Sebenarnya saya sudah mulai menulis review sejak lama di blog sana. Tapi gak rutin, itupun juga kalau gak malas. Tetapi sejak punya blog buku ini, saya mulai mendisiplinkan diri menulis review daripada didepak dari BBI. Meskipun saya bukan reviewer profesional, tetapi saya berusaha membuat review yang jujur. Dan setelah menulis review, rasanya seperti menyimpan kenangan akan suatu buku dalam bentuk yang berbeda.
Awal tahun 2012, saya kemudian berjanji pada diri saya sendiri, bahwa saya akan menulis review semua buku yang saya baca, meskipun hanya satu atau dua paragraf di Goodreads. Sampai postingan ini ditulis, untuk tahun 2012, saya sudah menulis 98 review dari 138 buku yang sudah saya baca di blog ini.
Pertanyaan yang paling saya terima adalah, "gimana sih caranya bisa menulis review dengan cepat?"
Jadi begini... pada saat saya membaca buku, biasanya saya akan membuat mental note dalam kepala saya kira-kira reviewnya nanti bakal bagaimana. Menulis review itu kan yang sulit adalah bagaimana menceritakan isi buku tanpa membuat spoiler. Saat membaca, saya juga kadang membuat catatan kecil yang ditulis di potongan post-it yang saya tempelkan di halaman buku yang sedang saya baca. Misalnya kalau nemu quote menarik, kejanggalan dalam cerita, atau sekedar typo. Meski ga semua dimasukkan dalam review nantinya, biasanya catatan itu sangat membantu. Terkadang saya juga mencari-cari informasi penting di internet berkaitan dengan buku yang sedang saya baca.
Begitu buku ditutup, saya langsung duduk di depan laptop (kecuali kalau bacanya sampai larut malam, ngetik reviewnya besok paginya). Ditemani secangkir kopi, ide membuat review langsung mengalir begitu saja. Saya langsung mengetikkan isi kepala saya di halam wordpress atau goodreads. Gambar sampul buku saya ambil dari Goodreads. Saya jarang menulis di Ms. word atau notepad terlebih dahulu, kecuali kalau sedang tidak ada koneksi internet. Bagaimana kalau saat itu saya tidak bawa laptop? Biasanya saya ketik poin-poinnya di hape. Begitu dapat laptop, saya langsung pindahkan menjadi review. Makanya spot favorit saya untuk membaca adalah di dalam kamar, jadi saya bisa segera menulis review setelah baca buku.
Saya tidak terbiasa menulis review yang panjang. Alasan pertama, saya ga bisa basa-basi. Alasan kedua, menghindari spoiler. Saya juga menghindari menggunakan banyak gambar, soalnya saya fakir bandwidth. Saya sendiri sering membaca review via blogwalking dari hape atau tablet, jadi kalau nemu review panjang seringnya saya skimming aja. Saya lebih fokus kepada apa yang saya dapatkan, rasakan, alami saat membaca buku. Tetapi, terkadang kalau bukunya bagus banget atau jelek banget saya sering kebawa emosi jadinya nulis panjang juga #lhaaa.
Ada satu keuntungan yang saya dapatkan dari kebiasaan menulis review. Saya jadi memperhatikan detail apapun yang saya baca, lihat atau dengar. Misalnya saya lagi nonton film, tanpa sadar saya membuat semacam mental note dalam pikiran saya seperti mau membuat review. Meski bagi sebagian orang itu annoying, tapi saya menyukainya. Dengan cara itu saya melatih otak saya untuk tetap bekerja meski sedang santai. Sounds like crazy nerd, isn't it ? :mrgreen:
Well, that's me. How about you?
Saya juga klo bikin review ga pernah panjang-panjang soalnya jujur saya males bacanya klo dipaparin terlalu banyak. Kalo terlalu panjang jadi kaya book discussion which means lebih baik dibaca setelah kita sudah baca bukunya juga XD
ReplyDeleteKlo review saya yang mayan panjang biasa isinya fangirling XD /plak
Saya juga ga bisa basa-basi. Susah bikin review panjang kecuali kalo bukunya beneran jelek/bagus banget. Lagian, saya cenderung skimming kalo baca review yg kepanjangan. Saya cuma mau baca intinya. Kalo bagus, saya bakal baca bukunya sendiri :)
ReplyDeleteIya, saya juga kesulitan menulis review panjang. Malah, saking takutnya spoiler, saya jadi pelit banget berbagi cerita soal isi buku #selftoyor
ReplyDeleteSenang bisa tahu cerita para pembaca buku yang lain.. Happy reading, kak! Baca terus yaa biar gak didepak, eh maksudnya,membaca itu hobby yang baik kok XD
Ide bagus mencatat di hape itu. Baru kepikiran. Bisa tuh diterapkan nanti....
ReplyDeleteterima kasih sudah berbagi cerita tentang pengalaman menulis reviu-nya, mbak desti. :)
ReplyDeleteNah tuh... kalo kepanjangan malah beda ya rasanya
ReplyDeleteAku juga suka baca reviewmu, Sabrina... to the point :)
ReplyDeleteHaha... selamat membaca juga Zelie
ReplyDeleteSama-sama kang Opan...
ReplyDeletesebenernya aku juga sering membuat mental note, kira-kira review ini akan jadi seperti apa ketika sedang membaca bukunya, sering juga menandai point yg ingin aku tulis dengan kertas yg aku sisipkan atau untuk quote aku pake post-it, masalahnya aku sering g berhadapan dengan leptop, males kalo nyatet di hp jadi kalo kelamaan nggak ditulis jadi lupa dan feelnya ilang, biasanya itu yang bikin aku lama nggak posting :p
ReplyDeleteHaha... kalo pinjam bukumu emang sering dapat banyak tempelan dan sisipan. Aku juga nyatat di hape jarang sih..Biasanya langsung
ReplyDeleteAku biasa nulis panjang Mbak Desty... .___.
ReplyDeleteAbis, trivia2 di novel itu sayang kalau dilewatkan sih. Apa dihilangkan aja ya? :/
Noo... Itu ciri khas caramu menulis review. Tiap orang berbeda, Ren. Kalau Trivia yang membuat review itu menjadi panjang saya pikir ga perlu dihilangkan, karena ga bikin spoiler kan?
ReplyDeletecoba saya bisa sedisiplin dirimu, Mbaaaak *sembahsujudmintailmudarimu*
ReplyDeleteGood post, bisa buat bahan belajar bagi yang mau bikin review buku sendiri. Kalo saya sendiri reviewnya cenderung panjang kalo novelnya jelek. Abis isinya omelan semua hehehe!
ReplyDeleteSaya ngomelnya pas baca buku...pas bikin review, ngomelnya dikit aja. Tapi kadang kelepasan juga sih :D
ReplyDelete