Liz sudah memutuskan untuk pergi dari rumah tanpa memberitahu kedua orangtuanya. Dia menerima pekerjaan sebagai terapis bagi anak autis di Balikpapan. Ini adalah langkah pertama dari rencana Liz agar tidak lagi tinggal di rumah orang tuanya. Rumah itu seperti kuburan. Yah...mungkin memang semua penghuninya sudah ikut dikubur bersama dengan Arthur, adik Liz yang meninggal karena kecelakaan.
Arthur juga seorang penderita autisme. Setidaknya pengalaman merawat Arthur dan hasil belajarnya bersama komunitas pemerhati autisme di grup facebook membuatnya memberanikan diri menerima pekerjaan dari Dika. Tapi setibanya di Balikpapan, Liz tidak menyangka jika yang akan dirawatnya adalah seorang pemuda berusia 21 tahun.
Finn menderita autisme sejak lahir. Sebenarnya Finn sudah menunjukkan banyak kemajuan berkat asuhan dan kesabaran ibunya, Ibu Montik. Namun kematian Ibu Montik memberikan kesedihan mendalam bagi Finn. Hidupnya yang teratur menjadi kacau karena tidak adanya Ibu Montik di sisinya. Sementara ayahnya tidak menyukai Finn. Dia selalu memukul Finn jika Finn tantrum. Bahkan seringkali mengikat Finn di dalam kamar. Untungnya masih ada Dika, kakak Finn, yang menjaganya setiap kali ayahnya melampiaskan amarah.
Dua kali dalam sebulan ini saya membaca novel tentang penderita autisme. Yang menarik di buku ini karena diceritakan dari dua sudut pandang, Liz dan Finn. Sudut pandang Liz lebih banyak berkisah tentang perjalanannya ke Balikpapan, metodenya dalam melakukan terapi, permasalahan yang membuatnya meninggalkan rumah, juga tentang keluarga Finn terutama Dika, kakaknya Finn. Sementara dari sudut pandang Finn, tentu saja bercerita tentang perasaaan Finn. Dengan cara bercerita yang membuat pembaca seperti tenggelam dalam pikiran penuh suara di dalam kepala Finn.
Ada beberapa hal yang diangkat dalam novel ini. Yang pertama adalah bagaimana memahami bahwa autisme itu adalah penyakit yang bisa disembuhkan. Sedikit banyak ada informasi terkait metode terapi penderita autisme. Masih banyak orang yang menganggap autisme sama dengan gila, idiot, atau penyakit menular. Novel ini mencoba memberikan fakta yang dapat mengubah paradigma tersebut. Penderita autisme membutuhkan dukungan penuh keluarga untuk bisa sembuh.
Yang kedua adalah tentang hidup tanpa harapan. Inilah yang dijalani oleh Liz. Kematian adiknya membawa perubahan besar di dalam keluarganya. Nyaris tidak ada komunikasi antara Lz dengan kedua orangtuanya. Dianggap tidak ada bagi Liz sangat menyakitkan. Terlebih lagi karena peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa adiknya terjadi atas campur tangan Liz. Liz mencoba mencari harapan yang hilang itu pada Finn.
Yang ketiga adalah tentang orang-orang yang harus menjadi "korban" ketika salah satu anggota keluarga terlahir dengan kebutuhan khusus seperti Finn. Liz dan Dika mengalami hal ini. Hidup Liz saat Arthur masih hidup berputar di sekitar Arthur dan autisme yang dideritanya. Demikian juga Dika dengan keberadaan Finn selama 21 tahun. Seringkali orang-orang seperti Liz dan Dika harus "terpaksa" memaklumi dan menjalani hidup yang bukan hidup mereka sendiri. Dan tentu saja itu butuh pengorbanan.
Novel metropop yang satu ini bisa dibilang berbeda dengan metropop kebanyakan. Saya menangis saat membaca novel ini. Saya berterima kasih kepada penulis yang mengizinkan saya "mengintip" isi kepala Finn. Saya jadi memahami mengapa Finn (dan beberapa penderita autis atau anak berkebutuhan khusus lainnya) seringkali memukul atau membenturkan kepala untuk menghilangkan kegaduhan dan sakit di kepala mereka. Saya jadi memahami mengapa mereka tidak mau disentuh atau dipeluk. Atau mengapa mereka hanya menyukai orang tertentu saja. Saya berharap novel ini untuk dibaca oleh banyak orang, agar kepedulian kita terhadap penderita autis meningkat.
Finn
Honey Dee
312 halaman
Gramedia Pustaka Utama
Januari, 2020
Saya jadi pengen baca buku ini juga. Tampaknya lumayan menguras emosi. Dan bakal mendapatkan sajian cerita yang membuat kita merenung dari kekurangan yang dimiliki orang lain.
ReplyDeleteKesedihan bukan dari sepasang romansa
ReplyDeleteMembawa tabah dan iklas