Judul Buku : Lampau
Penulis : Sandi Firly
Halaman : 356
Penerbit : Gagas Media
Sandayuhan, atau yang biasa dipanggil Ayuh, adalah seorang anak laki-laki yang terlahir dari rahim seorang balian (dukun) bernama Uli Idang. Semua orang di kampung Loksado mengenal kesaktian keluarga Uli Idang secara turun temurun. Ayuh sendiri diramalkan akan menjadi penerus dari ibunya, karena kelahirannya ditandai dengan keistimewaannya terbungkus ari-ari yang pertanda kesaktian seorang anak.
Namun siapa sangka, Ayuh memilih jalan yang berbeda. Hal ini diawali kedekatan Ayuh dengan pamannnya, Amang Dulalin. Lewat Amang Dulalin, Ayuh mengenal novel, puisi, dan berbagai karya sastra lainnya. Amang mengatakan bahwa buku-buku itu adalah jendela dunia, Ayuh bisa kemana saja meski tempat itu belum pernah dikunjunginya. Karena buku-buku itu, Ayuh memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya selepas SD. Ibunya keberatan karena disamping tidak ada biaya untuk sekolah Ayuh, dia berharap Ayuh akan menjadi balian di desa itu. Ayuh tidak habis akal. Dia akan masuk pesantren agar bisa lanjut sekolah.
Masalahnya di pesantren, Ayuh harus bisa mengaji. Sementara Ayuh sendiri bukan pemeluk agama Islam, apalagi mengaji. Meski dia sering melihat teman-temannya di SD dulu ketika belajar agama Islam. Tetapi demi lanjut sekolah, Ayuh akan melakukan apa saja. Beruntung dia bertemu dengan Ariz yang kemudian menjadi sahabatnya dan mengajarinya mengaji. Kehidupan Ayuh di pesantren tidak lama. Hanya dua tahun saja, Ayuh terpaksa pergi karena ada masalah di pesantren. Tanpa sengaja Ayuh melanglang hingga ke Jakarta. Berbagai kehidupan keras dijalani Ayuh hingga dia mencapai kesuksesan sebagai seorang penulis novel. Di Jakarta pula, Ayuh memantapkan imannya memeluk agama Islam. Sayangnya, di tengah kesuksesannya Ayuh diminta pulang oleh ibunya yang sakit keras. Ibunya ingin disembuhkan oleh Ayuh sebagai seorang balian.
Kisah hidup Ayuh menarik untuk diikuti. Kegigihan seorang anak yang dengan hanya bermodalkan kemampuannya membaca dan menulis bisa sampai sukses di Ibu Kota. Konflik batin saat Ayuh harus memilih antara imannya dan kehormatannya kepada sang Ibu menjadi hal utama. Sayangnya, konflik itu baru diangkat menjelang akhir cerita, hingga kesannya tidak tereksekusi dengan baik. Selain itu, nasib Ayuh selanjutnya pun dibuat menggantung.
Kalau membaca blurb di belakang sampul buku ini, terasa sekali nuansa percintaan antara tokoh utama (Ayuh) dengan gadis berkepang dua (Ranti). Tapi di dalamnya, tidak banyak kisah Ranti yang diungkap selain dia pindahan dari Jakarta, dan kemudian bertahun-tahun kemudian akan bertemu dengannya lagi pada saat launching novel Ayuh. Kemudian ada Alia yang membantu Ayuh dalam mewujudkan impian Ayuh sebagai novelis, setia mendampingi Ayuh dan menunggu Ayuh kembali ke Jakarta (meski tidak jelas apakah Ayuh akan kembalike Jakarta).
Saya malah terkesan dengan tokoh Amang Dulalin yang banyak akal, gemar membaca, dan jatuh cinta pada perempuan berambut jagung (meski cintanya bagaikan pungguk merindukan bulan). Dengan segala kekurangannya, Amang Dulalin yang banyak berperan dalam hidup Uli Idang dan Ayuh. Amang Dulalin juga yang melengkapi kisah Ayuh sehingga bisa dinikmati. Selain itu, nuansa Kalimantan yang kental menjadi nilai tambah untuk buku ini. Rasanya lebih berat ke historical-nya daripada romance-nya.
Be First to Post Comment !
Post a Comment