~ karena membaca adalah candu dan menuliskannya kembali adalah terapi ~

#256 Entrok


Judul Buku : Entrok
Penulis : Okky Madasari
Halaman : 282
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


"Mbok, aku mau punya entrok."
"Entrok itu apa, Nduk?"
"Itu lho, Mbok, kain buat nutup susuku, biar kenceng. Seperti punya Tinah."

Itu ada cuplikan dialog antara Marni kecil dengan ibunya. Sebagaimana gadis remaja yang sudah memasuki masa pertumbuhan sekunder, payudara milik Marni juga mulai bertumbuh. Ada yang janggal dirasaka oleh Marni terhadap perubahan tubuhnya itu. Perempuan di desanya memang jarang memakai entrok untuk menyangga payudara yang membesar. Kepemilikan entrok seperti menunjukkan status. Hanya orang berduit yang punya entrok. Marni kecil tidak putus asa, dia akan bekerja demi memiliki entrok. Jadi kuli pun tak mengapa.

Semangat juang Marni untuk mengubah hidupnya tidak hanya berhenti saat mendapatkan entrok. Perlahan Marni mulai mengumpulkan sedikit demi sedikit hartanya. Marni cerdas, dia menggunakan akalnya untuk berwirausaha. Dia selalu mencoba cara yang baru. Dia rela berkeliling desa untuk menjajakan bakulannya. Didampingi Teja, kuli angkut yang akhirnya menjadi suaminya, Marni bekerja dan menjadi sukses.

Rahayu, anak Marni satu-satunya, menyaksikan kesuksesan ibunya. Marni bekerja demi anaknya, biar anaknya jadi orang pintar, bersekolah, tidak buta huruf seperti dirinya. Hanya saja Rahayu menyimpan perasaan tidak suka terhadap ibunya. Orang-orang di desa menuduh ibunya menggunakan pesugihan, aliran sesat, kafir. Itu karena ibunya menyembah Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa. Ibunya selalu menyiapkan sesajen untuk Tuhan yang berbeda. Rahayu sendiri sebagai orang berpendidikan diajar untuk menyembah Tuhan yang lain. Tuhan yang halal. Perbedaan pandangan ini membuat Rahayu tidak mematuhi kata-kata ibunya. Dan dia merasa merdeka ketika dia bisa melanjutkan kuliah ke Jogja, jauh dari ibunya.

Sementara itu, Marni tetap melanjutkan hidupnya. Meski dicemooh tetangganya, Marni tetap saja dibutuhkan. Banyak tetangga yang meminjam uang kepada Marni, meski diharuskan membayar bunga 10%. Bahkan Pak Guru yang menuduh Marni melakukan pesugihan, tetap butuh uang untuk hidup. Ada juga yang memanfaatkan usaha Marni dengan meminta uang keamanan.

Novel yang satu ini padat sekali rasanya. Isu kemelaratan, perubahan suasana politik, kesewenang-wenangan orang-orang yang mengaku pemerintah orde baru, pelaksanaan KB massal, keturunan Cina yang dianggap sebagai antek PKI,  hingga poligami diangkat dan tersusun apik dalam novel ini. Semuanya mengalir. Kita tidak hanya melihat dari sudut pandang Marni, tapi juga lewat sudut pandang Rahayu. Dua wanita yang berbeda pendapat, tapi sama-sama berjuang melawan kekuasaan, melawan senjata.

Membaca buku ini harus dengan pikiran kritis dan terbuka. Jaman Orde Baru yang terlihat aman dan penak di permukaan ternyata di baliknya punya banyak konflik, teror dan misteri yang tidak semua orang tahu. Novel ini juga mengajarkan kita bagaimana menyikapi perbedaan, sehingga kesalahan di masa lalu tidak terulang lagi. Satu hal unik yang saya dapatkan saat membaca buku ini adalah ketika menutup lembaran terakhir saya sempat bingung.  Saya harus membuka lagi halaman awal untuk menjawab kebingungan saya itu. Mungkin itu bisa jadi semacam tips kalau kamu berminat membaca buku ini.

5 stars
2 comments on "#256 Entrok"
  1. Saya jadi pengen semua buku karya Okky Madasari deh. Calon buku yang nantinya jadi klasik 100 tahun dari sekarang .-.

    ReplyDelete
  2. Setuju. apalagi hampir tiap tahun bukunya dia masuk Khatulistiwa Literary Award

    ReplyDelete