berbagai penghargaan juga telah diterimanya antara lain hadiah Naoki 1970 untuk novel Hikari to kage dan hadiah Eiji Yoshikawa untuk novel Toki rakujitsu. Novel Ginko (dengan judul asli Beyond the blossoming fields) menjadi buku bestseller di Jepang.
ahhh keren nih kayaknya bukunya... aku paling suka cerita2 historis yang menginspirasi kayak gini :)
ReplyDeletewah penulisnya ternyata dokter juga ya #barutahu
ReplyDeleteGinko ini penerjemahannya enak ga mba?
ReplyDeleteUda lama ngincer karena pake cover Horikita Maki :P
Aaaaa.. Penasaran banget sama buku ini. Tapi aku gak suka kavernya ><
ReplyDeletewah buku bagus nih, ak memantapkan diri memilih bidang kesehatan gara-gara nonton drama Korea Jewel in The Palace yang bercerita tentang tabib pertama di Korea, buku ini hampir mirip dan kayaknya wajib di baca, pinjammmmmmm *ujung-ujungnya* :))
ReplyDeleteokey, Lis... menyusul bersama buku yg lain ya..
ReplyDeleteiya, covernya menipu. Ginko aslinya ga secantik itu
ReplyDeletewaaah mau bacaa tapi kok tebel yah.. *eh *lirik timbunan
ReplyDeletepengenn bacaaa.. *ngecess :(
ReplyDeletenice and inspiring story.
ReplyDeletejyaaa.. *timpuk immang* *blushing*
ReplyDeleteSebenernya buku ini ngga cuma menginspirasi wanita di Jepang aja, harusnya wanita Indonesia juga ikut terinspirasi dong! Bukan tentang emansipasinya, tapi tentang pembuktian dan kerja keras. Baru aja kemarin salah satu mata kuliah ngebahas betapa strictnya negara Jepang tentang emansipasi. Beruntung ya wanita Indonesia ngga cuma harus ngurusin anak di rumah :D
ReplyDeletehumm... kaya semacam dae jang geum gitu kali yaahh?? harus baca juga ni -_-
ReplyDeleteSuka banget baca buku yang juga mengangkat sisi budaya lokalnya.
ReplyDeleteAku jadi tertarik utk tahu lebih banyak ttg budaya Jepang selain sangat tertarik utk tahu lebih banyak ttg semangat Gin utk menjadi dokter.